Minggu, 08 September 2019

Namanya Tanjung, Wangi dan Usia Bisa Sampai 100 Tahun


Namanya Tanjung, Wangi dan Usia Bisa Sampai 100 Tahun
Mataram Boulevard (foto: Ko In)

Pertama kali aku datang, jalan-jalan kota ini menyapaku ramah dengan kerindangan. Pohon di kanan kiri jalan seperti memayungiku dari sengatan sinar matahari, saat aku telusuri trotoar. Sayup-sayup aku dengar canda burung dengan suaranya yang riuh. Beberapa diantaranya berkejar-kejaran dengan terbang berpindah dari pohon satu ke pohon lainnya.

Jalan kaki di salah satu kawasan kota,  yang teduh oleh pohon, sungguh terasa menyenangkan. Apalagi ditemani beberapa pohon yang sebenarnya tidak terlalu besar namun tingginya dapat mencapai lebih dari lima belas meter. Bahkan usianya dapat mencapai seratus tahun.  Untuk memeluknya, bisa dilakukan sendiri. Tetapi terkadang butuh satu orang lagi.
Saat aku sampai di kota ini, pohon-pohon tersebut sudah besar. Memberi keteduhan suasana sepanjang jalan. Pohonnya berdiri rapi dan jaraknya teratur. Selalu menyapa ramah saat aku lewat didekatnya, dengan menebar bau wangi dari bunga diantara pucuk-pucuk dahan. Pagi hari, wanginya dapat tercium dari jauh. Ketika berjalan melewatinya menuju tempat pemberhentian bus kota, yang akan mengantarku ke kampus.
Pohon Tanjung di Jl.Atmo Sukarto (foto:Ko In)
Pohon Tanjung di Jl.Atmo Sukarto (foto:Ko In)
Siang hari, pohon-pohon ini seolah ingin mengajak aku berkenalan lewat bantuan tiupan angin yang menerbangkan daunnya mengenai tubuhku, seperti colekan. Atau ingin mengajakku bermain dengan menjatuhkan buahnya yang berwarna kuning atau merah tepat di kepala. Mungkin karena hafal setiap hari aku melewatinya. Baru beberapa langkah sesaat setelah turun dari bus kota.
Terkadang merasa sayang melihat buah pohon jatuh di jalan kemudian dilindas beraneka macam kendaraan. Membuat aspal yang berwarna hitam penuh dengan noktah-noktah kuning dan merah...
Pohon Tanjung sbg pemisah jalur (foto:Ko In)
Pohon Tanjung sbg pemisah jalur (foto:Ko In)
Dikota ini, pohon tanjung memberi aku pelajaran bagaimana menghargai lingkungan dengan segala mahluk hidupnya. Belajar dari pohon tanjung yang lebih dahulu hadir di kota ini, tentang pentingnya arti keteduhan dan kesehatan bagi sebuah kota. Agar burung dan manusia seperti aku, betah dan kerasan untuk tinggal di kota ini .
Ingin sejenak melepas kepenatan dan kesibukan dengan duduk di bawah pohon Tanjung, menghirup oksigen yang dikeluarkan supaya segar pikiran. Setelah cukup, dapat meneruskan aktivitas dengan tubuh yang terasa segar karena telah mendapatkan suplai oksigen yang cukup darinya. Tentu tidak lupa sambil menyegarkan tenggorokan dengan es jaipong.
Ada juga pohon beringin (foto: Ko In)
Ada juga pohon beringin (foto: Ko In)
Aku suka pulang berjalan kaki usai dari kampus atau rumah rekan dengan ditemani pohon-pohon tanjung, yang membelah jalan. Pohon-pohon yang sekaligus berfungsi sebagai pemisah jalan, jalur kiri dan kanan. Kata orang Eropa, jenis jalan itu disebut boulevard.
Jadi teringat lagu lawas yang berjudul sama, Boulevard. Apakah lagu itu terinspirasi dari keindahan lingkungan boulevard atau di boulevard ada cerita yang sentimentil dari pengarangnya Dan Byrd. Ah, entahlah. I don't know.
I don't know why / You said goodbye / Just let me know you didn't go / Forever my love / Please tell me why / You make me cry / I beg you please I'm on my knees / If that's what you want me to //
RefNever knew that it would go so far / When you left me on that boulevard / Come again you would release my pain /And we could be lovers again //
Just one more chance / Another dance / And let me feel it isn't real / That I've been losing you / This sun will rise / Within your eyes / Come back to me and we will be / Happy together//
Ref........Never knew that it would go so far / When you left me..... 
Maybe today / I'll make you stay / A little while just for a smile / And love together / For I will show / A place I know / In Tokyo where we could be / Happy forever //
Ref: .........Never knew that it would go so far / When you left me......

Mataram Boulevard siang hari (foto: Ko In)

Mataram Boulevard siang hari (foto: Ko In)

Pohon tanjung di kawasan Kota Baru, yang jelas tidak akan pernah meninggalkanku tetapi akan selalu merindukanku untuk kembali ke Yogyakarta. Demikian pula dirimu yang pernah lama tinggal di Yogya atau sekedar liburan beberapa hari di Yogya. Rindukan Yogya.
Menikmati suasana Kota Baru dengan banyak pohon Tanjung, seperti di Jl. Suroto malam hari. Terasa bagaimana sebuah kota di rancang secara matang oleh orang Belanda kala itu. Jalan ini pada mulanya bernama Mataram Boulevard kemudian berubah jadi Jl. Widoro karena di sekitarnya terdapat pohon widoro.
Kemudian berubah jadi Jl. Suroto sampai sekarang. Untuk menghargai jasa Suroto yang gugur dalam perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada peristiwa yang dikenal dengan pertempuran Kota Baru (7/10/1945).
Kota Baru Yogyakarta, menurut sejarahnya adalah hasil pengembangan sebuah kota yang dirancang sesuai kebutuhan pertambahan sejumlah penduduk, tanpa meninggalkan aspek lingkungan hidup agar kawasan tersebut dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman.
Jl. Suroto Yogya atau Mataram Boulevard (foto: Ko In)
Jl. Suroto Yogya atau Mataram Boulevard (foto: Ko In)
Bertambahnya jumlah orang Belanda waktu itu, terkait berkembangnya industri gula, perkebunan, dan golongan profesional yang bekerja di bidang perdagangan, kesehatan dan pendidikan yang membutuhkan tempat baru.
Dalam buku Toponim Kota Yogyakarta, pihak Residen Cannes mengajukan permohonan kepada Sri Sultan untuk diberi tempat khusus bagi orang-orang Eropa, lokasinya di sebelah timur sungai Code. Dikenal dengan Nieuwe Wijk atau Kota Baru pada masa sekarang.
Kawasan yg ditata secara matang (foto: Ko In)
Kawasan yg ditata secara matang (foto: Ko In)
Dalam catatan sejarahnya, kawasan Kota Baru Yogyakarta dulu banyak ditumbuhi pohon perindang yang berbau harum bunganya dan pohon buah.
Sisa-sisa bagaimana orang Belanda dalam membangun sebuah kawasan, sangat memperhitungkan aspek lingkungan dapat dilihat dengan halaman luas di rumah, tempat ibadah dan rumah sakit. Dimana ditanami pohon buah atau pohon yang menyebarkan bau harum. Di sepanjang jalan, kanan kiri jalan atau di tengah jalan, sebagai pembatas jalur jalan yang berlawanan arah.
Membangun gedung di negeri tropis, orang Belanda memperhatikan unsur sirkulasi udara dan cahaya. Seperti membuat jendela serta pintu yang besar dan tinggi dengan kaca. Sayang beberapa bangunan tersebut kini nampak tenggelam oleh bangunan baru yang tinggi dan bertingkat.
Rumah di Jl. Suroto (foto:Ko In)
Rumah di Jl. Suroto (foto:Ko In)
Anggrek menemani Tanjung (foto:Ko In)
Anggrek menemani Tanjung (foto:Ko In)
Mataram Boulevard atau Jl. Suroto kini sudah bersolek, sehingga pohon-pohon Tanjung nampak sedap dilihat.  Nampak lebih cantik dan diberi teman tanaman anggrek dan tanaman lainnya.
Sebagai sebuah kawasan, Kota Baru bagaikan sebuah taman kota. Sedikit membantu mengurangi polusi udara kota Yogyakarta, akibat semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Di jam sibuk saat liburan atau usai jam kantor, jalan sekitar Kota Baru selalu padat dengan kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan.
Padat saat weekend (foto:Ko In)
Padat saat weekend (foto:Ko In)
Kehadiran pohon-pohon tanjung di kawasan ini setidaknya dapat mengurangi tingkat polusi sebuah kota. Walau kemampuan pohon tanjung dalam menyerap timbal rendah tetapi cukup tahan terhadap pencemaran udara sehingga tidak mudah rusak atau mati. Tidak heran jika usia tanjung dapat mencapai 100 tahun dan telah direkomendasikan sebagai pohon pelindung perkotaan di seluruh dunia.
Mataram Boulevard malam hari (foto: Ko In)
Mataram Boulevard malam hari (foto: Ko In)
Bagaimana sudah kenalan sama pohon tanjung saat ngadem atau menikmati es jaipong di kawasan Kota Baru Yogyakarta ? Jaga dan sapa dia. Jangan engkau siram dengan kuah sisa bakso atau dipaku untuk menempel poster kegiatan seni dan seminar di kampusmu.
Bisa jadi pohon tanjung itu seusia nenek atau kakek buyutmu.

Pohon tanjung ini berdiri juga di www.kompasiana.com/koin1903

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Itsmy blog

 It's my mine