Senin, 07 Desember 2020

Nasi Ayam Saus Pedas Yu Yatmi, Eh Mbak Yatmi

 

Nasi ayam saus pedas (foto:ko in)

Tidak terasa hampir sembilan bulan belum mengunjungi satu mall manapun di Yogya. Sebagai langkah preventif dan antisipasi memutus rantai penularan Covid-19. Baik untuk kebaikan keluarga atau kenalan serta lingkungan sosial lainnya.


Awalnya agak ragu memenuhi keinginan diri untuk berweekend ke mall. Guna menghibur diri di tengah beberapa pembatasan. Dalam pikiran, mall tentu dapat dipastikan ramai dengan orang. Keputusan akhirnya saya ambil, dengan memperhatikan protokol kesehatan seperti berusaha menjaga jarak. 


Sering mencuci tangan dengan sabun atau handsanitizer. Memakai masker dan menghindari kerumunan. Berangkatlah ke Jogja City Mall (JCM), Sabtu sore (5/12/2020) untuk melihat pameran hasil industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagaimana informasi yang saya peroleh dari salah satu medsos atau media sosial, Instagram.


Hujan deras baru saja berhenti. Pengunjung pasti tidak terlalu banyak, kata hati saya. Sebuah keberuntungan tersendiri pikir saya untuk melihat-lihat dan mencari inspirasi aneka produk. Siapa tahu mendapatkan inspirasi guna membuka usaha sendiri.


Suasana pameran

Sisi lain stand


Sesampai di JCM, saya sempat terkejut karena tidak seperti yang saya bayangkan. Banyak stand pameran yang terisi dengan aneka produk. Dari baju, tas, asesori rumah, cemilan dan kuliner. Termasuk yang sedang trend saat ini. Tanaman hias. Tetapi pengunjung tidak terlalu ramai. Sekali lagi saya pikir karena masih hujan di luar mall. Namun hal itu malah membuat saya merasa nyaman menikmati Festival UMKM Sembada 3.


Anggrek (foto:ko in)


Saat melihat-lihat, perut memberi tanda sekaligus mengingatkan kalau jatah makan siang untuk perut saya penuhi kebutuhannya. Sambil terus melihat aneka produk UMKM dari Sleman di JCM, saya bermaksud membeli cemilan di salah satu stand yang menjual aneka makanan kecil, sebagai penunda rasa lapar.


Ayam saus pedas

Di salah satu stand panganan, mata tertarik dengan cup kotak berwarna putih. Di atasnya berisi saos dan ada potongan seperti daging ayam dibalut tepung. Saya menduga itu potongan ayam sebab di dekatnya tertulis Rp 15.000 untuk harga sekotak nasi ayam saus pedas dan sekotak nasi ayam bakar.


Hanya Rp 15.000 (foto: ko in)


Perut tiba-tiba mengeluarkan bunyi seolah mengiyakan hasrat lidah untuk makan nasi ayam saus pedas tersebut. Tanpa berpikir panjang saya mencoba menyapa seorang perempuan penunggu stand tersebut yang sedang sibuk melakukan sesuatu dengan membalikkan badannya. Sehingga saya hanya dapat melihat punggungnya dan harus menyapa terlebih dahulu.


"Ibu, mau beli nasi ayam saus pedas, " dengan suara agak sedikit keras supaya terdengar olehnya. Saat dia membalikkan badan, saya terkejut melihat siapa dia dan tidak bisa berkata-kata. Hanya jari telunjuk kanan saya yang menunjuk ke arahnya. Dia juga terkejut dengan mulut terbuka lebar. Setelah beberapa detik kami saling terkejut,  ahirnya kami saling bersapa dengan menyebut nama.


Salah satu penunggu stand dari Forum Komunikasi (Forkom) Godean ternyata mbak Yatmi, demikian saya biasa memanggilnya. Nama lengkapnya Yatmi Rejeki ternyata ikut Festival UMKM Sembada 3 di JCM yang berlangsung selama empat hari dari tanggal 3 sampai 7 Desember 2020. Diselenggarakan oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Sleman





Sambil ngobrol dan saya sambil menikmati nasi ayam saus pedas produk Asri Wiji kami bertukar informasi tentang banyak hal terkait dengan UMKM.


Asri Wiji merupakan brand usaha catering dari teman blog saya, Yatmi Rejeki. Dalam festival ini ternyata mengenalkan salah satu produk unggulannya berupa nasi ayam saus pedas yang dikemas secara khusus dalam kotak kertas.  Tempat yang simple sehingga sambil berdiri, kami dapat ngobrol dan saya sekaligus memenuhi kebutuhan perut, yang sejak siang lupa belum diisi makanan.


Tidak heran jika dalam penuturannya, nasi ayam saus pedas ini cepat ludes, termasuk di hari ke dua. Sepertinya pengunjung Festival UMKM Sembada 3 di JCM, memanfaatkan kesempatan jalan-jalan sambil memenuhi kebutuhan yang tidak dapat ditunda sambil makan. Persis yang saya alami.


Setiap hari Yatmi menyediakan 20 sampai 30 porsi nasi ayam saus pedas dan ayam bakar seharga Rp 15.000. "Tidak berani banyak-banyak. Tempatnya tidak ada. Lagian di tempat ini hanya sebagai pengenalan produk. Kalau minat bisa pesan lewat telpon atau alamat email," jelasnya.


Nasi ayam saus pedas Asri Wiji (foto:ko in)


Asri Wiji merupakan usaha rumahan letaknya di Karakan, Sidomoyo Godean Sleman. Dimulai sekitar tiga tahun lalu, tepatnya di tahun 2017. Sebelum masa pandemi Covid-19 tidak sedikit orderan dari wisatawan secara on line. Baik lewat 0896-0359-7904 atau lewat @nasiboxjogja.asriwiji.


Sejak masa pandemi Covid-19, Yatmi berpikir keras untuk tetap mendapatkan order. Mengharapkan wisatawan saat ini tidak mungkin. Maka Yatmi berusaha membelokkan segmennya ke kantor-kantor dengan cara delivery atau antar pesanan ke rumah atau kantor. Sekaligus memenuhi kebutuhan orang yang sedang membatasi aktivitas di luar rumah, caranya dengan menggiatkan promo lewat internet.


Enak...


Tiba-tiba Yatmi bertanya ke saya, "Gimana rasa makanan unggulan saya di pameran ini ?"

Spontan saya berujar, "Enak…". Sambil menghabiskan nasi kotak di ayam saus pedas, tanpa memperhatikan Yatmi sebab saya sedang asyik dengan nasi kotaknya.


Lingkaran, produk Yatmi di Stand Forkom Godean (foto:ko in)


"Jujur, bumbunya merasuk dalam ayamnya. Takaran pas." Saya termasuk orang yang sensitif dengan bumbu kalau proporsinya tidak seimbang, kepala langsung pusing. Entah itu garamnya, bawang atau bumbu masak lainnya. Dalam beberapa menit nasi saus ayam pedas itu habis.


Saya pun bertanya padanya dengan nada pelan dan lirih supaya orang sekitar tidak dengar. "Mbak, ayamnya masih ndak. Aku minta tambah." Kontan Yatmi tertawa sambil berkata, habis.


Ada hiburan juga (foto: ko in)


Terus terang saya suka dengan olahan ayamnya dimana bumbunya sungguh merasuk dan tidak banyak tulang. Sehingga memudahkan dan membuat saya cepat menghabiskannya. Apalagi di tempat umum seperti mall, inginnya serba praktis alias tidak ribet. Termasuk tidak ribet tangan kotor untuk memisahkan daging dan tulang. Pedasnya juga pas. Semua serba pas. Tapi kalau soal nambah sebenarnya tidak pas karena saya ingin nambah.


Ada Talk show, bagi pengalaman (foto:ko in)

Usai makan saya dipersilahkan untuk merasakan minumansecang hangat. Uiii….. dingin-dingin habis makan dapat wedang secang lagi. Rasanya, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Rasanya pingin meluangkan waktu ke rumahnya di seputaran Godean Yogyakarta. Sambil menikmati suasana sekitar rumah Yatmi yang masih banyak sawah. Apalagi Godean terkenal juga sebagai salah satu lumbung padi untuk daerah Yogyakarta.


"Tunggu ya, Yu Yatmi. Eh, Mbak Yatmi, " sambil saya pamit untuk melihat stand-stand lain yang belum saya lihat dan kunjungi.



_______________

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan #dinkopukmsleman #FestivalUMKMSembada3

Sabtu, 24 Oktober 2020

Pada Mulanya Agustus

(Foto:ko in)

Mengawali di bulan Agustus untuk mengusahakan memberi catatan pada hari. Sebab waktu tidak dapat diulang, terimakasih untukmu yang menjaga separo hatiku dari dulu hingga saat ini. Yang telah engkau curi dimasa-masa itu.

But please, August don't hurt me again. Semua orang pernah terluka hatinya oleh orang yang mencintai dan dicintai. Jadi teringat lagu jadul yang berjudul Don't Tell Me Stories.

Di awal bulan Agustus bencana terjadi di Lebanon, bukan karena alam tetapi keteledoran manusia. Ledakan cukup keras terjadi, korban juga tidak sedikit.

(Bunga Waru, Foto,:Ko In)


Kembali ke negeri kita, Indonesia. Suasana peringatan Kemerdekaan mulai terasa sejak awal Agustus. Bendera Merah Putih mulai dipasang, atribut perjuangan, benda-benda jadul terkait dengan masa kemerdekaan mulai dikeluarkan.

Tak ketinggalan sepeda onta dan semua yang bernuansa merah serta putih. Teringat bagaimana perjuangan para pahlawan. Orang-orang yang berjuang demi kemerdekaan, rela mengorbankan segalanya. Termasuk nyawa.

Tidak sedikit tetenger atau monumen berdiri untuk mengingat jasa mereka. Jadi ingat pesan seseorang, lebih sulit mempertahankan. Walau untuk memperoleh juga bukan hal mudah, buktinya hampir di kota besar kita memiliki makam pahlawan. Baik yang dikenal atau yang tak dikenal.

(Monumen, Foto:Ko In)

Monuemt 17 Agustus momen yang sangat berarti bagi semua warga negara Indonesia. Apalagi jelang detik-detik proklamasi. Tahun ini , tahun yang penuh keprihatinan. Upacara bendera tidak dapat dilakukan seperti biasanya, semua gara-gara pandemi Covid-19 atau Corona.

Tidak ada juga pesta rakyat seperti malam tirakatan atau lomba 17an. Menghias gapura juga tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya.

Depan Istana Kepresidenan Yogya (foto:Ko In)

Detik-detik Proklamasi (foto:ko in)

Agustus kenapa tidak baik sama aku lagi seperti waktu dulu. Saat tembang Hello, milik Lionel Richie populer dikumandangkan.

I've been alone with you inside my mind 
And in my dreams I've kissed your lips a thousand times
I sometimes see you pass outside my door 
Hello, is it me you're looking for?
I can see it in your eyes, I can see it in your smile
You're all I've ever wanted and my arms are open wide
'Cause you know just what to say, and you know just what to do
And I want to tell you so much, I love you
I long to see the sunlight in your hair
And tell you time and time again how much I care
Sometimes I feel my heart will overflow 
Hello, I've just got to let you know
'Cause I wonder where you are and I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely or is someone loving you? 
Tell me how to win your heart, for I haven't got a clue. but let me start by saying, I love you
Hello, is it me you're looking for?
'Cause I wonder where you are and I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely or is someone loving you?
Tell me how to win your heart, for I haven't got a clue
But let me start by saying, I love you

Hello (foto:ko in)



Selasa, 25 Agustus 2020

Malam Minggu Bersama "Carol" di Swiss-Bel Hotel Jogja

   

dok pribadi

  Sabtu petang, 26 Februari mendung menyelimuti sebagian besar langit Jogja yang penuh dengan awan berwarna abu-abu. Bergegas aku menuju Jalan Jend. Sudirman Jogja untuk memenuhi undangan makan malam Swiss-Belhotel bersama KJOGers, sebutan untuk Kompasianers Jogja.

            Senyum dan sapaan ramah bell boy menyambut kedatanganku untuk yang pertama kali di Swiss-Belhotel. Masuk ke lobby langsung disambut concierge perempuan yang langsung mengarahkanku untuk menuju Chadis Roof Top Bar yang berada di lantai sepuluh dengan menggunakan lift.

anti belok kanan ada lift,” jelasnya dengan penuh keramahan.

            Sampai di lantai sepuluh, di atap hotel beberapa wanita cantik dan pria berpenampilan rapi menyambut kedatanganku dengan senyuman serta sapaan yang ramah. Rupanya mereka adalah sebagian dari orang-orang yang mengelola hotel Swiss-Bel di Jogja.

            Bukan hanya mereka yang menyambutku tetapi juga hujan akhirnya ikut menyambut kedatanganku dengan tarian airnya yang jatuh di kolam renang, yang terletak di atap hotel. Membuat permukaan kolam renang nampak indah dengan gelombang-gelombang kecil apalagi ditambah warna air yang bisa berubah-ubah  karena permaianan cahaya lampu yang ada di dalam kolam. Ada warna biru, hijau dan merah.

dok pribadi

            Malam minggu terasa istimewa bertemu dengan empat belas KJOGers dan tentunya senyuman yang tak pernah lepas dari bibir karyawan Swiss-Belhotel. Hotel yang mulai beroperasi pada awal bulan Desember 2016.

            “Silahkan regristasi dahulu dan menikmati welcome drink,” sapa wanita cantik dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibir.

            Usai regristasi, mata ini bukannya tertuju pada minuman dan makanan kecil yang telah disiapkan pihak hotel tetapi mata malah membawa kaki untuk bekeliling melihat-lihat dan mengabadikan moment pergantian hari dari Chadis Roof Top Bar, tempat paling atas dari Swiss-Belhotel. Jadilah welcome drink untuk sementara dicuekin guna mengambil gambar lewat kamera pocket.

            Betul seperti yang diinfromasikan Swiss-Belhotel Jogjakarta, ini merupakan tempat yang luar biasa untuk menikmati matahari terbenam atau menikmati pemandangan kota Jogjakarta. Walau kami harus berebut dengan mendung untuk mengabadikan matahari yang akan tidur setelah seharian berusaha menyinari kota Jogja. Namun KJOGers nampaknya tidak mau kalah dengan hujan dan mendung untuk mengambil gambar indahnya matahari perlahan berangkat keperaduannya.

            Sepertinya tidak ada kata menyerah bagi kelima belas Kompasianers Jogja yang memiliki berbagai latar belakang pendidikan, usia serta topik kegemaran menulis. Mereka sibuk dengan kamera dan smartphonenya untuk mengabadikan segala sesuatu yang ada disekitar Chadis Rooftop and Pool Bar. Sampai-sampai beberapa kali tawaran welcome drink dibalas dengan anggukan kepala atau jawaban singkat,  “Oh, iya…”.

dok pribadi

            Setelah acara seremonial, berupa ucapan selamat datang, sambutan dan perkenalan dari pihak management Swiss-Belhotel, komplit dengan stafnya. KJOGers mendapat kesempatan  melakukan tour hotel yang dipandu oleh bagian sales marketing. Ada Leon, Dita, Novi dan Wella yang cantik-cantik.

            Malam itu KJOGers mendapat keesempatan untuk showing room dari tipe Deluxe room, Grand Deluxe room, Executive suite  dan Business suite milik Swiss-Bel Hotel Jogja. Jumlah total ada 121 kamar dimana gaya interior kamar diadaptasi dari gaya klasik kolonial. Tujuannya agar tamu mudah mengingat kesan dan kenyamanan saat menginap di Swiss-Belhotel Jogjakarta.

            Jujur, hotel ini terlihat kecil namun dari hal tersebut malah mendapat rasa kedekatan yang menumbuhkan kesan keakraban antara tamu yang satu dengan tamu yang lain dan tentunya dengan karyawan hotel juga.  Sapaan ramah antar sesama tamu saat bertemu di koridor hotel atau di dalam lift menjadikan hotel ini terasa nyaman untuk menjadi alternatif pilihan wisatawan saat menginap di Jogja.

            Nuansa kamar-kamar di Swiss-Belhotel Jogja didominasi warna lembut seperti warna krem, coklat dan abu-abu yang membuat orang betah untuk tinggal di dalam kamar apalagi dengan berbagai fasilitas yang telah disiapkan. Seperti televisi LCD dengan saluran internasional, akses internet dengan kabel atau Wi-Fi yang dapat di akses di area umum seperti di loby serta kotak penyimpanan pribadi yang ada di dalam setiap kamar. Semakin memberi rasa aman dan nyaman tamu meninggalkan barang berharganya saat berpergian menikmati berbagai obyek wisata di Jogja.

www.swiss-belhotel.com

            Di lantai enam ada ruangan yang dindingnya terbuat dari kaca. Ruangan Kahyangan Lounge demikian sebutannya, merupakan tempat yang kedap suara, terbebas dari gangguan dari luar karena tempat ini merupakan tempat yang pas untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi dan keseriusan.

            “ Sssst….., ruangan ini kedap suara lho.”

            Oleh karena itu anak-anak dilarang memasuki ruangan ini guna menjaga ketenangan yang ada dalam ruangan.

            Tamu dapat memanfaatkan ruangan ini untuk melakukan aktivitas pribadi yang membutuhkan konsentrasi dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti membuat tulisan, laporan atau membaca.

            Hotel ini memiliki beberapa ruang pertemuan yang mampu menampung 50 sampai 150 orang yang terletak di lantai dua, yang dapat dipergunakan untuk pertemuan bisnis atau kegiatan pesta perayaan pernikahan. Untuk menuju ruang pertemua tersedia tangga dan lift.

            Tidak terasa tour hotel berakhir di lantai satu namun bukan berarti kegiatan di Swiss-Belhotel Jogja selesai karena tiba saatnya KJOGers menikmati makan malam di Swiss Cafe  Restaurant, waiter dan waitress telah menunggu di pintu masuk café.

dok pribadi

            “Selamat malam, silahkan….,” sapa mereka ramah ditambah senyuman yang membuat malam minggu di Swiss-Bel Hotel terasa gimana….

            Lagi-lagi KJOGers berebut mengambil makanan. Eh, gambar di dalam restoran. Tidak hanya waiter dan waitress yang mempersilahkan kami untuk segera mengambil makanan tetapi juga sales marketing yang sejak petang menemani kami melakukan tour promotion hotel, untuk segera mencicipi aneka menu makan malam yang telah tersedia.

            “Silahkan sambil dicicip makanannya,” kata mereka berkali-kali.

dok pribadi

            KJOGers rupanya tidak ingin melewatkan aneka sajian makanan di atas meja dengan melakukan aksi mengambil gambar atau foto. Dan mengabadikan aksi para chef yang sedang memasak di dapur, yang dapat dilihat langsung dari meja makan di  Swiss Café Restaurant. Karena antara dapur dan ruang makan sebagian tembok pemisahnya diganti  dengan kaca sehingga makana yang kita pesan cara memasaknya dapat dilihat secara langsung.

dok pribadi

            Restoran  letaknnya bersebelahan dengan lobby hotel menjadikan dinner  terasa istimewa, sambil menikmati makan mendapat hiburan pertunjukan tari yang diambil dari penggalan kisah Ramayana. Walau durasi tarian hanya sekitar sepuluh menit, suasana ke khasan Jogja menjadi sangat terasa di dalam Swiss-Belhotel.

foto: Ardian Kusuma

            Belum usai menikmati makan malam, dari lobby sudah terdengar alunan musik kroncong yang membuat suasana malam minggu begitu hangat bersama Kompasianers Jogja ditambah sales marketing Swiss-Belhotel Jogja yang cantik-cantik.

            Lagu kroncong mengalun lembut dari bibir mbak yang berbaju kuning sementara pemain musiknya memakai baju tradisional khas Jogja lengkap dengan blangkonnya. Dan Malam di Swiss-Belhotel semakin berkesan, membuat betah  tetap duduk di restoran atau lobby hotel untuk menikmati lagu-lagu barat tahun 1960an yang dinyanyikan dengan irama kroncong.

            Sebagaimana seorang bapak yang terlihat betah duduk sendiri di kursi lobby menyaksikan dan menikmati aksi pemusik yang membawakan lagu-lagu kroncong. Sesekali terlihat kakinya bergerak mengikuti lagu  “Carol” yang dipopularkan oleh Neil Sedaka.

            ………Oh! Carol, I am but a fool

                        Darling I love, now you though you treat me cruel

                        You hurt me and you made me cry

                        But if you leave me, I will surely die

                        Darling, there will never be another

                        Cause I love you so,

                        don’t ever leave me,

                        Say you’ll never go

                        I will always want you for my sweetheart

                        No matter what you do

                        Oh! Carol, I am so in love with you………

dok pribadi

            Tidak terasa malam semakin larut dan rasanya berat untuk meninggalkan Swiss-Bel Hotel dengan keramahan dan keakrabannya. Andai aku menginap di Swiss-Bel Hotel, keramahan dan keakraban tentu akan membawa tidurku pada mimpi yang indah.  


Senin, 22 Juni 2020

Belajar Pahami Hutan Lewat Pohon

(Foto: koleksi pribadi)

Sebagian orang begitu meremehkan perubahan iklim yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Padahal dengan perubahan itu, alam berusaha untuk berkata-kata kepada manusia. Alam ingin pesannya tidak hanya didengar tetapi juga ditanggapi lewat tindakan atau perbuatan.

Sulitkah merasakan perubahan iklim yang terjadi disekitar kita? Perubahan musim yang terjadi sepanjang tahun antara panas dan dingin. Barangkali mengurangi kepekaan kita akan perubahan terkait dengan iklim secara lokal, regional atau global.

Akibatnya tidak sedikit diantara kita yang harus melihat sebuah area luasnya sekitar 2,5 km persegi dengan sejumlah pepohonan besar, tinggi dan lebat. Bernama hutan, hilang diganti dengan pemukiman, gedung tinggi berupa apartemen atau perkantoran. 

Dengan demikian tidak perlu waktu lama merasakan perubahan iklim. Mulanya sejuk terlihat asri menjadi terasa panas dan nampak gersang. Sebaiknya jangan berharap sampai melihat hal itu terjadi. Jika tidak ingin menyesali diri, yang tidak mampu melakukan sesuatu untuk menjaga kelestarian hutan dan lingkungan beserta segala isinya.

Tidak jarang kesadaran akan pentingnya mempertahankan dan menjaga hutan terlambat. Hutan secara perlahan berubah menjadi kawasan pemukiman. Diisi gedung tinggi bertingkat untuk perkantoran, mall atau apartemen, serta kegiatan ekonomi lainnya. 

Matahari menjadi lebih leluasa mengirim sinarnya sehingga dengan mudah menaikkan suhu tanah. Atap dan tembok gedung, mudah memantulkan sinarnya kesana kemari. Sehingga menjadikan iklim atau suhu sekitar kawasan tersebut menjadi lebih panas.

Mengapa kita tidak belajar peduli dengan perubahan iklim lewat sesuatu yang sederhana. Dimulai dari dekat rumah dengan merasakan perbedaan suhu atau suasana sekitar rumah. Antara ada pohon dan tidak ada pohon di sekitar rumah.

(Foto: koleksi pribadi)

Sebagian besar orang pernah mendapat pengalaman sejuknya udara dan merasakan semilirnya angin yang berhembus. Saat berada di dekat sebuah pohon. Satu pohon mampu menyadarkan sebagian orang untuk peduli dengan lingkungan karena mengerti dan sadar. Kehadiran satu pohon di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, sangat bermanfaat. Apalagi jika sampai belasan atau puluhan jumlahnya dalam satu area.

Saat orang mulai jarang bertemu dengan pohon. Saat merasa kegerahan dan kepanasan. Orang biasanya baru menyadari perlunya kehadiran pohon. Atau sebaliknya, dimana kebutuhan akan hal yang natural seperti kesejukan. Dapat diganti dengan alat modern seperti pendingin ruangan. Lewat gambar-gambar pohon, pemandangan dengan lingkungan yang asri, dipasang di dnding atau tembok rumah, tempat kerja, hotel atau ruang pertemuan. Termasuk di layar laptop serta telpon pintar. 

Orang merindukan kehadiran hutan kemudian berhalusinasi akan keberadaan hutan lewat gambar-gambar. Dampak deforestasi, menjangkiti sebagian orang sebagai sebuah penyakit sosial. 

Deforestasi adalah istilah untuk menyebut sebuah aktivitas atau kegiatan di kawasan atau lingkungan hutan dengan melakukan penebangan secara besar-besaran. Sehingga ada yang menyebut deforestasi ini merupakan penggundulan hutan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan deforestasi sebagai penebangan hutan di areal hutan dimana pohon-pohonnya ditebang habis, kemudian lahannya digunakan atau diubah fungsinya. Seperti untuk pertanian, peternakan, pemukiman.

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/ Menhut II/ 2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, tegas menyebutkan yang dimaksud deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.

(Foto: koleksi pribadi)

Penyakit Generasi Instan, Berhalusinasi tentang Hutan
Dapat dibayangkan bagaimana dampak hilangnya sejumlah pohon atau tanaman di sebuah kawasan yang jumlahnya tidak sedikit. Sementara itu, saat pohon jambu di halaman rumah kita. Pohon mangga atau pohon rambutan yang terletak di depan rumah ditebang, memberikan efek perubahan suhu disekitar rumah. Kita menjadi sering mengeluh kepanasan. 

Berhalusinasi akan keberadaan hutan di tengah-tengah lingkungannya namun tidak melakukan aksi atau tindakan apapun demi menjaga, merawat atau menghadirkan hutan secara nyata. Baik di dekat atau jauh dari kota tempat tinggalnya. Kebijakan menghadirkan hutan kota pun nampak ogah-ogahan.

Deforestasi tidak hanya mempengaruhi perubahan iklim tetapi juga perubahan sosial ekologis dan sosio kultural yang menimbulkan berbagai gesekan kepentingan antar mahluk hidup. Demikian pula dengan tanah atau bumi akan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di atasnya. Baik atau buruk dampaknya ? Bumi yang akan menjawabnya. 

Manakala tinggal di atas bumi menjadi kurang nyaman karena terlalu panas atau terlalu dingin. Bumi sejatinya sedang menjawab segala perilaku manusia terkait kepeduliannya dengan masalah lingkungan hidup. Bumi memberi imbal balik sesuai apa yang kita perbuat.

Bumi akan memberi hal yang baik manakala kita menanam dan merawat satu pohon di dekat rumah, tempat kerja atau kantor. Terlibat dalam proses pertumbuhan sebuah pohon, sekaligus terlibat nyata dalam melestarikan lingkungan hidup.

Tapi rasanya itu hanya mimpi ditengah gelombang budaya instant yang sudah merasuk diberbagai kehidupan masyarakat. Sebuah mimpi yang dulu pernah kami lakukan dalam komunitas peduli lingkungan bernama Seribu Daun.

Mimpi menanam dan membagikan bibit pohon mahoni agar ditanam di sisi kanan kiri jalan. Apakah jalan perkampungan, jalan di desa atau jalan raya yang ramai oleh lalu lalang kendaraan. 

(Foto: koleksi pribadi)

Inspirasinya saat melewati kawasan Kotabaru Yogyakarta yang terkesan adem banyak pohon tanjung, beringin dan mahoni. Kerap terdengar kicauan burung kutilang di antara pepohonan yang tumbuh di sekitar jalan utama di salah satu kawasan yang cukup padat di Yogya. Tidak jarang melihat burung perkutut atau derkuku bebas turun ke jalan beraspal atau halaman kantor yang berumput, seperti mencari sesuatu. 

Hal itu menginspirasi kami untuk mengumpulkan dan memanfaatkan biji pohon mahoni, untuk dijadikan bibit. Hasilnya bibit mahoni siap tanam. Tapi mengajak orang peduli lingkungan dengan menanam pohon mahoni  bukan perkara mudah. Pada akhirnya bibit tersebut kam bagikan ke mahasiswa yang sedang melakukan kuliah kerja nyata atau KKN di sebuah daerah masih di wilayah Yogyakarta.

Ingin rasanya mengumpulkan biji-biji mahoni  kembali, dengan harapan setelah jadi bibit dapat dibagikan ke sekolah, kantor atau tempat publik lainnya. Tapi apakah sekolah-sekolah masih memiliki lahan guna memberi kesempatan pohon tumbuh ? Memberi kesempatan siswa untuk menikmati dan memahami arti kata teduh dan sejuk dari pohon. Bukan dari alat pendingin ruangan atau AC. Supaya mereka lebih paham akan hutan.

Paham bahwa udara bersih itu salah satunya dari pohon dan teman-temannya yang bergerombol di suatu area atau kawasan yang dinamakan hutan. Alangkah akan lebih mudah orang memahami pentingnya hutan dan udara bersih jika di tiap kota memiliki hutan kota.

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini

Minggu, 12 Januari 2020

Lewat Kak Mici, Pesan Disampaikan

(foto:healthline)
Berkontribusi tidak cukup hanya aktif dan berperan dalam memberikan gagasan atau pemikiran untuk sebuah kemajuan, tetapi terlibat dalam perubahan secara nyata. Lewat sumbangsih kegiatan, dalam bentuk bantuan sarana prasarana ataupun finansial.

Berkontribusi dalam pembangunan tidak harus selalu diukur dengan sesuatu yang dapat ditangkap oleh mata, dirasakan hasilnya seketika. Seperti keberadaan sarana prasarana transpotasi, kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Itu tidak salah, tetapi jangan sekali-kali memandang remeh kontribusi  dalam meningkatkan sumberdaya manusia. Walau tidak dapat dirasakan langsung, sebab membutuhkan waktu serta proses untuk menikmati hasilnya.

Pendidikan sumberdaya manusia bertujuan menyiapkan masa depan yang lebih baik. Dunia ini dibangun oleh orang--orang yang memiliki mimpi dan kemampuan berpikir secara visioner. Mengatasi kekinian, menggunakan nalar secara komperhensif dalam menghadapi serta menyelesaikan persoalan.

Pemikirannya tidak terpaku pada masa sekarang dan berdimensi tunggal tetapi menyeluruh. Semua aspek yang mempengaruhi dan terpengaruh oleh keputusannya, dipertimbangkan secara masak dan matang.

(foto:the Jakarta post)
Bumi harus dijaga
PT. Freeport Indonesia, perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan dengan cara mengekplorasi bumi. Memahami bumi harus dijaga. Kekayaan bumi sejatinya bukan sesuatu yang gratis, tinggal ambil, eksplorasi begitu saja.

Ada saatnya diberi ada masanya memberi. Alam membiarkan dirinya untuk dimanfaatkan manusia. Tetapi pada masanya alam menuntut pertanggungjawaban.

Untuk itulah Freeport Indonesia menyiapkan sumberdaya manusia masa depan yang menghargai alam, lingkungan dan sesamanya lewat pendidikan. Sebagai salah satu bentuk kontribusi nyata bagi Papua dan sumbangsih bagi negeri Indonesia.

Memilih bukan perkara mudah, sebagaimana menentukan pilihan memberi kesempatan kepada beberapa warga asli Papua untuk mengenyam pendidikan di luar negeri guna meningkatkan kualitas diri. Agar kontribusi PT. Freeport Indonesia memiliki efek domino bagi kemajuan Papua.

Salah satu pilihan jatuh pada Mici Eka Wontini Maniagasi guru bahasa Inggris di Jayapura. Berkesempatan menimba ilmu di Northern Virginia Community College, Virginia untuk mempelajari seluk beluk tentang pendidikan anak usia dini atau PAUD.
(Foto;PT.Freeport)
Menentukan apa dan siapa yang dipilih untuk ikut terlibat langsung dan nyata bagi kemajuan Papua, sesuatu yang tidak gampang. Kebermanfaatan kontribusi dari PT. Freeport Indonesia benar-benar dipikirkan supaya memiliki efek jangka panjang bagi Papua dan warganya.

Pendidikan dini sejatinya merupakan dasar atau landasan bagi pendidikan selanjutnya. Termasuk bagaimana anak sejak awal dibiasakan untuk menghormati dan menghargai orang lain sebagai sesama manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama.

Peraturan Pemerintah no 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 61 dan 62. PAUD berfungsi mengembangkan potensi anak secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan sesuai dengan tahap perkembangannya. Agar siap memasuki pendidikan selanjutnya.

Tujuan PAUD membentuk peserta didik  menjadi manusia yang berkepribadian luhur, berakhlak mulia. Tidak hanya cakap tetapi juga kritis, kreatif dan inovatif. Lewat pendidikan dini mereka dipersiapkan agar menjadi pribadi-pribadi yang percaya diri, sehingga kedepannya menjadi warga negara yang demokratis, bertanggungjawab dan mandiri.

Upaya mengembangkan potensi kecerdasan anak-anak sejak lahir sampai enam tahun, lebih mengutamakan terciptanya lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Artinya, yang menggembirakan akan membawa kesan mendalam sehingga pesan-pesan yang diterima akan lebih mudah diingat dan lama tinggal dalam pikiran atau ingatan anak.

(foto:aminef.or.id) 
Mengirimkan Mici Eka Wontini Maniagasi untuk memperdalam ilmu tentang pendidikan anak usia dini atau PAUD, seperti menyiapkan kemandirian masyarakat Papua agar menjadi warga negara yang kritis, kreatif, demokratis dan bertanggung jawab dalam 15 sampai 20 tahun ke depan.

Kontribusi PT. Freeport Indonesia terkait masalah pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, salah satunya lewat Mici Eka Wontini. Merupakan bukti bahwa berkontribusi itu tidak hanya sebatas pada ide atau gagasan. Tetapi juga terlibat dalam mewujudkan gagasan-gagasan baik tersebut.

Mimpi Kak Mici
Freeport Indonesia menjadikan Mici seperti garam atau ragi bagi warga Papua, khususnya di sekitar Jayapura. Namun bukan berarti hasil pendidikan yang didapat Mici, hanya untuk warga sekitar Jayapura. Ilmu dan pengetahuan yang diperoleh Mici disebarkan ke daerah-daerah lain lewat pendidik atau pengajar lain, yang memperoleh transfer ilmu dari Mici. Dengan demikian kebermanfaatan ilmu pengetahuan yang dipelajari Mici dapat dirasakan bagi banyak orang.

Sebagaimana diungkapkan, nanti dirinya ingin membuka workshop kecil untuk ibu-ibu muda tentang cara mengurus anak dan memberikan pengetahuan mengapa pendidikan itu penting dan harus dimulai sejak usia dini.

Apa yang ingin dilakukan Mici memang nampak sederhana. Namun dari hal sederhana itu, letak dasar pondasi pembangunan untuk Papua. Dimana keberhasilan pembangunan diawali dari keluarga.

Kontribusi Freeport untuk masyarakat  terbilang banyak jumlahnya. Di sektor pendidikan selain mengirim pemuda Papua untuk belajar berbagai macam ilmu ke luar negeri dan beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.  Freeport Indonesi juga memberikan aneka macam pelatihan agar warga Papua lebih berdaya secara ekonomi dan terlibat langsung dalam pelestarian alam.

Belajar ilmu, pengetahuan dan aneka budaya (foto:ko in)
Ribuan pemuda mendapatkan pengetahuan terkait kesadaran lingkungan sehingga diharapkan mereka menjadi duta-duta lingkungan. PT. Freeport Indonesia menjalin kerjasama dengan berbagai instusi untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan berbagai kegiatan. Seperti penerbitan buku tentang lingkungan dan keanekaragaman hayati serta melepaskan satwa ke habitat alaminya.

Untuk memberdayakan warga, Freeport Indonesia memberi perhatian kepada nelayan di berbagai desa di Papua dengan melakukan pelatihan, memberi bantuan bibit, pendampingan cara bercocok tanam. Termasuk bantuan ketrampilan mengelola peternakan ayam agar dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan terbuka kemungkinan serta kesempatan meningkatkan perekonomian keluarga warga Papua.

Kontribusi Freeport tidak kecil dan  skalanya tidak lokal. Tidak cukup menceritakan sumbangan Freeport untuk warga Papua dalam waktu semalam atau dalam satu tulisan. Belum perannya dalam pembangunan sejumlah infrastruktur, sarana prasarana kesehatan seperti rumah sakit lengkap dengan peralatan medis dan ambulans.

(foto:PT.Freeport Indonesia)
Sarana prasarana pendidikan, seperti pendirian Institut Pertambangan Nemangkawi dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga profesional di pertambangan yang dikelola Freeport Indonesia. Namun semua itu tidak akan ada artinya jika tidak terbentuk sumberdaya manusia yang cakap, kreatif, inovatif dan rendah hati.

(foto:richarderari.wordpress.com)

Sikap rendah hati dapat tertanam dan akan menjadi karakter kepribadian seseorang sepanjang hidupnya jika diajarkan sejak masih anak-anak. Masih di usia dini sampai usia enam tahun. Pesan orang bijak yang pernah disampaikan ratusan tahun lalu mengatakan, "Makin besar engkau, makin patut engkau rendahkan dirimu."

Mici Eka Wontini Maniagasi sebelum berangkat memperdalam ilmu PAUD, memiliki mimpi yang sederhana. Jika sudah menyelesaikan studinya, Mici ingin membuka workshop kecil untuk ibu-ibu muda tentang cara mengurus anak dan memberikan pengetahuan serta penjelasan tentang pendidikan anak sejak usia dini itu sangat penting.

Penting juga mengajarkan sikap rendah hati. Iya khan, kak Mici ?
















Itsmy blog

 It's my mine