Jalan sempit (foto:ko in) |
Manakala berpapasan, entah sudah kenal atau belum ada kebiasaan saling menghormati dan menyapa. Cukup dengan anggukan atau sapaan. "Monggo....." Atau ucapan "Nderek langkung..." yang artinya numpang lewat atau cukup dengan mengatakan "Permisi..." saat ada dua orang atau lebih sedang berdiri atau duduk di dekat jalan yang akan kita lewati.
Jalan menuju rumah pengrajin brambang goreng Bertha Rinawati tidak terlalu jauh dari jalan utama di kampung Prawirodirjan, Gondomanan, Yogakarta dan mesti di tempuh dengan jalan kaki. Mobil tidak dapat masuk. Menuju rumahnya jika membawa sepeda motor, mesinnya mesti dimatikan .
Satu lagi, jika belum pernah ke sana mesti mengantongi catatan alamat yang lengkap dan jangan malu bertanya, supaya cepat menemuka rumahnya. Siang itu saya berkesempatan ngobrol ringan dengan Rina, pemilik brand brambang goreng "BuRina" di rumahnya.
Motor dimatikan (foto:ko in) |
Brambang goreng BuRina (foto:ko in) |
Rina membuka ceritanya dengan berkata, "Pada awalnya.....," seperti mengajak saya untuk mundur ke beberapa tahun lalu.Rina bekerja membantu suami yang tidak dapat bekerja optimal karena sakit, sebagai penjual mie instan matang. Rebus atau goreng. Dari situ Rina mengamati pelanggannya makan dengan lahap jika mendapat tambahan brambang atau bawang merah goreng buatannya.
Muncullah gagasan untuk menjual brambang goreng. Namun untuk meraih keberhasilan usaha memang tidak selamanya mudah dan instant. Pengalaman pahit getir telah dialami, dari warung yang tidak membayar barang dagangannya sampai tertipu oleh orang yang memanfaatkan kejujuran dan kekurangan hati-hatiannya saat membawa uang hasil kumpulan jualan brambang.
Untung dan malang itu sama, semua orang pasti mengalami. Perjalanan memproduksi dan menjual brambang setelah sekian lama akhirnya mempertemukan dengan orang-orang yang memberi bantuan yang tulus. Sehingga mempertemukannya dengan beberapa institusi swasta atau pemerintah yang memang memiliki kepedulian kepada UKM seperti Rina.
Brambang Goreng (foto:ko in) |
Potensi lokal menjadi salah satu titik fokus utama dalam mengembangkan usaha toko kelontong modern atau toko kelontong milenial. Pendampingan dan pengetahuan dari SRC menjadi modal utama perubahan tampilan toko kelontong yang kini bernama SRC ACDC milik Sukmawati, yang berada di Jl. Kyai Mojo Yogya.
Transformasi toko kelontong dariwarung yang lekat degan gambaran tempat jualan yang terkesan penuh, tidak enak dipandang, barang-barang tergeletak di sana sini. Tidak tertata rapi. Menjadi toko yang bersih, terang, rapi dan barang jualannya dikelompokkan sesuai jenis kegunaan serta peruntukannya menjadikan toko kelontong SRC ACDC menarik banyak pembeli.
Toko kelontong (foto:ko in) |
Caranya, gantian mendorong para produsen kerajinan lokal untuk memperbaiki kualitas produk dari tampilan, kemasan, ukuran serta rasa jika itu terkait dengan makanan atau minuman. Kedua, menyediakan space khusus untuk memajang atau mendisplay produk-produk lokal. Di toko-toko kelontong SRC dikenal dengan Pojok Lokal, penempatannya langsung mudah dilihat oleh pelanggan.
Pemilik toko kelontong acdc |
Saya harus menempuh perjalanan lebih dari 60 km terlebih dahulu. Dimulai dari Bentara Budaya Yogyakarta menuju toko kelontong SRC Rukun yang letaknya sangat dekat dengan pantai. Setelah melihat bagaimana transformasi toko kelontong yang awalnya hanya menempati teras rumah, setelah bergabung dengan SRC sekitar dua tahun lalu.
Purwanto pemilik toko kelontong SRC Rukun mengorbankan ruang tamu rumah, untuk memperluas tokonya. Padahal Purwanto beberapa kali mendapat tawaran bergabung ke SRC sejak tahun 2013 namun baru tahun 2017 dia memutuskan untuk bergabung.
Toko kelontong Rukun(foto:ko in) |
Perjalanan berliku saya menemui Rina berlanjut dengan menyusuri Jl. Parangtritis kembali ke Yogya dan akhirnya bertemu dengan Rina yang supel pembawaannya. Lebih dari dua jam perjalanan saya untuk menemuinya. Walau sebenarnya waktu tempuh dapat diperpendek hanya sekitar 20 menit dari Bentara Budaya ke kampung Prawirodirjan.
Tetapi kita tidak pernah tahu secara jalan yang apa dan bagaimana kita tempuh dalam kehidupan termasuk usaha atau bisnis. Jika saya. Eh, Rina menemukan jalan brambang goreng diawali lewat jualan mie instan matang.
Jamal dengan produknya (foto:ko in) |
Hampir putus asa menawarkan produk makanan cemilan yang mendapat penolakan untuk titik di warung atau toko-toko. Jika ada yang menerima produknya ternyata banyak tidak laku. Hingga suatu kesempatan yang tidak disengaja, Jamal ketemu dengan Sukma pemilik SRC ACDC.
Dalam beberapa kesempatan Sukma meminta pada Jamal untuk memperbaiki kemasan, ukuran dan rasa dari cemilannya. Berkali-kali, produknya ditolak oleh Sukma karena kurang ini itu. Jamal mengaku sedih saat itu dan jujur mengatakan sempat nangis di jalan usai mendapat kritikan dari pemilik toko kelontong SRC ACDC.
Mendengar cerita tersebut, Sukma terkejut dan meminta maaf sebab tujuannya untuk meningkatkan kualitas cemilan produksi UKM Jamal. Siang itu mereka berdua berada di acara yang sama untuk berbagi pengalaman bagaimana menempuh jalan yang berliku hingga akhirnya dipertemukan dalam komunitas SRC.
Menempuh jalan berliku sudah mereka temukan hasilnya. Jamal kini harus sibuk memenuhi pesanan atau order dari beberapa daerah. Dengan muka cerah Jamal bercerita sedang berusaha memenuhi pesanan dari Tanggerang.
Sukma, usianya yang sudah tidak muda. Parasnya masih nampak cantik dengan menyebarkan semangat berbagi kepada orang-orang di sekitarnya. Demikian pula pesanan brambang goreng BuRina tidak pernah sepi. Dan saya dari hasil menempuh jalan berliku, saat akan pulang dari rumah Rina. Tiba-tiba dia memasukkan satu botol brambang goreng ke tas saya. Benar-benar rejeki menempuh jalan brambang.
Kerja sambilan (foto:ko in) |
Kupas bawang merah (foto:ko in) |
Ingatan saya semakin jelas saat melihat perempuan berusia lanjut cekatan mengupas brambang, seorang nenek yang tinggal tidak jauh dari rumah Rina. Dalam waktu dua jam bisa mengupas 8 kg brambang. Demangat berbagi ternyata tumbuh subur di orang-orang sederhana. Tak terasa mata ini berair saat mengucek mata yang gatal . Rupanya saya lupa cuci tangan usai megenggam racikan brambang di rumah Rina.
Jalan brambang ini ada di juga di jalan www.kompasiana.com/koin1903
Tidak ada komentar:
Posting Komentar