Minggu, 22 September 2019

Aksi Sederhana Membudayakan Kegiatan Literasi di Keluarga dan Kampung

(Foto:berdikaribook) 
Literasi itu tidak sebatas pada kegiatan membaca, merenungkan dan memahami teks cetak atau digital sehingga menjadi bagian pengetahuan yang ada dalam diri. Tetapi berlanjut pada upaya mengembangkan potensi tersebut dalam bentuk nyata yang bermanfaat bagi sesama dan lingkungan sekitar.

Membaca kata literasi, ingatan ini langsung dibawa ke masa sewaktu umur masih  sepuluh tahunan. Liburan sekolah di rumah atau di rumah nenek. Kala itu musim kemarau, ingin main ke rumah sepupu, malas karena terik matahari yang membuat jalanan berdebu dan panas.

Berdiam diri di rumah merupakan pilihan tetapi rasa bosan menjadi musuh utama. Untuk mengatasinya saya membongkar rak buku., yang koleksinya tidak pernah bertambah. Mencari buku dengan harapan ada halaman yang belum pernah dibaca.

(Foto: Tribunnews/floblamor)
Buku yang kami miliki umumnya buku lama atau majalah bergambar seperti komik. Ada juga buku tidak bergambar, dalam satu buku kurang dari sepuluh gambar. Dikemudian hari saya baru mengetahui, buku itu dinamakan novel.

Mengawali dari buku
Buku itu milik ibu yang jadi satu dengan majalah, buku resep dan beberapa buku-buku milik bapak yang isinya terkait dengan pekerjaannya. Waktu itu saya sering membuka-bukanya walau tidak tahu apa maksud dan isi buku itu. Saya cukup puas dengan melihat gambar-gambarnya. Tentang teknik beladiri dan tafsir mimpi plus angka-angkanya.

Kegiatan bongkar-bongkar buku menjadi kegiatan rutin saat memasuki liburan sekolah, jika tidak ada teman untuk diajak bermain karena mereka pergi atau karena cuaca panas. Membuka-buka, membaca ulang hingga hafal isi ceritanya.

Dari sekian buku lama di rumah, ada buku atau majalah pengetahuan populer yang belum saya mengerti isinya. Buku itu biasanya nenjadi teman pengantar tidur, saat siang atau malam. Walau ibu sering marah mengetahui saya membaca sambil tiduran.

(foto:pixabay)
Kebiasaan itu terus berlanjut sampai saya duduk di kelas satu Sekolah Menengah Pertama. Saat itu saya baru memahami isi novel cerita anak dengan meminjam di perpustakaan sekolah.

Keberadaan buku-buku lama yang sudah lusuh sampulnya, secara tidak sengaja menjadikan saya gemar membaca buku. Saat memasuki usia remaja, saya kerap menyewa komik atau membeli majalah remaja.

Seturut perkembangan umur, kemampuan saya dalam memahami aneka macam buku semakin bertambah. Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Umum, saya gemar berkunjung ke perpustakaan daerah. Disana saya seperti menemukan kepuasan tersendiri, hampir semua buku menggoda.

Setiap usai pelajaran sekolah khususnya Jumat dan Sabtu, berkunjung ke perpustakaan seperti kewajiban yang tidak dapat ditawar.  Apakah saya seorang kutu buku ? Entahlah.

Perpustakaan (foto: ko in) 

Literasi adalah......
Saat ini muncul istilah literasi yang artinya kegiatan bukan sekedar membaca teks dalam bentuk tulisan cetak atau digital. Literasi itu bagian dari aktivitas intelektual seseorang dalam rangka mengembangkan kemampuan akal budinya, supaya menjadi mahluk yang beradab dalam memaknai zaman dengan berbagai perubahannya.

Kemampuan seseorang dalam membaca tanda-tanda zaman tidak mungkin didapat dalam semalam, hanya membaca satu buku sampai selesai halamannya. Sebab kegiatan literasi itu tidak cukup dengan membaca.

Unesco mendefinisikan literasi sebagai kemampuan mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, membuat, berkomunikasi dan menghitung dengan menggunakan bahan tertulis cetak atau digital yang terkait dengan berbagai konteks.

(Foto:slideplay)
Kegiatan literasi melibatkan rangkaian pembelajaran, yang memungkinkan setiap orang atau individu mampu mencapai apa yang menjadi tujuan terkait dengan pengembangan pengetahuan serta potensi diri. Supaya dapat terlibat dan berpartisipasi dalam komunitas baru lingkungan dimana dirinya tinggal serta berada.

Kegemaran saya membaca berlanjut mendorong saya untuk mengeluarkan pergolakan pikiran serta perasaan dalam sebuah tulisan. Walau awalnya hanya dalam bentuk puisi-puisi cengeng atau galau.

Keberadaan buku-buku tua di rak waktu itu yang sering saya baca berkali-kali pada masa kecil. Menyadarkan saya untuk menyempurnakan, bagaimana cara menumbuhkan kegemaran membaca pada anak-anak saya. Mengingat hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai lembaga nasional atau internasional minat baca kita sangat rendah.

(foto:Tirto)
Tujuh tahun lalu, Unesco merilis data dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya satu yang memiliki minat baca. Bahkan di tahun 2015 skor membaca pelajar Indonesia menurut data Program for Internasional Student Assessment berada di urutan 69 dari 76 negara, respondennya anak-anak sekolah usia 15 tahun.

Saya terbiasa meletakkan berbagai macam buku di atas meja kerja. Bahkan terkadang di tempat tidur sehingga siapa saja yang ada di rumah dapat melihat buku apa yang sedang saya baca. Baik sebagai pengantar tidur atau mengisi waktu luang di rumah. Tujuannya untuk memberi contoh pada anak-anak supaya gemar membaca.

Buku (foto:ko in)
Itu adalah salah satu cara bagaimana menumbuhkan #literasikeluarga. Sebab kegiatan literasi bukan hanya sekedar membaca tetapi juga kemampuan untuk mengembangkan potensi diri.

Peran di keluarga 
Beberapa hal yang saya lakukan di keluarga diantaranya:
  • Pertama, memberi contoh untuk gemar membaca. Selalu mengisi waktu luang dengan membaca, frekuensi membaca buku lebih banyak dibandingkan dengan waktu untuk menonton televisi atau sibuk melihat layar smartphone.
  • Kedua, sering mengajak anak berkunjung ke perpustakaan dengan cara menunjukkan koleksi perpustakaan dan menjadi anggota sehingga memudahkannya untuk meminjam buku yang disukai atau digemari.
  • Ketiga, sesekali mengajak anak untuk belanja buku di toko buku. Apalagi saat ada pesta diskon membiarkan anak untuk memilih buku-buku yang disukai.
  • Keempat, jika anak menunjukkan rasa malas membaca, saya terbiasa menawarkan diri pada anak-anak untuk dipinjamkan buku jenis apa di perpustakaan.
Dari kebiasaan memperhatikan kesenangan jenis buku yang kerap dilihat atau dipinjam anak, saya menjadi mengerti buku apa yang menjadi kesukaannya. Buku tentang hewan dan bintang kerap menjadi tujuan pertama yang dicari saat di perpustakaan atau toko buku.

Maka saat dia kebingungan dalam menentukan jurusan atau fakultas yang menjadi pilihan untuk melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Saya dengan mudah memberikan tiga tawaran kepadanya. Fakultas Peternakan, Kedokteran Hewan atau Kehutanan. Rupanya dia cenderung memilih pilihan terakhir setelah berdiskusi cukup lama.

Saat ini dia sedang menyelesaikan kuliahnya di fakultas kehutanan ditambah dengan kegemarannya dalam memelihara beberapa hewan reptil seperti ular dan iguana, tidak ketinggalan kura-kura.

Iguana (foto:ko in)
Ular hias peliharaan anak (foto: Ady)
Dengan hobinya itu dia aktif dalam berbagai komunitas penggemar reptil dan belajar menjadi intepreneuer dengan teman-temannya. Maka literasi bukan sekedar kemampuan membaca tetapi juga kemampuan untuk mewujudkan potensi diri.  Syukur kalau dia dapat mendokumentasikan kegiatan serta pengalamannya dalam bentuk tulisan atau gambar.

Komunitas penggemar reptil (foto:Ady)
Guna mengembangkan budaya literasi dalam keluarga yang dibutuhkan adalah contoh atau teladan bukan sekedar kata-kata. Maka tidak ada salahnya orang tua mulai mendokumentasikan pengalaman hidup anak-anaknya dan dirinya dalam bentuk teks atau gambar. Tulisan atau video sebagai sarana pembelajaran yang efisien bagi generasi selanjutnya.

Peran di masyarakat
Bagaimana peran saya sebagai dalam mengembangkan budaya literasi di masyarakat terdekat? Mari bersama mengawali dengan membangkitkan kesenangan membaca buku di lingkungan tempat tinggal. Membentuk perpustakaan di kampung atau desa dengan sasaran utama anak-anak. Menjadikan buku #sahabatkeluarga, langkahnya:
  • Pertama, menyediakan sarana serta prasarana seperti tempat dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Tidak harus baru tetapi yang masih dapat digunakan atau manfaatkan. Tempat dapat mengoptimalkan balai pertemuan RT atau pos ronda.
  • Kedua, penyediaan buku dapat bekerjasama dengan perpustakaan daerah, dimana kita dapat meminta sumbangan buku sesuai kebutuhan untuk mengisi koleksi  buku di balai RT atau pos ronda. Tidak sedikit perpustakaan yang dikelola pemerintah daerah menerima sumbangan buku bekas dari masyarakat dalam bentuk bank buku. Sehingga buku tersebut dapat disalurkan kembali ke masyarakat yang membutuhkan.
  • Ketiga, menyusun jadwal bersama agar anak-anak di kampung mempunyai waktu yang sama untuk mengunjungi perpustakaan desa atau kampung. Apakah anak-anak akan didampingi orang tuanya atau datang sendiri tergantung perkembangan kemandirian anak.
  • Keempat, di periode waktu tertentu membuat kegiatan untuk membuat replika benda atau mahluk hidup seperti yang sudah dilihat atau dibaca dari bahan-bahan yang ada di sekitar. Kegiatan ini dapat dikoordinasikan dengan kegiatan Paud setempat.
Kegiatan tersebut untuk menumbuhkan minat baca sekaligus belajar mengenali potensi anak-anak, sebagai aktualisasi kegiatan literasi yang dapat menjadi sarana mengenali potensi anak.

Kegiatan Paud (foto: ko in)
Harapannya masyarakat tidak merasa aneh atau asing jika melihat orang lain memiliki hobi atau aktivitas yang unik. Tidak mudah berprasangka buruk melihat sesuatu yang berbeda. Sebab tidak sedikit aktivitas yang tidak umum dapat mendatangkangkan keuntungan, termasuk keuntungan finansial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Itsmy blog

 It's my mine