(Foto: kompas.com) |
Menata Ibu Kota memerlukan keseriusan karena dari sana orang melihat beranda negara. Kesan pertama mesti baik, indah, unik dan menarik sehingga menimbulkan kesan mendalam supaya tidak mudah dilupakan. Oleh karena itu menata kota mesti memperhatikan berbagai macam aspek. Bukan alakadarnya, sekedar pasang, nir pesan dan kesan.
Ibu Kota itu menjadi beranda negeri. Tamu-tamu penting dari berbagai negara yang memiliki pengaruh dalam hubungan bilateral dan kekuasaan di negaranya. Datang dan pergi dalam waktu singkat atau lama. Melihat Indonesia melalui Jakarta, bukannya tidak mungkin dianggapnya sudah melihat Indonesia. Kemudian di kepalanya terlintas sejumlah rencana.
Sebuah keputusan atau kebijakan tidak sedikit terinspirasi oleh peristiwa atau sesuatu yang sederhana. Apalagi jika melihat Jakarta merasakan kesan positif. Bukannya tidak mungkin, kemudian muncul berbagai gagasan pentingnya menggandeng Indonesia untuk bekerjasama yang saling menguntungkan.
Maka cukup mengherankan bila menata kota di salah satu taman di pusat kota dimaknai sebagai aktivitas yang remeh. Hanya.
Jika tumpukan batu yang ditempatkan dalam sebuah keranjang besar terbuat dari sulaman kawat bukan seni. Maka tidak heran jika upaya menghias kota Jakarta tidak terasa ruh estetikanya. Jakarta menjadi miskin akan nilai-nilai keindahan.
Gabion itu tumpukan batu dalam kranjang. Ditata sedemikian rupa memperhatikan nilai-nilai estetika. Keberadaannya bukan hanya fungsional tetapi juga memberi nilai tambah. Supaya lingkungan sekitar gabion menjadi lebih menarik dan indah.
Gabion berbeda dengan bronjong. Gabion memiliki nilai serta fungsi yang lebih dibandingkan dengan bronjong. Oleh karena gabion bukan sekedar hiasan tetapi juga memiliki fungsi mempercantik sebuah tempat atau ruang terbuka. Memperindah taman di komplek perumahan atau taman kota, sehingga membuat kota nampak lebih ramah. Tidak kaku serta monoton.
Karya seni instalasi menjadikan kota memiliki sentuhan rasa tentang keindahan. Bukan sekedar benda atau barang yang mengisi lahan atau ruang kosong.
Apakah Jakarta akan menjadi kota yang dingin dan kaku, kurang ramah terhadap penghuni dan tamu-tamunya ? Apa jadinya Jakarta jika sudah tidak menyandang status sebagai Ibu Kota? Ah, semua berpulang pada warganya.
Artikel ini menghiasi www.kompasiana.com/koin1903
Kepala Dinas Kehutanan dan Pertamanan DKI Jakarta, Suzi Marsita mengatakan instalasi Gabion bukan karya seni seperti Getih Getah karya Joko Avianto. Menurutnya, instalasi Gabion itu hanya sebagai penghias kota menyambut HUT ke-74 RI kemarin. (Merdeka.com/23/8/2019)
Hanya penghias kota. Hanya segitukah menghias kota? Jakarta Ibu Kota negara sampai saat ini masih Ibu Kota. Belum pindah walau sudah diputuskan pilihan kota baru untuk Ibu Kota Republik Indonesia.
Jika gabion bukan seni, tidak heran muncul pro kontra atas keberadaannya di taman yang terletak di pusat kota. Dari dana cukup besar untuk sebuah hiasan yang bukan seni, sampai mempertanyakan maksud serta tujuan membuat hiasan tersebut. Jika gabion tersebut tidak memiliki nilai seni maka apa bedanya dengan bronjong ?
(foto:tebar)
Menghias kota hanya sekedar kewajiban dan tugas. Mengesampingkan sentuhan cita rasa seni. Hasilnya, hiasan taman-taman di Ibu Kota terasa kering. Tidak ada "dialog" yang intim antara bangunan atau benda yang berada di taman dengan mereka yang ada di kota.
Jika tumpukan batu itu bukan seni mengapa ditempatkan di tengah kota. Artinya tumpukan batu itu seperti barang lainnya yang sifatnya lebih mementingkan fungsinya. Tidak harus repot memikirkan unsur harmoni. Bentuk, pesan dan kesan bagi mereka yang melihatnya.
Jika bukan seni maka tumpukan batu dalam kranjang kawat di taman bundaran HI, keberadaannya mestinya fungsional. Seperti menahan longsoran tanah atau tebing di pinggir sungai. Dikenal dengan nama bronjong. Maka kurang tepat meletakkan bronjong di tengah kota. Apalagi tanah taman kota di bunderan HI tidak rawan longsor karena cenderung landai, tidak berbukit. Maka menempatkan bronjong tidak sesuai peruntukannya.
(foto:kebur)
(foto:indiamart)
(foto:Alibaba)
Aneh jika gabion bukan seni tapi hanya sekedar hiasan. Bukankah hiasan itu juga mengandung unsur seni? Atau jangan-jangan selama ini dalam menghias taman kota jauh dari melibatkan citra seni. Sehingga hasilnya terasa kaku, kering atau hambar. Kurang memberi makna bagi warga kota, yang penting sekedar ada.
(foto:detik)
Artikel ini menghiasi www.kompasiana.com/koin1903
Tidak ada komentar:
Posting Komentar