Selasa, 02 Juli 2019

Ada "Thek, Thok, Thek, Thok, Dug" di Mandiri Jogja Marathon

Ada "Thek, Thok, Thek, Thok, Dug" di Mandiri Jogja Marathon
Lari (foto: kr)
Lari marathon sejatinya adalah lari untuk mengabarkan kemenangan. Mengabarkan berita baik. Mengabarkan keberhasilan akan sebuah perjuangan. Tinggal bagaimana orang mampu menangkap kabar tersebut sebagai semangat perubahan yang bermanfaat bagi orang lain dan kehidupan.
Mandiri Jogja Marathon  (MJM) kegiatan olahraga tahunan lebih dari sekadar lomba karena event ini mendorong semangat pertumbuhan ekonomi kerakyatan berbasis sport tourism, dengan mempromosikan kekayaan seni budaya. Sekaligus cara kreatif dalam mengenalkan keindahan alam Jogja, khususnya candi Prambanan dan sekitarnya. 
Melakukan hal yang baik, seperti olahraga rutin setiap hari selama tiga puluh menit bagi sebagaian orang merupakan sesuatu yang tidak mudah. Ada saja alasan yang membuat pola hidup sehat itu kandas oleh berbagai macam kendala. Baik besifat natural, kultural, nalar atau hambatan internal eksternal. 
Lari marathon (foto:kompas)
Lari marathon (foto:kompas)
Sebuah tantangan sendiri mengikuti kegiatan Mandiri Marathon Jogja 2019. Paling tidak persiapan dilakukan sejak pukul 03.00 dini hari, apalagi jika rumah jauh dari candi Prambanan. Pukul 04:00 semua peserta lomba harus sudah kumpul di sekitar komplek candi Prambanan. 
Bukan perkara mudah bangun dini hari, apalagi terbiasa dengan rutinitas pekerjaan yang sampai malam. Untuk Mandiri Jogja Marathon, perlu istirahat cukup dan tidur lebih awal dari biasanya. Tidak lupa menyiapkan alarm  di handphone sebagai alat bantu bangun dini hari. 
Tentu Bukan hal mudah bagi bank Mandiri, rutin menyelenggarakan kegiatan olahraga dan tourism secara yang berkesinambungan dari tahun ke tahun. Apalagi melibatkan ribuan orang dari berbagai daerah dan negara. Seperti Amerika, Irlandia, Kenya, Prancis, Filiphina, China, India, Singapura dan Malaysia. 
Candi prambanan (foto: Ko In)
Candi prambanan (foto: Ko In)
Belum lagi mengkoordinir masyarakat sekitar candi Prambanan yang rumah atau jalan kampungnya  dilalui peserta lari marathon dengan jarak tempuh dan rute yang berbeda. Dari 42 km, 21 km, 10 km dan 5 km. 
Melibatkan masyarakat nampaknya sebagai upaya bank Mandiri untuk mengenalkan seni dan budaya lokal kepada publik. Sehingga peserta lomba dan wisatawan tertarik untuk selalu datang ke Jogja. Menikmati kekayaan alam dan seni budaya. Tidak hanya sekitar candi tetapi juga desa lain yang letaknya agak jauh dari Prambanan.
Kontur tanah sekitar Prambanan landai, memudahkan mata menikmati panorama alam yang masih didominasi persawahan. Jika terlihat bangunan tinggi, biasanya  rumah penduduk atau candi. Sehingga mata leluasa melihat pemandangan  tanpa halangan berarti. 
Prambanan siang hari (foto: Ko In)
Prambanan siang hari (foto: Ko In)
Gunung Merapi nampak indah saat disapa sinar mentari apalagi awan sudah malas untuk menyelimuti Merapi. Matahari terus beranjak tinggi dengan sinarnya yang semakin terang. Seolah mengingatkan Merapi untuk menyapa peserta Mandiri Jogja Marathon dengan keramahan yang berwibawa, jauh dari sebelah utara Jogja.   
Di kecamatan Prambanan sedikitnya terdapat 23 destinasi wisata, umumnya jenis wisata edukasi atau budaya dan sebagian wisata alam.  Bank Mandiri jeli dalam melihat potensi yang dimiliki desa dengan "seribu candi"nya. Menjadikan candi Prambanan sebagai pusat kegiatan tahunan Mandiri Jogja Marathon, yang diawali pada tahun 2017.
Jeli dalam menarik minat peserta serta dengan memanfaatkan potensi budaya lokal sebagai salah satu destinasi  wisata. Melibatkan masyarakat sekitar menjadi suporter, pemberi semangat bagi peserta lari dengan kegiatan hiburan bernuansa budaya di sepanjang jalan yang dilalui para pelari. Menjadikan event ini bukan sekadar lomba dan bukan sekadar berbeda tetapi jadi unik dan menarik.
Jeglug lesung (foto: tribun)
Jeglug lesung (foto: tribun)
"Thok, Thek, Thok, Thek, Thok, Dug"
Gejog lesung salah satu seni tradisional yang ikut meramaikan kegiatan lari pagi berbentuk marathon. Simbok-simbok, cekatan membenturkan alu, alat penumbuk padi ke lesung di bagian atas, tengah dan samping.  Sehingga menimbulkan bunyi "thok, thek, thok, thek, thok", bak instrumen musik perkusi.
Benturan yang berirama dan bergantian ke lesung, memunculkan suara unik. Demikian pula saat berbenturan dengan bagian tengah yang dalam  dari lesung, yang terbuat dari kayu utuh besar dilobangi tengahnya sedemikian rupa, sehingga berbentuk cekungan. Maka akan menghasilkan bunyi atau suara "dug". 
"Thok, thek, thok, thek, thok dug. Thok, thek, thok, thek, thok, dug, dug. Thok, thek, thok, thek, thok, dug. Thok, thek, thok, thek, thok, dug, dug".
Tidak salah jika ada yang menyebut musik kothekan, istilah yang muncul karena suara yang ditimbulkannya. Tidak heran pula sesekali melihat senyum peserta Mandiri Marathon Jogja. Entah geli mendengarnya atau karena melihat keunikan musik tradisional. 
Abadikan moment (foto: kompas)
Abadikan moment (foto: kompas)
Bergodho dan pelari (foto:kontan)
Bergodho dan pelari (foto:kontan)
Jangan heran jika melihat satu dua peserta lomba marathon, yang merubah ritme lari. Dari ayunan kaki yang lebar mejadi pelan dan telapak tangan mengepal jadi terbuka. Kemudian digerakan seperti orang menari.  "Wuuiii......"
Saat pelari melewati prajurit Keraton atau bregodho dengan baju khasnya, memainkan peralatan musik yang dibawa. "Dhek, deredhek, dhek, pong. Dhek, deredhek, dhek, pong." Sesekali diselingi suara seruling. Terpancar kekaguman peserta sehingga menambah semangat peserta untuk berlomba. 
Mandiri Jogja Marathon bukan sekadar lomba karena ikut mengedukasi banyak orang tentang pentingnya olahraga. Cukup olahraga 150 menit atau sekitar dua setengah jam sekali dalam seminggu. Atau rutin 30 menit sehari  berolahraga akan membuat tubuh sehat. 
Bonusnya jika mampu mengukir prestasi, bukannya tidak mungkin membawanya mengunjungi tempat favorit dan mendapat hadiah berharga atau sejumlah uang.  Dalam tiap perlombaan atau pertandingan.
Lebih dari sekedar lomba (foto:goopps)
Lebih dari sekedar lomba (foto:goopps)
Tubuh yang sehat artinya mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Melakukan kegiatan produktif, bermanfaat secara ekonomis dan orang lain. Sehingga berkorelasi  positif dengan pertumbuhan atau pembangunan.  
Membangun artinya merawat dan terlibat dalam sebuah perkembangan. Sekaligus menjaga supaya tetap baik, rapi, indah dan sehat. Dalam arti sehat jiwa raga, kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.
Lebih dari sekadar lomba
Mandiri Jogja Marathon lebih dari sekadar lomba karena :
  • Menciptakan wisata baru bagi Jogja. Tidak harus selalu tempat yang baru. Tetapi  menciptakan daya tarik baru. Membuat orang rindu untuk selalu ingin kembali ke Jogja dengan keragaman  sebagai magnetnya. 
  • Menggerakkan perekonomian warga Jogja. Perputaran uang menjadi lebih cepat dengan kedatangan wisatawan dari berbagai daerah di seluruh tanah air atau belahan dunia. Membawa rupiah atau dolar yang siap dibelanjakan. Menikmati olahan berbagai produk hasil bumi dalam sajian kuliner yang memiliki citarasa khas. Atau membayar jasa layanan pariwisata. Dari penginapan, tour guide, sewa mobil, pembelian cindera mata kerajinan dan yang lainnya.  
  • Melestarikan seni budaya. Bukan sebatas kegiatan yang eksibisionis semata. Tetapi sekaligus menunjukkan bahwa budaya itu sarat akan nilai-nilai kehidupan. Menyadarkan setiap orang untuk mengajarkan sifat rendah hati, suka menolong, memiliki kepedulian terhadap orang yang kekurangan. Menghargai orang yang lebih tua. Walau status sosialnya lebih tinggi, secara ekonomi atau pendidikan.
  • Membiasakan gaya hidup sehat.  Lewat olahraga atau kegiatan fisik yang terukur, guna tercipta lingkungan dan gaya hidup yang sehat. Salah satunya menata, membersihkan, merapikan rute jalan yang akan dilalui para peserta marathon dengan cara gotong royong. Dengan harapan setelah acara selesai kondisi jalan tersebut tetap rapi dan bersih. 
  • Membuat efek domino terhadap pertumbuhan destinasi wisata baru. Dari dan lewat candi Prambanan diharapkan tempat lain mampu mengembangkan diri menjadi daerah tujuan wisata baru dengan ciri khasnya masing-masing.  
Mandiri Jogja Marathon lebih dari sekedar lomba karena menawarkan harapan. Menawarkan efek berantai atau domino bagi desa lain. Salah satunya kecamatan Kalasan, letaknya sebelah barat kecamatan Prambanan. Memiliki potensi wisata yang tidak kalah menarik. Bukan candi yang menjulang tinggi tapi candi yang mblesek atau ambles dalam tanah.
Sore di candi Sambisari (foto:Ko In)
Sore di candi Sambisari (foto:Ko In)
Candi pendem atau candi blesek?
Candi pendem Sambisari, candi  yang terletak di bawah tanah. Entah terpendam atau ambles tidak ada saksi mata yang bercerita tapi menurut penelitian sih terpendam. Puncak tertinggi candi mungkin hampir sama dengan jalan dan halaman rumah penduduk yang ada di dekatnya.
Pertama kali ditemukan, secara tidak sengaja oleh petani yang sedang mencangkul di sawah. Sebelum tahun 1966 candi ini masih terpendam dalam tanah. Kini orang lebih banyak menyebutnya dengan nama candi Sambisari. 
Dari jalan raya Solo Jogja, jarak tempuh sekitar dua kilometer ke arah utara. Mudah untuk mencapainya karena banyak papan penunjuk yang membantu sampai lokasi. Untuk menikmati keindahan candi dan pemandangan, disarankan saat pagi atau sore. Di pagi hari tidak sedikit warga yang memamanfaatkan lokasi sekitar candi untuk jogging.
Asri lingkungan candi (foto: Ko In)
Asri lingkungan candi (foto: Ko In)
Jika Mandiri Jogja Marathon tahun depan digelar kembali, tidak ada salahnya mencari penginapan dekat candi Sambisari. Sebab di sebelah timur candi Sambisari terdapat home stay. Untuk menuju Prambanan tidak butuh waktu lama. Sekitar 15 menit  karena jaraknya kurang lebih hanya empat kilometer. 
Candi Sambisari nampak indah selepas pukul 16.00. Tetapi mesti diingat, candi tutup pukul 18.00, pukul 17.30 petugas jaga candi biasanya meminta pengunjung untuk naik ke atas dan mengosongkan area candi.
Candi ini berada di bawah tanah. Kedalamannya sekitar 6,5 meter dari permukaan tanah. sebagian halaman ditumbuhi rumput yang tertata rapi. Sehingga banyak dimanfaatkan pengunjung sebagai tempat duduk, menjalin keakraban antar anggota keluarga atau kekasih. 
Tempat bercengkerama bersama keluarga (foto: Ko In)
Tempat bercengkerama bersama keluarga (foto: Ko In)
Candi sambisari masuk wilayah Kalasan. Nama Kalasan biasanya mengikuiti nama kuliner ayam goreng. Booming wisata kuliner ikut menambah daya tarik sekitar candi. Ada sop Djadoel  terletak di sebelah timur. Khas sop ini kuahnya terbuat dari susu murni bukan dari santan perasan parutan kelapa. Dilengkapi dengan daging iga sapi. 
Sip Djadoel (foto: deskgram)
Sip Djadoel (foto: deskgram)
Makanan khas lainnya pisang goreng yang manis. Tidak sedikit wisatawan sebelum atau usai menikmati sop Djadoel  mampir ke candi Sambisari.  Dan tidak jauh dari sop Djadoel ada saoto Bathok mbah Katro, letaknya sekitar 100 meter ke utara dari pagar terluar candi.
Saoto tidak jauh dari candi Sambisari (foto: Ko In)
Saoto tidak jauh dari candi Sambisari (foto: Ko In)
Saoto Bathok dan sawah (foto: Ko In)
Saoto Bathok dan sawah (foto: Ko In)
Daya tarik warung ini terletak pada tempat yang dikeliling sawah. Pengunjung dapat menikmati saoto dengan mangkok dari tempurung kelapa atau bathok, yang berisi daging ayam atau sapi. Tauge dan daun sledri. Lauk khasnya tempe goreng. Sebagai pelengkap ada cabe, potongan jeruk nipis dan kecap.
Agenda mengikuti event Mandiri Jogja Marathon terasa semakin mudah karena ada homestay yang tidak jauh dari candi Prambanan, lokasinya dekat dengan candi pendem, Sambisari. Tempat kulinernya pun dapat ditempuh dengan jalan kaki sebab berdekatan dengan homestay
Maka usai mengikuti Mandiri Jogja Marathon tidak ada salahnya memanjakan diri dengan jalan-jalan keliling desa Kalasan. Siapa tahu mendengar, "thek, thok, thek, thok, dug."
Tulisan ini sudah lari-lari di www.kompasiana.com/koin1903 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Itsmy blog

 It's my mine