Rabu, 04 April 2018

Mendengar dengan Hati

Mendengar dengan Hati
Seni instalasi, kolam dan bunga (Foto:Ko In)
Hidup itu proses. Kemana dan bagaimana semua orang tidak akan mengerti  titik akhirnya.  Namun hidup itu selalu mambawa makna bagi jiwa agar menjadi pribadi yang dewasa.
Berproses itu artinya bersama menjadi bagian dalam sebuah tindakan, bekerja, berkarya, terlibat langsung untuk mengalami peristiwa yang membuahkan pengalaman secara empirik, rasional serta psikologis. Hasil bukan menjadi satu-satunya tujuan.
brosur kegiatan (foto: Ko In)
brosur kegiatan (foto: Ko In)
Pengalaman berkreasi dengan bahan kaca, kawat, tanah liat dan kayu bagi sebagian orang mungkin sesuatu yang baru. Walau setiap hari mereka menjumpai atau memakainya. Namun manakala dituntut untuk membentuk suatu benda dengan memilki nilai seni dari bahan tersebut. Orang mungkin akan mencari seribu alasan untuk mencoba mengelak dan melarikan diri dari tantangan.
Tetapi tidak demikian dengan sekitar 40 orang yang mengikuti kegiatan Gaia Art Movement  dengan tajuk Hear Art yang berlangsung 24 Maret lalu di Gaia Cosmo Hotel Yogyakarta. Kegiatan berupa  workshop,  hotel design and art tour, artist talk dan diskusi menjadi sarana mengasah rasa, dan akal budi. Kegiatan workshop  seni  diisi oleh seniman Yogyakarta yang karya instalasinya dipajang di sekitar hotel Gaia Cosmo.

Karya Apri (foto:Ko In)
Karya Apri (foto:Ko In)
Workshop berlangsung persis di samping kolam renang, sehingga peserta  dapat melihat salah satu karya seniman milik Apri Susanto yang berjejer di pinggir kolam. Peserta mendapat kesempatan untuk mempraktekkan ilmu yang dieroleh dari senimannya. Merasakan bagaimana merubah tanah liat menjadi keramik yang nampak indah , menyatu dengan lingkungan sekitar. Antara tembok dengan kolam renang sehingga semakin menghidupkan atmosfir sekitarnya.
Apa yang terlihat nampak mudah namun saat peserta diminta untuk membuat karya seni dari tanah liat dengan ukuran lebih kecil. Mereka sadar untuk membuat sebuah karya seni butuh kesabaran, keuletan, serta daya imajinasi yang tinggi.
Karya peserta (foto: Ko In)
Karya peserta (foto: Ko In)
Membuat karya seni bukan hal yang instant semudah membalik tangan, terkadang butuh waktu berhari-hari. Sebuah karya seni tidak dapat dibuat begitu saja. Cukup menyebutkan "sim sala bim", jadilah karya yang diinginkan.
Semua butuh waktu, peserta workshop yang memiliki berbagai macam latar belakang,  mengalami  bagaimanan tidak mudahnya membentuk tanah liat agar menjadi sesuatu yang menarik dan indah dilihat.
Mulut mereka terbuka lebar sambil berkata "Oooo....".  Dengan kedua mata yang juga ikut terbuka lebar saat mendapat penjelasan dari Apri  bahwa hasil karya mereka  belum dapat dikatakan selesai. Karena harus dijemur dan dibakar sehingga membutuhkan waktu beberapa hari.
Usai dijemur tanah lait yang sudah nampak kering masih harus dibakar dengan suhu di atas 300 derajat Celsius. Usai dibakar tidak dapat langsung di sempurnakan karena harus menunggu dingin. Muncul kesadaran diantara peserta workshop bahwa proses itu bagian tidak terpisahkan dari sebuah penciptaan  karya seni.
Tungku Bakar (Foto: Ko In)
Tungku Bakar (Foto: Ko In)
Peserta workshop nampak sangat antusias menikmati kegiatan yang berlangsung di tepi kolam. Mereka tidak hanya belajar berproses merubah tanah liat menjadi keramiki tetapi juga berproses membuat gantungan kunci dari kayu lapis, yang desainnya dibuat sesuai selera mereka sendiri. Dari nama diri atau bentuk yang diinginkan.  
Aktiviitas peserta (Foto: Ko In)
Aktiviitas peserta (Foto: Ko In)
Dedy Shofianto, nampak tekun mendampingi para peserta dan sesekali memberi arahan bagaimana memotong atau memperhalus bentuk kerajinan yang dibuat para peserta workshop. Mereka menerima tantangan untuk membuat desain gantungan kunci yang berbentuk gambar sesuka hati mereka.
Dedy memberi tantangan yang  tidak begitu rumit menurutnya  kepada para pesarta workshop dengan memanfaatkan kayu lapis sebagai bahan dasar utama. Para peserta nampak bersemangat untuk mencoba sesuatu yang baru.
Dari bahan sederhana peserta semakin bertambah pengalamannya terkait masalah keindahan. Indah itu tidak harus membutuhkan sesuatu yang mahal. Tetapi bagaimana memanfaatkan barang yang ada di sekitar seperti kayu agar menjadi nampak indah lewat proses kretif menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi   tinggi.
Karya seni instalasi Dedy dapat di nikmati tidak jauh dari restoran yang ada di lantai dua Hotel Gaia Cosmo. Angsa- angsa terbang yang berarak-arakan diantara awan.
Angsa karya Dedy (foto:Riana Dewie)
Angsa karya Dedy (foto:Riana Dewie)
Ivan Bestari tidak ingin kalah menunjukkan kreatifitasnya kepada para peserta workshop dengan memanfaatkan aneka botol bekas yang terbuat dari kaca untuk dijadikan karya seni yang terlihat sangat eksklusif. 
Dari botol bekas, Ivan menunjukkan bagaimana membuat karya seni yang nampak mewah terbuat dari barang yang dianggap sudah tidak berguna dan sering dianggap sebagai sampah.
8a-jpg-5abf23be16835f786051b576.jpg
8a-jpg-5abf23be16835f786051b576.jpg
memanfaatkan barang bekas (Foto:Ko In)
memanfaatkan barang bekas (Foto:Ko In)
 Karya Ivan ditempatkan di salah satu space khusus di Gaia Cosmo hotel sehingga menambah tampilan hotel yang berada di seputaran Timoho Yogya sangat elegant. Apalagi saat malam hari, karya Ivan mendapat sorotan lampu sehingga muncul efek warna warni dari karya seninya.
Seni instalasi Ivan (foto:Riana Dewie)
Seni instalasi Ivan (foto:Riana Dewie)
Tidak ketinggalan Ludira Yudha ikut memberi tantangan kepada peserta untuk membentuk sebuah karya seni dari kawat. Ketrampilan menjalin kawat yang panjang sehingga terbentuk bulatan seperti bola, ternyata tidak mudah.
Tidak sedikit peserta workshop mengerutkan keningnya dan serius mencoba berkali-kali bagaimana menaklukkan kawat panjang agar dapat menjadi bulat seperti bola.  
Yudha memberi contoh membuat seni dari kawat (Foto:Ko In)
Yudha memberi contoh membuat seni dari kawat (Foto:Ko In)
Karya seni instalasi Ludira tertempel apik di salah satu dinding hotel Gaia Cosmo sehingga tamu yang menginap dapat menikmati karya Ludira Yudha dimana total panjang kawat kira-kira 700 kilometer, jarak dari Yogya ke Solo.
Karya Lusita Yudha dengan kawat (foto:Riana Dewie)
Karya Ludira Yudha dengan kawat (foto:Riana Dewie)
Sementara sebagian peserta workshop sibuk dengan "permainan" baru. Sebagian peserta  lainya diajak melihat karya Dery Pratama yang terbuat dari bahan keras metal atau tembaga.Ukurannya cukup besar sehingga ditempatkan di luar tidak jauh dari restorant . Tamu yang menikmati makanan atau minuman dapat sekaligus menikmati keindahan karya Dery .
bagian karya Dery (foto: Ko In)
bagian karya Dery (foto: Ko In)
Foto: Ko In dan Riana Dewie
Foto: Ko In dan Riana Dewie
Proses kreatif yang penuh tantangan bagi para seniman muda Yogyakarta untuk mempercantik ruang-ruang kosong di hotel agar menjadikan suasana hotel tidak kaku tetapi kaya akan sentuhan seni sehingga memberi kesan tersendiri bagi Gaia Cosmo Hotel.
Karya seni sejatinya tidak hanya memanjakan panca indera. Seni itu bicara dengan rasa. Tinggal bagaimana hati itu mampu mendengarnya. Untuk itu perlu belajar mendengar seni dengan hati,  hear art with heart.

Mendengar dengan hati, melihat dengan hati di www.kompasiana.com/koin1903  

Kamis, 29 Maret 2018

IDNTimes dari Alas Kaki, Listicle sampai Gado-Gado



                                  
                Jujur, saya rindu tulisan seperti  tulisan Ni Nyoman Ayu Suciartini, yang diunggahnya di www.idntimes.com  dengan judul,” Alas Kaki Wanita dan Tentang Harga Dirinya”. Tulisan ini mestinya  menyadarkan siapa saja yang merasa dirinya bangga menjadi bagian dari dunia kekinian.
Dunia yang menggiring  orang menjadi mahluk yang konsumtif, terbuai tampilan  atau pencitraan lewat medsos. Menjadikan dirinya merasa paling mengerti tentang dunia. Berlagak menjadi orang paling benar dan tahu, walau pengetahuannya masih sejengkal. Tetapi perilakunya jauh dari nalar yang sehat dan congkaknya minta ampun.

Alas kaki teman Ayu
Apa yang ditulis Ni Nyoman Ayu adalah realitas perilaku orang-orang yang bangga menyebutnya generasi jaman now. Generasi yang mudah dibujuk oleh aneka macam bentuk pencitraan. Lewat berbagai  atribusi yang menjadikan segala sesuatu nampak manis.                              Ayu mungkin merasa jengah dengan perilaku temannya, sehingga apa yang ditulisnya di www.idntimes.com adalah harapan serta tuntutan  agar orang mampu berpikir secara sehat.
Akal atau nalar mesti dijaga kewarasannya. Selalu diasah supaya tidak tumpul dengan cara berpikir yang analistis. Mampu bersikap kritis, melihat segala sesuatunya secara menyeluruh dan sampai pada esensi atau akarnya. Melihat persoalan secara konstektual dan tidak malas berpikir hanya karena mudah menerima sejuta tawaran informasi di layar gadget.
Mulanya Ayu heran dengan ulah temannya  yang terlalu terlalu repot dengan sandalnya. Setelah tahu harga sandal itu mencapai Rp 500 ribu. Ayu bingung, apakah dirinya yang tidak tahu dan bodoh atau temannya yang tidak waras.
Hingga muncul pertanyaan yang sarat makna. “Apakah sandal itu sudah memiliki kepastian akan membawa kakimu melangkah menuju hal-hal baik? “ Lalu dijawab oleh temannya dengan singkat:
Ini kekinian
Ayu membalas, “Otak juga harus kekinian dong.”
Jawaban lugas Ayu mestinya menjadi renungan bagi siapa saja yang terlibat sebagai warga dunia maya atau Netizen.

                                        
                                                              www.lazada.co.id
Siapa saja yang merasa dirinya user dan produsen konten di dunia maya mesti memikirkan lebih dalam tentang makna kekinian. Sebab tidak sedikit netizen,  mengalami apa yang disebut dengan dekadensi  moral. Mudah mengunggah gambar , video serta memposting sesuatu yang jauh dari pertimbangan moral serta kepantasan manusia yang memiliki citra sebagai mahlukyang beradab.

IDNTimes dan teman-temannya
Bagi sebagian orang, generasi now tidak ubahnya seperti generasi tunduk, generasi yang sibuk dan asyik dengan   gadgetnya.  Realitas seolah hanya ada di layar  smartphonenya, menjadikannya lupa dan tidak peduli dengan lingkungan. Tidak lagi memiliki sikap santun, jauh dari keinginan untuk belajar menjadi orang yang arif di dunia nyata.
Tulisan Ayu menjadi pelepas dahaga kerinduan menikmati tulisan yang mampu mengajak untuk merenung , melihat diri sendiri, sudah berbuat baik apa dan bermanfaat  untuk hidup yang nyata ini.

                                 Generasi Nunuduk? (Foto: Ko In)

IDN Times, web yang menyajikan berbagai macam informasi. Semestinya menjadi panduan sebagaimana  mercusuar yang memandu kapal agar tidak menabrak karang. Sekaligus sebagai panduan agar kapal berlabuh ke pulau setelah lelah mengarungi luas dan ganasnya lautan. Untuk istirahat, merenungkan berbagai pengalaman yang didapat usai mengarungi  samudra.
Jika Ayu menulis,” Alas Kaki Wanita dan Tentang Harga Dirinya”. Sesungguhnya bukan kritik terhadap wanita saja. Tetapi kepada semua warga net.  Sudah sepatutnya IDN Times  introspeksi diri dengan konten atau tampilan yang disajikan ke warga  dunia maya.

                                                 Foto; www.idntimes.com

Pertama , membaca judul-judul rubrikasinya . Muncul pertanyaan dalam hati. Apa salahnya  dengan bahasa Indonesia sehingga nama-nama rubrik di IDN Times semua memakai bahasa asing. Seolah bahasa Indonesia di sub ordinatkan menjadi bahasa tidak penting. Menjadi bahasa kedua setelah “klik”  “How to”, ”About”,  “ Attitude”, “Fun Fact”. Baru muncul kata-kata dalam bahasa Indonesia.
Mengapa menganak tirikan bahasa sendiri. Jika kurang pas atau kurang sreg dengan pilihan bahasa Indonesia untuk menggantikan kata-kata asing. Mengapa tidak mencari kata yang sepadan yang artinya hampir sama dengan kata bahasa Indonesia lainnya.
Bukannya anti perubahan, anti kemajuan, anti modernitas. Tetapi siapa lagi yang harus menjaga karakter bangsa lewat bahasa jika tidak generasi sekarang, generasi kekinian. Jika generasi now sudah tidak peduli.
Kedua,  penggunaan model  listicle atau list article yang mulai membudaya di www.idntimes.com  . Terasa sangat mengganggu terkait konteks isi tulisan secara keseluruhan. Terlalu memanjakan pembaca sehingga isi tulisan tersebut tidak runut dalam sebuah kesatuan artikel sehingga terkesan terpisah-pisah. Seperti  penggalan-penggalan cerita yang tidak memiliki hubungan ide. Terkotak-kotak, ada sekat satu dengan lainnya .

                                               Foto: www:idntimes.com

Celakanya , model itu diterapkan dalam rubrik atau kolom opini. Padahal setiap kata atau kalimat dalam kolom opini semestinya saling terkait, menguatkan dan mendukung sehingga tercermin gagasan atau pemikiran yang utuh.
Sayangnya hal itu mulai dibudayakan oleh beberapa pengelola web. Padahal jika menelusuri manfaat list atau poin-poin, itu merupakan keterangan singkat yang dibaca sambil lalu. Bukan sebuah uraian panjang yang dibuat list, sebagaimana nampak dalam beberapa tulisan yang di unggah di web IDN Times.
Sekalilagi bukannya tidak setuju dan menolak hal baru dengan penggunaan list. Tetapi  alangkah baiknya jika penggunaanya sesuai porsi atau konteksnya. Tidak campur aduk. Listicle memang memudahkan tetapi apa jadinya jika membuat orang malas membaca, malas menggunakan akalnya. Hanya cari mudahnya. Bisa jadi seperti yang dialami teman Ayu .
Fungsi sandal sebagai pelindung kaki menjadi berubah. Menjadi sandal yang dipakai di kaki tetapi tidak boleh terkena kotoran karena harganya setengah juta rupiah.
                                  Gado-gado (Foto:Ko In)

Menulis dan membaca itu adalah kegiatan nalar. Maka tidak heran jika tidak sedikit orang yang cara berpikirnya tidak waras karena pola  berpikirnya sudah salah kaprah. Campur baur tidak karuan dan tidak semestinya.  Jika menulis diibaratkan seperti membuat gado-gado.
Ketiga, tidak sedikit tulisan sumbangan dari mereka yang menamakan dirinya penulis, yang mengisi web.idntimes.com.  Isinya merupakan daur ulang. Comot sana-sini. Mengambil informasi lama, dipoles sedikit kemudian dipasangkan dengan informasi kekinian. Jadilah sebuah tulisan .
Persis seperti kain perca. Kain yang terbuat dari potongan-potongan kain tidak berguna , didaur ulang menjadi lembaran kain seolah nampak baru. Kemudian memberi kepuasan semu kepada penulis atau pembuatnya. Apalagi saat tayang menjadi trend atau mendapat viewer banyak.
Menulis itu kegiatan intelektual, kegiatan nalar, mengasah kemampuan akal untuk berpikir kritis dan analistis. Bukan pengrajin kain perca atau patchwork. Kemudian bangga tulisannya menjadi viral.
                               www.peluangusaharumahan.info
Viral sebuah nilai baru terkait dengan popularitas.  Kepopuleran menjadi sebuah tujuan namun lupa ada nilai yang mestinya diemban supaya popularitas itu bermakna dan berarti bagi banyak orang. Bukan hanya untuk diri sendiri.
Mengapa tidak belajar dari kasus-kasus viral lain. Semisal, “Om, Tolelot Om...” atau kisah memburu pokemon. Tiba-tiba populer dan viral. Tapi setelah itu hilang seperti tertiup angin. Apakah menjadi sampah digital atau sampah teknologi?  
Namun apa yang telah diberikan  Ni Nyoman Ayu Suciartini lewat tulisan “Alas Kaki Wanita dan Tentang Harga Dirinya”. Mestinya membuka cakrawala berpikir bagi siapa saja yang membacanya. Menjadi pemantik ide, memunculkan tulisan kreatif lainnya yang dapat menggugah hati nurani. Agar tulisan yang dihasilkan menjadi berarti bagi yang membaca.
                                 www.androidcentral.com
Bukan tulisan yang sekali baca habis tidak membekas di hati. Sekedar informasi. Suka mendaur ulang disajikan dalam kemasan baru . Dibaca tetapi habis itu kembali menjadi sampah digital.
Keempat, saatnya IDN Times terlibat dan berperan aktif membangun generasi yang berkepribadian. Menjadikan manusia modern yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Santun, rendah hati, menghargai orang lain tanpa harus merendahkan diri.
Menjaga generasi yang kreatif dan inovatif, melakukan perubahan berdasarkan kebaikan dan keberadaban sebagai manusia. IDN Times harus terlibat dalam mencerdaskan generasi kekinian tanpa harus menjadikan mereka congkak atau sombong.
Dunia maya adalah dunia yang minim komitmen. Jika tidak suka terhadap konten tertentu tinggal menggerakkan jari-jari mencari konten lain. Uninstal program, pilih unfriend  atau tinggal di block. Mudah, gampang dan tidak rumit. Tidak seperti pertemanan di dunia nyata yang tidak jarang makan hati serta perasaan.
                                www.playgoogle.com
Mencari mudah mungkin itu bagian dari naluri manusia. Tetapi tidak juga berarti enak-enakan terus sehingga menjadi budaya. Akibatnya menjadi minim tanggung jawab dengan apa yang telah di unggah atau disajikan.
Kata maaf menjadi kata yang sangat mahal di dunai maya. Isinya hanya saling berbantah. Mempertahankan kebenarannya dengan argumen yang dangkal bahkan tidak berdasar pada data dan fakta.  
Kelima, tiba waktunya www.idntimes.com memberikan teladan atau contoh bagaimana cara menunjukkan penyesalan dengan kata maaf atau tindakan, saat melakukan kesalahan.
Ayu Suciartini melukiskan dengan manis hal itu dalam tulisannya. “Lalu saya memeluknya untuk menguatkan dia yang tampak menyesal menunjukkan kebanggaannya di hadapan saya. Pelukan ini juga untuk membuatnya merasa lebih baik saat otaknya mulai berpikir sedikit waras tentang semua pertanyaan saya.”

Gunanya teman
Barangkali pelukan itu juga sebagai tanda maaf Ayu yang merasa telah menyinggung harga diri dan perasaan temannya. Tapi saya yakin itu karena Ayu memiliki niat baik kepada temannya.
 Teman yang baik adalah teman yang menyampaikan apa adanya. Tanpa harus menjual harga dirinya demi sebuah persahabatan lewat kepura-puraan. Nampak manis di depan tetapi siap menusuk dari belakang.
                                 www.yosbeda.com
Walau tidak jarang kritikan dan masukan itu membuat merah telinga dan sakit di hati. Tetapi itulah gunanya teman. Bukan teman yang hanya bisa memuji tetapi membiarkanmu jatuh dalam lubang penderitaan yang dalam.
Non aqua, non igni, ut aiunt, locis pluribus utimur quam amicitia. Kata orang, kita bergaul bukan dengan air atau api, tetapi dengan persahabatan.
Oleh karena itu mohon maaf kepada www.idntimes.com  dan para komunitas penulisnya atau community writter. Bukan bermaksud membuat sakit hati banyak orang dengan menulis review ini. Tetapi hanya karena ingin IDN Times Indonesia dan para penulisnya menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam berkarya.  Itu saja.





Sabtu, 24 Maret 2018

Edukasi itu Mengatasi Ruang dan Waktu


                                maket gedung edu center  foto: www.educenter.id

Mendidik  tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan ilmu tetapi juga tentang moral serta budi pekerti.  Mendidik itu menjadikan seseorang lebih beradab  disamping kritis dan peka serta peduli terhadap lingkungan. Baik lingkungan alam atau sosial.
Edukasi atau pendidikan yang berhasil,  menjadikan orang memiliki  kepekaan serta lebih kritis terhadap setiap persolan. Mampu menyampaikan kritik secara sistematik dan santun. Terlebih jika mampu menawarkan solusi atau jalan keluar dari setiap persoalaan yang telah dikritisinya.
Bung Karno, bung Hatta dan Ki Hadjar Dewantara adalah sebagian orang yang memberi teladan bagaimana edukasi atau pendidikan  menjadi kunci akan kemajuan bangsa.
Para aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia yang di motori dan dipelopori oleh golongan terdidik, dapat menggerakkan serta mengobarkan semangat kemerdekaan lewat kemampuan intelektual mereka. Sehingga muncul aneka macam gerakan serta kesadaran perlunya kemerdekaan dan kedaulatan bagi bangsa dan negara Indonesia.

                                    foto:matakita.co

Merdeka dan berdaulat adalah satu bukti bagaimana edukasi itu berperan penting terhadap kemandirian serta kemajuan bangsa. Bung Karno mampu menggali nilai-nilai kebangsaan dari bumi Indonesia yang dirumuskan dalam Pancasila.
Demikian pula dengan Bung Hatta, sahabat dan teman baik Bung Karno, memiliki latar belakang pendidikan yang kuat sejak kecil sebagaimana Bung Karno. Orang tua mereka, sangat memperhatikan masalah pendidikan. Kedua bapak bagsa ini pendidikan dasarnya di Europeeesche Lagere School (ELS) setara Sekolah Dasar (SD) dan berlanjut sampai jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Ini membuktikan bagaimana pendidikan memberikan peran serta andil besar bagi Soekarno dan Hatta dalam berpikir dan bertindak. Orientasi hidup serta pemikiran mereka bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk bangsa dan negara. Pendidikan membuka cakrawala berpikir mereka berdua.

Pendidikan Mengatasi Ruang dan Waktu
Penjara serta pengasingan menjadi kawan akrab mereka. Tetapi itu tidak menyurutkan Dwi Tunggal ini untuk terus menerus menyuarakan suara hati rakyat Indonesia untuk merdeka  dari segala macam bentuk penjajahan. 
Pendidikan telah membentuk karakter yang kuat pada diri mereka. Penjara dan pengasingan tidak mampu membelenggu pikiran mereka.  Soekarno Hatta membuktikan bagaimana pendidikan menjadi kunci bagi kemajuan bangsa.

                                foto: www.erabaru.net

Idealnya pendidikan itu tidak hanya membuat orang cerdas dan pandai. Tetapi juga menjadikan orang mampu memiliki cara berpikir visioner. Cara berpikir yang mengatasi ruang dan waktu. Pemikirannya bermanfaat bagi generasi mendatang serta relevan untuk masa kini dan yang akan datang.
Para penyusun UUD negeri ini, bukan hanya cerdas tetapi  memiliki pemikiran visioner  sehingga esensi  dari UUD  tidak usang dimakan jaman. Hal itu tidak lepas dari tadisi berpikir secara edukatif, pada masa itu. Menyadari pendidikan itu sesuatu yang penting bagi kemajuan bangsa.
Masyarakat modern  saat ini tentu lebih memahami pentingnya pendidikan. Apalagi mereka yang tinggal di kota-kota besar sangat menyadari hal itu. Namun tidak sedikit diantara mereka yang mengalami persoalan terkait dengan manajemen waktu.

Edukasi itu efisien, Edu Center jawabannya
Kota mulai padat penduduknya, namun kurang mendapat dukungan sarana tarspotasi memadai. Akibatnya jalan penuh sesak dengan kendaraan sehingga membuat macet. Aktivitas sehari-hari yang produktif dan pengembangan diri menjadi kurang maksimal. Akibat terbuangnya waktu di jalan.
Hidup terasa kurang efisien. Padahal pendidikan atau edukasi mengajarkan pentingnya efisiensi. EduCenter yang berlokasi di BSD City, Tanggerang, Banten mencoba menjawab kebutuhan masyarakat yang menginginkan kegiatan edukasi atau pendidikan efisien. Terintegrasi dalam satu lokasi dan gedung.

                                   foto:www.educenter.id

Memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak mereka, untuk mendapat materi tambahan pendidikan formal atau non formal. Seperti kursus atau les ketrampilan guna menumbuhkan minat bakat anak-anak sebagai bekal menghadapi dunia yang semakin maju dan unpredictable, yang tidak mudah untuk diramal.
Edu Center merupakan pusat pendidikan yang dibangun tidak jauh dari pusat-pusat pendidikan formal lainnya. Tercatat dalam radius 7 kilometer ada lebih dari 30 sekolah dan universitas . Hal ini sangat membantu siswa yang ingin lebih mengembangkan diri dengan memaanfatkan EduCenter.
Kakak-kakak mahasiswa yang memiliki adik ingin menambah kursus matematika, fisika atau kursus menggambar dan ketrampilan bela diri dapat dilakukan di EduCenter. Sehingga usai  mengikuti pendidikan tambahan atau kursus dapat dijemput kakaknya, yang usai melakukan kegitaan perkuliahan atau organisasi di kampus.

20 lembaga kursus ada di Edu Center
Demikian pula orang tua tidak perlu repot mengantar tempat ke kursus anak kedua  dan ketiga yang berjauhan dan berbeda tempat atau lokasi. Cukup mengantar mereka ke Edu Center usai pulang sekolah karena di Edu Center terdapat banyak pilihan kursus pelajaran tambahan atau ketrampilan.  Seperti kursus bahasa Inggris, Mandarin. Kursus menggambar, musik, menggambar, memasak  atau beladiri, piano semua ada di Edu Center.
Setidaknya ada 20 tempat kursus atau lembaga pendidikan belajar yang siap memenuhi kebutuhan anak-anak guna meningkatkan prestasi. Disamping itu tersedia pula satu pree school

                                      foto: www.panny-modle.pl

Keberadaannya menjadi jawaban kebutuhan orang tua yang memikirkan tumbuh kembang anak sekaligus sarana bermain dan bersosialisasi anak dengan teman sebayanya.
Edu Center yang selesai dibangun pada tahun 2016 dilengkapi dengan bebabagai fasilitas seperti cafe dan restoran. Menjadi nyaman untuk menunggu putra-putri yang sedang asyik mengikuti kursus atau ketrampilan. Sementara orang tua dapat meluangkan waktu luangnya dengan bersosialisasi dengan orang tua murid lainnya di restortan-restoran yang ada.
Melakukan kegiatan produktif lainnya di Edu Center seperti membaca buku atau melakukan pekerjaan secara on line. Atau meninggalkan anak-anak dengan rasa aman untuk melakukan kegiatan produktif atau sosial di luar. Pada waktunya, tinggal menjemputnya di Edu Center.
Bekal pendidikan menjadi sangat berarti bagi anak-anak ditambah dengan bekal ketrampilan yang membuat anak tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi membuat mereka cerdik dalam menyikapi berbagai hambatan dan tantangan kehidupan pada zamannya.

                                   foto: www.solopos.com

Terampil beladiri dengan mengikuti kursus bela diri di Edu Center bukan berarti sekedar kemampuan menjaga diri dari situasi yang kurang menguntungkan. Tetapi mengajarkan anak-anak untuk memiliki semangat berjuang. Semangat berlomba atau bertanding secara jujur dan sportif.
Atau anak memiliki ketrampilan memasak bukan berarti harus jadi koki atau juru masak di kios atau warung usaha sendiri atau milik orang lain. Tetapi memasak itu mengajarkan pada anak-anak bagaimana memberi takaran yang tepat. Apa pun bahan yang tersedia pada mulanya biasa saja dapat menjadi luar biasa manakala diramu dengan tepat dan diolah dengan tingkat kematangan yang pas.
Menyikapi hidup sejatinya seperti seorang juru masak. Apa pun pengalaman hidup yang menggembirakan atau menyedihkan jika dapat diramu dan diolah oleh batin serta pikiran maka akan mendatangkan kebahagiaan.
Edukasi atau pendidikan formal atau non formal bertujuan menghasilkan generasi yang terampil serta cekatan dalam menghadapi perubahan situasi serta jaman.  Generasi yang kreatif, memiliki semangat juang tinggi dan tidak kenal menyerah serta rendah hati dan peduli pada masalah-masalah di sekitarnya  serta bertanggungjawab.
Sehingga tidak akan ada kekhawatiran jika bangsa ini dijajah secara ekonomi dan intelektual oleh bangsa lain. Pendidikan merupakan kunci kemajuan bangsa yang dihasilkan dari orang tua yang peduli akan pendidikan berkualitas bagi anak-anaknya. Tanpa harus khawatir kehilangan waktu karena kemacetan di jalan.

                                      foto:www.educenter.id

One stop education of excellence kata yang tepat untuk Edu Center. Satu titik pemberhentian sekaligus memberikan pendidikan yang bermutu bagi anak-anak.  Menjawab keinginan orang tua agar anak-anak mereka menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya cukup dengan cerdas serta cerdik. Tetapi juga berakhlak, berbudi dan santun serta rendah hati.
Edu Center menawarkan itu semua lengkap dengan fasilitas serta efisiensi waktu. Jawaban bagi penduduk kota yang memiliki banyak aktivitas dan mobiltas yang tinggi tapi bermasalah dengan waktu  karena masalah jarak serta kemacetan.
               #EduCenter membantu orang tua menyiapkan generasi yang siap memajukan bangsa 
sehingga  menjadikan  kebanggaan tersendiri bagi orang tua melihat anak-anaknya berperan aktif dalam kemajuan bangsa. Semua itu karena edukasi  yang berkualitas.

               #educenter 

Itsmy blog

 It's my mine