Telpon umum di sudut Jalan Ketandan (Foto: Ko In)
Telepon umum membawa cerita cinta yang tidak akan pernah terlupakan dengan gadis Tionghoa yang manis. Bibirnya kecil, langkahnya gesit. Senyum jangan ditanya......mampu menggetarkan hatiku yang dilahirkan dari bapak dan ibu asli Jawa.
Telpon umum di salah satu sudut jalan Ketandan Yogyakarta, sudah tidak berfungsi. Kotor dan tidak terawat. Entah, apa tujuan mempertahankannya dalam ketidak pedulian.
Melihatnya, terasa sangat mengganggu akan bayang kenangan kejayaa telpon umum waktu itu. Tidak sedikit orang rela antri untuk menggunakannya. Ada yang menyiapkan sejumlah koin dari rumah karena ingin bercerita tentang sesuatu. Dari yang penting, sampai sekedar ingin bicara kepada seseorang yang bersedia mendengarkannya di seberang sana.
Ada pula yang menghubungi stasiun radio swasta untuk request lagu serta kirim salam kepada teman satu kelas atau gebetan dari sekolah sebelah.
Berbicara lewat telpon umum tanpa harus mengalami perjumpaan, sesuatu yang menyenangkan waktu itu. Walau jarak dengan yang terhubung lewat telpon umum, hanya dapat terlayani secara lokal, dalam satu kota.
Gapura diantara toko-toko di Jalan Malioboro (Foto:Ko In)
Melihat telpon umum yang rusak, mengingatkan akan banyak kata yang telah terangkai di alat komunikasi tersebut dalam bingkai waktu yang lamat-lamat sulit untuk dicari batasannya. Apalagi saat berbicara dengan Tien lewat telpon umum. Perempuan peranakan Tionghoa yang mampu menggetarkan hati.
Matanya sipit, rambutnya lurus dan kulit sedikit kuning menjadi daya tarik sendiri. Apalagi saat Tien memakai gaun merah ditambah senyum yang tergambar dari bibir tipisnya.
Sebagaimana aneka lampion dengan berbagai ukuruan mulai nampak menghiasai rumah sekaligus toko yang menjadi tempat tinggal di sepanjang Jalan Ketandan Yogya. Semakin menggoda rindu untuk mengajak Tien menikmati berbagai gelaran acara yang terselenggara di Kampoeng Ketandan dari 24 Februari sampai 2 Maret.
Warung, toko dan rumah (Foto:Ko In)
www.starjogja.com
Seluruh kegiatan dimulai pukul 18:00. Aneka lampion yang tergantung menjadi tanda keindahan serta kecantikan perpaduan warna merah dan aneka pernak pernik hiasan lainnya. Terang lampu dalam lampion mengingatkan terang sosok perempuan Tionghoa yang manis, mampu membuat terang hati di kala duka. Malioboro dan Kampoeng Ketandan bagai perempuan Tionghoa yang cantik.
Akankah aku bertemu Tien....? Mari kita ketemu di www.kompasiana.com/koin1903
Tidak ada komentar:
Posting Komentar