Produk Pawon Sentono (Foto:Ko In) |
Jika ingin mengawali usaha jangan pernah mengatakan tidak memiliki modal (Amalia Galuh Yuniarti)
Diawali dari dapur
atau pawon milik kakeknya. Serta modal hanya Rp 50 ribu (lima puluh ribu rupiah),
ditambah semangat pantang menyerah atau putus asa. Gadis berperawakan
kecil ini membuktikan usaha tidak kenal lelah dapat mengantarkan kepada
keberhasilan atau kesuksesan.
Walau demikian yang namanya usaha tidak selalu berjalan mulus. Ada pengalaman
buruk dalam menekuni usaha berjualan wedang uwuh, minuman khas dari Yogya.
Serta jagung manis dengan rasa keju, susu atau mesis.
Pernah dalam sebuah pameran dagangannya tidak laku satupun. Cerita pedih itu disampaikan gadis yang
memiliki nama lengkap Amalia Galuh
Yuniarti. Namun akrab dipanggil teman-temannya dengan Amalia. Sementara di rumah, sering
dipanggil dengan nama Galuh.
Percakapan saya dengan Amalia berlangsung di sela-sela ramainya
pengunjung yang membeli jagung keju di standnya di gelaran Jogja Surganya Kuliner,
di Jogja Expo Centre (JEC). Pameran yang berlangsung selama sepekan, menjelang akhir bulan Februari 2019.
Diselenggarakan oleh Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta kerjasama dengan PLUT-KUMKMDI Yogyakarta.
Amalia tidak segan membuka rahasia merek dagang Pawon Sentono untuk
produk wedang uwuh dan jagung manisnya. Semua itu berawal dari kegigihan cucu
dari kakek Sentono. Keterdesakan masalah ekonomi membuatnya berpikir keras
untuk memulai sebuah usaha.
Dengan modal awal Rp 50 ribu, Amalia memproduksi serta menjual wedang
uwuh dan beberapa produk turunannya dari dapur atau pawon milik kakek Amalia yang bernama
Sentono.
Tempat dan nama itu diabadikan Amalia menjadi merek dagang Pawon
Sentono. Namun demikian dalam merintis usaha
bukannya tanpa rintangan. Pengalaman mengajarinya untuk tetap semangat dalam
berusaha.
Pengalaman itu
yang membuat Amalia atau Galuh utuk
belajar tetap bersemangat dalam berwirausaha. Kini usahanya terus berkembang
bahkan produk jagung manisnya mampu memberi keuntungan 2 juta setiap bulannya.
Mengalahkan usaha rintisan wedang uwuh.
Sebagaimana
penuturannya di sela-sela melayani pembeli jagung manisnya, modal awal Rp 50
ribu, Amalia pergunakan untuk membeli bahan wedang uwuh, langsung dari petani
di Klaten. Kemudian dikemas ulang dan dijual lagi.
Untung atau laba penjual dikumpulkan dan menjadi modal guna mengembangkan usaha jualan jagung manis. Dengan bangga Amalia menceritakan setiap bulannya
kini usaha yang dirintis empat tahun lalu, setiap bulannya memberi keuntung
minimal 2 juta rupiah khusus dari jagung manis. Belum termasuk keuntungan dari
wedang uwuh.
Penjualan jagung
manis menurut gadis manis, yang mengaku masih jomblo ini, lebih banyak daripada
wedang uwuh. Sebab konsumen jagung lebih banyak dibanding wedang uwuh. Pembeli
atau pelanggan wedang uwuh kebanyakan wisatawan dari luar kota serta beberapa cafe yang ada di Yogya. Sementara jagung kebanyakan ibu-ibu muda dari Yogya .
Dalam setiap pameran selain menjual wedang uwuh dan jagung
manis kiloan. Amalia, yang pernah mempelajari ilmu bimbingan konseling di
sebuah perguruan tinggi di Jogja, menjual jagung manis yang dicampur keju, susu
atau mesis. Dengan harga Rp 5 ribu untuk ukuran cup kecil dan Rp 10 ribu untuk
ukuran cup gelas.
Guna menekan ongkos produksi, Amalia
yang berperawakan kecil namun gesit dalam berwirausaha. Mendapatkan jagung
manis langsung dari petani dari Magelang. Sehingga dirinya dapat
menjaga langsung kualitas jagung yang akan dijualnya kembali.
Amalia juga telaten memisahkan biji-biji jagung dari bonggolnya dengan
memipilin sendiri, pekerjaan yang tidak ringan butuh kesabaran dan keuletan. Sebelum
di kemas dalam plastik, dibersihkan dan diberi sedikit aroma supaya lebih
menarik.
Menurut penuturannya, pelanggan jagung manisnya kebanyakan ibu-ibu muda, yang memiliki anak kecil, yang sangat memperhatikan makan yang sehat dan bersih untuk anak-anak mereka.
Daripada anak-anak jajan dari cemilan atau jajanan yang kurang terjamin kebersihannya. Mereka membeli jagung manis dari
Amalia, kemudian membuat sendiri di rumah
sebagai aneka cemilan berbahan jagung manis. Ada yang dicampur susu, keju,
mesis atau bahan-bahan lain yang menarik selera anak-anak.
Usaha yang dirintis tahun 2015 dengan wedang uwuh dan kini
berkembang dengan jagung manis. Diakui, produk jagungnya lebih mahal
dibandingkan dengan harga jagung di pasaran karena Amalia menjaga kualiatas serta kebersihan.
Demikian pula dengan produk wedang uwuhnya tetap menjaga kualitas rasa
dengan mempertahankan jumlah rempah-rempah daripada gula.
Dalam dua hari, Amalia mampu menjual 100 kilogram jagung. Hampir tidak percaya jika
melihat posturnya yang kecil, ternyat ulet dalam menjual jagung. Pekerjaan yang
tidak mudah memisahkan butiran jagung dari bonggolnya.
Amalia mengakui peran dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
dalam memberikan pelatihan, serta fasilitas pameran sangat membantu usahanya. “Kita
kalau diminta membayar tempat pameran jelas tidak sanggup. Daripada untuk
membayar sewa tempat pameran lebih baiik untuk modal usaha,” jelas Amalia.
Gadis yang dari cara bicaranya nampak menunjukkan semangat usaha tinggi. Kentara dari
bicaranya yang renyah setiap kali menjawab pertanyaan saya. Diakui manfaat
pelatihan dari Dinas Koperasi dan UMKM, membuat kemasan produknya lebih menarik serta cara pemasaran menjadi lebih luas dan terbuka.
Amalia mengakui pada awalnya kemasan produknya dulu sangat jelek namun
setelah mendapat pelatihan kini kemasan wedang uwuh dan jagungnya menjadi
nampak lebih manis. Cocok dengan penampilan Amalia yang kelihatan bersahaja
sehingga memunculkan aura manis yang ada dalam dirinya dan produknya.
Dalam pemasaran, Amalia mengembangkan produk turunan dari wedang
uwuh seperti memproduksi ekstrak jahe. Memanfaatkan rempah-rempah dari wedang
uwuh menjadi produk yang memiliki nilai jual.
Saat ini mayoritas penjualan produknya lebih banyak dilakukan secara on line. Tidak hanya lewat instagram
tetapi juga lewat website dan
e-commerce lainnya.
Di akhir obrolan saya dengannya, Amalia berpesan jika ingin mengawali sebuah
usaha jangan pernah mengatakan tidak memiliki modal. “Sebab saya sendiri waktu itu
hanya bermodalkan Rp 50 ribu dari uang jajan saya,” jelasnya.
Pesan kedua jangan “ngedown”
atau putus asa jika sepi. Caranya dengan menerima situasi atau kondisi karena
yang namanya jualan itu selalu naik turun.