Tempat tinggal di desa (foto;Ko In) |
Bertani itu kegiatan dan aktivitas yang berhadapan dengan perubahan. Tidak ada yang tetap. Selalu terlibat dalam proses hidup, dengan menjaga, merawat agar tumbuh atau berkembang. Hingga berbuah dan ikut melihat atau andil pada kematian pada tanaman atau pohon.
Berinteraksi dengan sesuatu yamg hidup seperti tanaman. Baik padi, jagung, kedelai, cabai. Bukan perkara mudah, adakalanya dapat diprediksi dengan tepat pertumbuhannya namun tidak jarang salah perhitungan. Itulah seni hidup, membuat orang belajar untuk mengelola, mengorganisasi, memprediksi dan mengantisipasi terkait dengan perilaku hidup tanaman.
Keberhasilan menurunkan inflasi pangan dan menaikkan ekspor pertanian, merupakan capain yang perlu mendapat acungan jempol, untuk kantor Kementeran Pertanian (Kementan) bersama koleganya. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), BUMN, Bulog, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Daerah.
Air di saluran irigasi (foto:Ko In)
Mendahulukan masalah kelancaran dan ketersediaan air bagi kebutuhan pertanian merupakan langkah jitu dalam mendongkrak naiknya hasil pertanian.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pangan bulan Januari tahun 2019 sebesar 0,32 persen atau jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2018 yaitu 0,62 persen dan jauh lebih rendah lagi jika dibandingkan tahun 2017 yaitu 0,97 persen.
Air merupakan kebutuhan utama setiap mahluk hidup. Naif jika tidak memperhatikan penting dan perlunya ketersediaan air bagi mahluk hidup termasuk tumbuhan dan tanaman. Apalagi sekitar 70 persen permukaan bumi ini ditutupi oleh air dan sekitar 55 persen berat tubuh kita ini juga terdiri dari air.
Sawah kering (foto:ko in)
Sangat tidak adil jika setiap hari kita mengonsumsi hasil pertanian dan perkebunan seperti beras, ketela, jagung, kentang dan aneka sayuran serta buah-buahan. Namun tidak memperhatikan kepentingan tumbuhan atau tanaman yang selalu butuh air.
Negeri ini, negeri tropis. Hujan dan kemarau bagai saudara kembar yang silih berganti mengunjungi rumah ibu pertiwi. Pemerintah berusaha mengatasi dampak kedatangan musim kemarau, yang mengganggu usaha petani. Membuat kering sungai dan beberapa sumber air. Membuat tanaman pertanian mati karena tidak mendapat suplai air yang cukup.
Padi menguning di belakang rumah petani (foto: ko in)
Perbaikan infrastruktur pertanian yang komperehensif
Mengatasi kekeringan adalah masalah utama dalam menjaga kelangsungan hidup usaha pertanian. Oleh karena itu perlu infrastruktur pertanian yang lengkap dan komperehensif. Untuk memenuhi kebutuhan usaha petani secara luas dan dari hulu sampai hilir.
Pertama, menambah ketersediaan lahan pertanian, mengingat luas sawah pertanian semakin menyusut oleh karena alih fungsi lahan. Sehingga pemerintah bekerja keras untuk membuka lahan sawah baru dan mengaktifkan lahan-lahan yang tidak produktif.
Kementan menyiapkan 20 juta hektar lahan kering dan rawa untuk mendukung terwujudnya ketahanan pangan secara nasional. Dengan harapan dapat memberi dampak positif pada peningkatan pendapatan petani.
Menurut data Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSLP) lahan rawa pasang surut, memiliki potensi jadi lahan pertanian, seluas 34,5 juta hektar. Lahan rawa lebak seluas 15 juta hektar dan lahan kering yang berpotensi menjadi lahan produktif seluas 24 juta hektar. Semuanya tersebar di Lampung, Kalimantan Selatan dan Tengah serta Sumatra Selatan.
Senja di embung (foto:ko in)
Kedua, membangun embung. Embung, bandungan, waduk menjadi salah satu jalan keluar mengatasi kekurangan air saat musim kemarau. Termasuk rehabilitasi terhadap jaringan irigasi untuk kebutuhan pertanian.
Setidaknya seribu embung dibangun pemerintah sejak tahun 2015. Kementerian PUPR telah membangun 949 unit embung hingga tahun 2018, tahun ini seratus lebih embung dalam proses pembangunan. Dalam masa pemerintahan Jokowi, menargetkan pembangunan 1.053 embung untuk mendukung kelancaran usaha pertanian.
Oleh sebab itu meningkatnya ekspor pertanian, turunnya inflasi pangan dan keberhasilan usaha tani lainnya. Tidak lepas dari ketersediaan infrastruktur pertanian yang meliputi saluran irigasi beserta waduk, bendungan atau embung. Bertujuan menjaga dan mengontrol ketersediaan air. Baik di musim hujan atau musim kemarau.
Embung saat kemarau (foto:ko in)
Pembangunan waduk atau embung, disertai pembangunan jaringan irigasi baru yang mencapai satu juta hektar. Guna merehabilitasi jaringan irigasi yang mencapai sekitar tiga juta hektar, merupakan target yang ingin dicapai dalam mengamankan ketahanan pangan nasional. Semua itu dilakukan secara terencan dan terorganisir mulai tahun 2015 sampai 2019.
Grafis embung (sumber:indonesiabaik)
Kerja keras memberi hasil dengan meningkatnya indeks pertanaman petani yang mulanya 176 persen menjadi 250 persen. Artinya, petani dapat menanam padi sebanyak dua kali dan satu kali tanam palawija.
Ketiga, ketersediaan pupuk. Meningkatnya indeks pertanaman petani tidak serta merta naik begitu saja tanpa adanya perencanaan dan keterlibatan instansi lain. Sehingga menghasilkan panen seperti yang diharapkan. Oleh karena itu ketersediaan pupuk sebagai salah satu infrastuktur pertanian perlu dijaga kecukupan kebutuhan dan keterjangkauan harga oleh petani.
Pupuk (foto: bisnis.com)
Pemerintah dalam hal ini Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan meminta pemerintah daerah, melakukan validasi ulang luas lahan pertanian yang dimiliki. Untuk kepentingan alokasi pupuk bersubsidi yang diberikan pemerintah kepada petani di daerah. Tahun 2019, pemerintah menyiapkan 9,1 juta ton pupuk dengan anggaran mencapai 29 triliun.
Ketika ketersediaan air dan pupuk serta luas lahan pertanian mencukupi maka akan berkorelasi positif dengan hasil panen. Agar hasil bumi dapat segera di jual ke pasar, perlu juga dukungan akses jalan pertanian yang baik. Tidak heran jika pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur pertanian dengan membangun jalan pertanian desa, sepanjang 191 ribu kilometer untuk 75 ribu desa.
Jalan desa (foto: ko in)
Petani di jalan desa (foto:ko in)
Keempat, akses jalan pertanian desa yang memadai memudahkan petani menjual hasil buminya ke pasar atau ke kota. Sehingga memungkinkan petani terlepas dari jeratan tengkulak karena dapat menjual langsung ke pasar.
Bayangkan, jika 75 ribu desa semakin mudah terhubung dengan kota-kota di dekatnya maka akan mudah meredam harga cabai bak orang yang naik jetcoster, naik turun dengan tajam dan cepat berubah-ubah.
Kelima, alat mesin pertanian (alsinta) seperti traktor, cultivator, rice transplanter dan excavator mendukung kelancaran kerja usaha pertanian. Menurut Dirjen PSP Kementan Dadih Permana bantuan alsinta mampu menekan biaya operasional dari 35 persen sampai 48 persen.
Petani dan traktor (foto:ko in)
Kementan tahun ini mengalokasikan bantuan alsinta sebanyak 40.390 unit kepada petani. Dengan bantuan ini diharapkan pekerjaan petani menjadi lebih efisien. Hanya butuh waktu dua sampai tiga jam, untuk membajak satu hektar sawah dari sebelumnya yang butuh waktu berhari-hari. Produksinya juga bertambah karena berlipatnya penanaman dari satu menjadi dua kali bahkan ada yang tiga kali dalam setahun.
Sejak tahun 2015 pemerintah telah menyalurkan 54.083 unit alsinta. Tahun 2016 sebanyak 148.832 unit, tahun 2017 tersalur 82.560 unit dan pada tahun 2018 sebanyak 112.525 unit diberikam ke petani. Guna menjaga keawetan aksinya dan tepat sasaran banruan. Dilakukan pengawasan lewat cek rutin oleh petugas di lapangan.
cultivator (foto: anyebp2kp)
Dampak bantuan tersebut ternyata mampu menaikan komiditas tanaman utama pertanian padi, rata-rata naik sebesar 4,07 persen, jagung 12,5 persen dan kedelai naik 8,79 persen dalam lima tahun akhir.
Keberhasilan atau meningkatnya produk pertanian memang patut mendapat apresiasi. Capaian jangan membuat Kementan berpuas diri tetapi harus segera memikirkan bagaimana menangani hasil pertanian atau pasca panen. Agar hasil produk pertanian cepat terserap pasar dan tidak cepat rusak.
Tantangan infrastuktur pertanian dan solusinya
Sebagaimana pemerintah memperbaiki dan membuat jalan pertanian desa, agar produk pertanian mudah diangkut dan dijual ke pasar. Maka pemerintah harus memikirkan bagaimana membenahi dan membangun infrastruktur hasil pertanian pasca panen.
Panen jagung (foto: ko in)
Tantangan pertama manakala hasil pertanian melimpah. Bagaimana mengelola hasil pertanian pasca panen dengan cara yang baik sehingga dapat mempertahankan kualitas.
Solusinya membangun atau menyediakan tempat yang menjamin keawetan produk pertanian di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten dengan cara berjenjang. Dengan mengingat akan jenis hasil panen dan banyak sedikitnya permintaan pasar.
Tantangan kedua, memberi bekal pengetahuan secara berkelanjutan kepada petani. Tentang cara penanganan hasil pertanian pasca panen agar kualitasnya tetap terjaga hingga mampu bersaing dengan produk-produk pertanian impor. Baik penyimpanan secara mandiri atau kelompok.
Membangun dan memberi pemahaman kepada petani untuk bersikap lebih terbuka akan hal atau pengetahuan baru. Walau ini tidak semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu perlu keterlibatan institusi lain, yang mampu melakukan pendekatan ke petani, supaya tujuan mengenalkan sesuatu yang baru yang menguntungkan petani tersampaikan.
Kelompok tani (caramenanamkebun.blogspot)
Seperti lembaga kesehatan, walau tidak memiliki keterkaitan langsung tapi memiliki hubungan yang erat antara hasil pertanian dengan kesehatan manusia yang mengonsumsinya.
Oleh karena itu pemberdayaan petani harus terus menerus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak terputus.
Tantangan ketiga, mebangun kepercayaan diri petani bahwa menjadi petani bukan hanya berjasa bagi banyak orang tetapi juga dapat menaikkan tingkat ekonomi. Untuk itu petani perlu bukti bukan janji, yang dapat ditunjukkan dengan naiknya harga jual produk pertanian atau meningkatnya jumlah panenan.
Tidak mudah merubah pola pikir, yang menumbuhkan kepercayaan dan kemandirian petani. Saatnya petani berdaya dan memiliki posisi tawar akan hasil panen tanaman pertaniannya dengan mendapat pengawasan yang optimal dari pemerintah. Termasuk dalam pengendalian harga.
Panen padi (foto: ko in)
Tantangan keempat, pengembangan penelitian terkait dengan bibit dan benih tanaman pertanian. Perlu ditemukan bibit bervarietas unggul, yang dapat bersaing dengan produk lain dari luar negeri. Selain tahan akan hama dan kondisi alam, juga menghasilkan buah yang banyak, besar dan enak bila dikonsumsi.
Tidak ada salahnya, Kementan terus mengintensifkan kerjasama dengan perguruan tinggi dan balai-balai penelitian yang sudah dimiliki. Untuk menemukan varian bibit atau benih yang unggul dan tahan akan berbagai macam hama dan cuaca atau kondisi alam yang ekstrim.
(direktorat publikasi ilmiah dan informasi strategis IPB)
Semua itu membutuhkan komitmen politik dari semua pihak, tidak hanya pemerintah. Tetapi juga steak holder karena tanpa kesamaan visi dan misi dalam menyejahterakan petani, maka menjaga ketahanan pangan hanya jadi sebuah mimpi.
Maka pembangunan pertanian hanya diisi oleh semangat pencitraan. Minim aksi yang bertolak belakang dengan etos kerja petani. Bangun pagi, pergi ke sawah atau ladang dan pulang sebelum matahari terik. Tidak segan berkubang lumpur dan tidak risih dengan kotoran hewan, yang mengotori bajunya saat merabuk sawah atau ladang dengan pupuk kandang.
Bersatu (foto:pixabay)
Saatnya semua saling bantu demi negara dan bangsa. Bukan hanya demi petani atau partai politik tertentu. Inilah tantangan terakhir atau kelima untuk menahan egoisme pribadi atau kelompok. Utamakan kepentingan bersama bukan kelompok atau golongan. Awali semangat kepedulian sebagai solusinya.
Capaian ini ada juga di www.kompasiana.com/koin1903
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar