Minggu, 08 September 2019

Namanya Tanjung, Wangi dan Usia Bisa Sampai 100 Tahun


Namanya Tanjung, Wangi dan Usia Bisa Sampai 100 Tahun
Mataram Boulevard (foto: Ko In)

Pertama kali aku datang, jalan-jalan kota ini menyapaku ramah dengan kerindangan. Pohon di kanan kiri jalan seperti memayungiku dari sengatan sinar matahari, saat aku telusuri trotoar. Sayup-sayup aku dengar canda burung dengan suaranya yang riuh. Beberapa diantaranya berkejar-kejaran dengan terbang berpindah dari pohon satu ke pohon lainnya.

Jalan kaki di salah satu kawasan kota,  yang teduh oleh pohon, sungguh terasa menyenangkan. Apalagi ditemani beberapa pohon yang sebenarnya tidak terlalu besar namun tingginya dapat mencapai lebih dari lima belas meter. Bahkan usianya dapat mencapai seratus tahun.  Untuk memeluknya, bisa dilakukan sendiri. Tetapi terkadang butuh satu orang lagi.
Saat aku sampai di kota ini, pohon-pohon tersebut sudah besar. Memberi keteduhan suasana sepanjang jalan. Pohonnya berdiri rapi dan jaraknya teratur. Selalu menyapa ramah saat aku lewat didekatnya, dengan menebar bau wangi dari bunga diantara pucuk-pucuk dahan. Pagi hari, wanginya dapat tercium dari jauh. Ketika berjalan melewatinya menuju tempat pemberhentian bus kota, yang akan mengantarku ke kampus.
Pohon Tanjung di Jl.Atmo Sukarto (foto:Ko In)
Pohon Tanjung di Jl.Atmo Sukarto (foto:Ko In)
Siang hari, pohon-pohon ini seolah ingin mengajak aku berkenalan lewat bantuan tiupan angin yang menerbangkan daunnya mengenai tubuhku, seperti colekan. Atau ingin mengajakku bermain dengan menjatuhkan buahnya yang berwarna kuning atau merah tepat di kepala. Mungkin karena hafal setiap hari aku melewatinya. Baru beberapa langkah sesaat setelah turun dari bus kota.
Terkadang merasa sayang melihat buah pohon jatuh di jalan kemudian dilindas beraneka macam kendaraan. Membuat aspal yang berwarna hitam penuh dengan noktah-noktah kuning dan merah...
Pohon Tanjung sbg pemisah jalur (foto:Ko In)
Pohon Tanjung sbg pemisah jalur (foto:Ko In)
Dikota ini, pohon tanjung memberi aku pelajaran bagaimana menghargai lingkungan dengan segala mahluk hidupnya. Belajar dari pohon tanjung yang lebih dahulu hadir di kota ini, tentang pentingnya arti keteduhan dan kesehatan bagi sebuah kota. Agar burung dan manusia seperti aku, betah dan kerasan untuk tinggal di kota ini .
Ingin sejenak melepas kepenatan dan kesibukan dengan duduk di bawah pohon Tanjung, menghirup oksigen yang dikeluarkan supaya segar pikiran. Setelah cukup, dapat meneruskan aktivitas dengan tubuh yang terasa segar karena telah mendapatkan suplai oksigen yang cukup darinya. Tentu tidak lupa sambil menyegarkan tenggorokan dengan es jaipong.
Ada juga pohon beringin (foto: Ko In)
Ada juga pohon beringin (foto: Ko In)
Aku suka pulang berjalan kaki usai dari kampus atau rumah rekan dengan ditemani pohon-pohon tanjung, yang membelah jalan. Pohon-pohon yang sekaligus berfungsi sebagai pemisah jalan, jalur kiri dan kanan. Kata orang Eropa, jenis jalan itu disebut boulevard.
Jadi teringat lagu lawas yang berjudul sama, Boulevard. Apakah lagu itu terinspirasi dari keindahan lingkungan boulevard atau di boulevard ada cerita yang sentimentil dari pengarangnya Dan Byrd. Ah, entahlah. I don't know.
I don't know why / You said goodbye / Just let me know you didn't go / Forever my love / Please tell me why / You make me cry / I beg you please I'm on my knees / If that's what you want me to //
RefNever knew that it would go so far / When you left me on that boulevard / Come again you would release my pain /And we could be lovers again //
Just one more chance / Another dance / And let me feel it isn't real / That I've been losing you / This sun will rise / Within your eyes / Come back to me and we will be / Happy together//
Ref........Never knew that it would go so far / When you left me..... 
Maybe today / I'll make you stay / A little while just for a smile / And love together / For I will show / A place I know / In Tokyo where we could be / Happy forever //
Ref: .........Never knew that it would go so far / When you left me......

Mataram Boulevard siang hari (foto: Ko In)

Mataram Boulevard siang hari (foto: Ko In)

Pohon tanjung di kawasan Kota Baru, yang jelas tidak akan pernah meninggalkanku tetapi akan selalu merindukanku untuk kembali ke Yogyakarta. Demikian pula dirimu yang pernah lama tinggal di Yogya atau sekedar liburan beberapa hari di Yogya. Rindukan Yogya.
Menikmati suasana Kota Baru dengan banyak pohon Tanjung, seperti di Jl. Suroto malam hari. Terasa bagaimana sebuah kota di rancang secara matang oleh orang Belanda kala itu. Jalan ini pada mulanya bernama Mataram Boulevard kemudian berubah jadi Jl. Widoro karena di sekitarnya terdapat pohon widoro.
Kemudian berubah jadi Jl. Suroto sampai sekarang. Untuk menghargai jasa Suroto yang gugur dalam perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada peristiwa yang dikenal dengan pertempuran Kota Baru (7/10/1945).
Kota Baru Yogyakarta, menurut sejarahnya adalah hasil pengembangan sebuah kota yang dirancang sesuai kebutuhan pertambahan sejumlah penduduk, tanpa meninggalkan aspek lingkungan hidup agar kawasan tersebut dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman.
Jl. Suroto Yogya atau Mataram Boulevard (foto: Ko In)
Jl. Suroto Yogya atau Mataram Boulevard (foto: Ko In)
Bertambahnya jumlah orang Belanda waktu itu, terkait berkembangnya industri gula, perkebunan, dan golongan profesional yang bekerja di bidang perdagangan, kesehatan dan pendidikan yang membutuhkan tempat baru.
Dalam buku Toponim Kota Yogyakarta, pihak Residen Cannes mengajukan permohonan kepada Sri Sultan untuk diberi tempat khusus bagi orang-orang Eropa, lokasinya di sebelah timur sungai Code. Dikenal dengan Nieuwe Wijk atau Kota Baru pada masa sekarang.
Kawasan yg ditata secara matang (foto: Ko In)
Kawasan yg ditata secara matang (foto: Ko In)
Dalam catatan sejarahnya, kawasan Kota Baru Yogyakarta dulu banyak ditumbuhi pohon perindang yang berbau harum bunganya dan pohon buah.
Sisa-sisa bagaimana orang Belanda dalam membangun sebuah kawasan, sangat memperhitungkan aspek lingkungan dapat dilihat dengan halaman luas di rumah, tempat ibadah dan rumah sakit. Dimana ditanami pohon buah atau pohon yang menyebarkan bau harum. Di sepanjang jalan, kanan kiri jalan atau di tengah jalan, sebagai pembatas jalur jalan yang berlawanan arah.
Membangun gedung di negeri tropis, orang Belanda memperhatikan unsur sirkulasi udara dan cahaya. Seperti membuat jendela serta pintu yang besar dan tinggi dengan kaca. Sayang beberapa bangunan tersebut kini nampak tenggelam oleh bangunan baru yang tinggi dan bertingkat.
Rumah di Jl. Suroto (foto:Ko In)
Rumah di Jl. Suroto (foto:Ko In)
Anggrek menemani Tanjung (foto:Ko In)
Anggrek menemani Tanjung (foto:Ko In)
Mataram Boulevard atau Jl. Suroto kini sudah bersolek, sehingga pohon-pohon Tanjung nampak sedap dilihat.  Nampak lebih cantik dan diberi teman tanaman anggrek dan tanaman lainnya.
Sebagai sebuah kawasan, Kota Baru bagaikan sebuah taman kota. Sedikit membantu mengurangi polusi udara kota Yogyakarta, akibat semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Di jam sibuk saat liburan atau usai jam kantor, jalan sekitar Kota Baru selalu padat dengan kendaraan sehingga menimbulkan kemacetan.
Padat saat weekend (foto:Ko In)
Padat saat weekend (foto:Ko In)
Kehadiran pohon-pohon tanjung di kawasan ini setidaknya dapat mengurangi tingkat polusi sebuah kota. Walau kemampuan pohon tanjung dalam menyerap timbal rendah tetapi cukup tahan terhadap pencemaran udara sehingga tidak mudah rusak atau mati. Tidak heran jika usia tanjung dapat mencapai 100 tahun dan telah direkomendasikan sebagai pohon pelindung perkotaan di seluruh dunia.
Mataram Boulevard malam hari (foto: Ko In)
Mataram Boulevard malam hari (foto: Ko In)
Bagaimana sudah kenalan sama pohon tanjung saat ngadem atau menikmati es jaipong di kawasan Kota Baru Yogyakarta ? Jaga dan sapa dia. Jangan engkau siram dengan kuah sisa bakso atau dipaku untuk menempel poster kegiatan seni dan seminar di kampusmu.
Bisa jadi pohon tanjung itu seusia nenek atau kakek buyutmu.

Pohon tanjung ini berdiri juga di www.kompasiana.com/koin1903

Jumat, 30 Agustus 2019

Mengapa Kunci Pintu Mesti Ada di Lubangnya ?

(Foto: pixabay)
Kunci benda yang tidak terlalu besar namun memiliki fungsi yang tidak dapat dianggap remeh. Maka tidak heran sebagian orang meletakkan kunci di tempat yang mudah dijangkau, diingat dan dicari.
Tetapi tidak sedikit dari kita pernah merasakan kehilangan kunci karena lupa dimana meletakkan padahal menurut perasaan sudah diletakkan di tempat semestinya. Agar mudah dicari saat dibutuhkan atau saat akan digunakan.
Demikian halnya saat sulit menemukan kunci kendaraan, entah mobil atau motor yang tidak ada di tempat. Khususnya saat akan berangkat ke tempat kerja atau aktivitas lainnya seperti sekolah dan tempat usaha.
Bahkan ibu-ibu yang terkenal rapi dalam menata rumah dengan semua isinya, jadi jengkel dan mudah sewot karena tidak menemukan kunci kendaraan dengan mudah pada saat diperlukan untuk belanja ke pasar atau mini market terdekat.
Tidak sedikit orang mengalami hal serupa, walau sudah ada tempat tersendiri dan menjadi kesepakatan anggota keluarga kunci kendaraan di letakkan di tempat tersendiri dan khusus. Sehingga mudah terlihat dan mudah dicari oleh seluruh anggota keluarga saat dibutuhkan.
(foto:etsy)
(foto:etsy)
Tidak usah saling menyalahkan sebab kita sendiri terkadang menjadi aktor yang "menghilangkan" kunci seperti pesulap. Namun tidak dapat mengembalikan lagi dengan cepat.
Pada awalnya seperti biasa mengambil kunci kendaraan dari tempatnya dan sudah ada di tangan. Tetapi karena suatu hal masuk kembali ke dalam rumah untuk mengambil barang yang terlupa.
Pada saat itu tidak jarang kita lupa menaruh kunci kendaraan, yang tadi merasa sudah ada ditangan atau saku. Entah baju atau celana namun kenyataannya tidak  ada. 
Sehingga mencoba merunut kembali semua aktivitas saat akan bepergian. Ada yang  dapat menemukan kembali dengan cepat namun tidak jarang yang membutuhkan waktu lebih lama. Bahkan ada yang tidak berhasil menemukannya kembali.
Apa jadinya jika di saat genting, seperti saat terjadi gempa atau kebakaran. Seisi rumah tidak dapat keluar rumah untuk menyelamatkan diri gara-gara kunci rumah tidak ditemukan dengan cepat dan mudah. 
Walau sudah ada kesepakatan seluruh anggota keluarga untuk meletakkan semua kunci rumah di tempat khusus dan tersendiri.
(foto:shutterstock)
(foto:shutterstock)
Pengalaman memang guru terbaik. Apalagi pernah menjadi anak kos di Yogyakarta, yang bebas melakukan apa saja dengan isi kamar kos. Ingin dibuat rapi atau ingin seperti kapal pecah, tidak ada yang melarang.
Pada suatu malam di kos tiba-tiba terbangun gara-gara kebelet pipis. Celakanya saat akan membuka pintu, tidak menemukan kunci pintu kamar kos yang biasa saya taruh di atas meja belajar. Antara bingung mencari kunci dan menahan pipis menjadi siksaan tersendiri saat itu.
Sudah mencoba tenang dan mengingat dimana kunci pintu kamar kos diletakkan, ternyata tidak membantu ditambah rasa yang tidak enak saat menahan keinginan buang air kecil.
Sejak peristiwa itu, kunci kamar kos tidak pernah lepas dari pintu. Tetap berada di lobangnya dengan posisi terkunci saat tidak bepergian atau tidur. Sebagai bentuk kecil budaya sadar bencana.
Apalagi tinggal di Yogya lebih dari empat tahun, memberi pelajaran berharga tentang cara cepat keluar dari kamar kos atau rumah guna menyelamatkan diri bila terjadi gempa. Selalu siap untuk selamat.
Yogyakarta kota yang sering disambangi gempa. Sabtu malam (10/8/2019) sebagian warga Yogya merasakan getaran bumi yang berpusat 105 km di sebelah Barat Daya Bantul menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Gempa malam Minggu itu sempat mengejutkan sebagian warga, yang mendengar seperti suara gesekan dan melihat tembok seperti bergerak. Padahal delapan hari sebelumnya (2/8/2019) sebagian warga Yogya merasakan gempa cukup keras. Lampu gantung di rumah penduduk bergoyang keras atau cepat.
Menurut BMKG, gempa itu pusatnya di 147 klometer barat daya Sumur, Banten dengan kekuatan 7,4 SR yang berpotensi tsunami. Padahal dua bulan sebelumnya Yogya juga sudah dikunjungi gempa. Tepatnya pada hari Minggu (9/6/2019) yang pusatnya berjarak 185 km barat daya Yogya dengan kekuatan 5,7 SR.
Gempa yang sering melanda Yogya mengingatkan dan menyadarkan diri bahwa pengetahuan tentang ancaman bahaya bencana seperti erupsi gunung berapi, lahar  dingin, awan panas, angin puting beliung dan bencana. Merupakan pengetahuan yang wajib diketahui, selama tinggal di kota yang penuh pesona. Mari kenali bahayanya, kurangi risikonya.
(foto: pixabay)
(foto: pixabay)
Hidup di negara yang sebagian besar wilayahnya rentan dengan berbagai ancaman bencana,  menuntut  diri untuk selalu siaga terhadap kemungkinan setiap bencana. Baik yang dapat diprediksi atau tidak. 
Dengan siaga bencana, minimal dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi korban dengan luka atau cedera yang fatal. Memiliki reaksi atau tanggap situasi dengan cepat tetapi tetap tenang dan tidak panik.
Pengalaman saat mengalami bencana menjadi pengetahuan yang layak dibagikan agar bermanfaat bagi orang lain.
Pertama, biarkan kunci pintu kamar kos atau kunci pintu rumah tetap ada di lobangnya walau posisi pintu terkunci. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan panik saat terjadi bencana karena kepanikan tidak jarang membuat orang tidak mampu berpikir logis dan mengingat secara baik.
(foto: pixabay)
(foto: pixabay)
Kedua, sediakan air dalam  gelas putih di kamar tidur atau kamar kos dan letakkan ditempat yang mudah terlihat saat membuka mata. Air dalam gelas berfungsi sebagai alat bantu sederhana untuk memastikan terjadi gempa atau tidak. Jika saat tidur merasakan ada goyangan. Jika melihat air dalam gelas bergoyang keras maka mesti bangun dan langsung lari keluar rumah atau keluar dari kamar kos.
Ketiga, jangan lupa selalu tersedia senter atau alat penerang berenergi baterai dekat tempat tidur yang mudah diraih. Tidak jarang sesaat setelah gempa, angin puting beliung atau erupsi gunung berapi aliran listrik padam.  
Entah karena  jaringan listriknya putus terkena bencana atau sengaja diputus untuk menjaga keselamatan warga atau masyarakat terkena sengatan aliran  listrik dari kabel yang putus akibat pohon tumbang, banjir, gempa atau yang lainnya.
Keempat, jangan lupa selalu menyiapkan tas siaga bencana. Apalagi jika sudah ada peringatan dari BMKG terkait kondisi cuaca atau alam.
(foto:detik)
(foto:detik)
Kelima, manakala bencana usai seperti gempa untuk melakukan pengecekan terhadap kondisi keamanan bangunan. Jika aman segera cek instalasi listrik guna memastikan ada kabel yang putus atau tidak. Akan lebih aman jika mematikan arus terlebih dahulu yang masuk ke rumah guna menjaga segala kemungkinan dari hubungan pendek atau konsleting.
Jangan lupa pula cek kembali dapur apakah kompor gas masih menyala atau tidak manakala diitinggal menyelamatkan diri dari bencana seperti gempa. 
Kompor menyala saat ditinggal menyelamatkan diri berpotensi mengakibatkan kebakaran karena api masih menyala terjatuh sehingga membakar benda atau barang yang mudah terbakar.
Jangan sampai sudah jatuh tertimpa tangga. Mari kita jaga alam, alam jaga kita.

Eh, tulisan ini ada juga di kompasiana.com/koin1903

Kamis, 22 Agustus 2019

Yogyakarta, Kota Siaga Bencana ?

Mencari ilmu di Yogya (foto:ko in)
Belum genap satu tahun tinggal di Yogya, kala itu.  Mendapat pengalaman baru, yang belum pernah dialami seumur hidup. Pengalaman pertamaku mengalami  dan  merasakan tanah tempat berpijak, yang selama ini terasa padat, diam dan keras ternyata bisa bergerak.
"Apa ini...?", hal pertama yang terlintas di kepala. Walau goyangan tidak terlalu lama dan keras sempat membuat hati cemas dan melihat beberapa benda yang tergantung ikut bergoyang, untuk beberapa saat.
Aku hanya terpaku diam di tempat, sementara beberapa tetangga kamar kos yang belum berangkat ke kampus, yang sudah lama di Yogya langsung lari berhamburan keluar dari kamarnya. Terdengar orang berteriak, "Lindu-lindu." Artinya, "Gempa-gempa."
Setelah itu keadaan sekitar kos-kosan kembali tenang, berjalan seperti biasa, orang kembali dengan aktivitas dan rutinitas kesehariannya karena gempa yang terjadi tidak kencang dan tidak lama. Sebagian orang masih ada yang berkumpul dan membicarakan peristiwa yang baru saja terjadi, di luar rumah atau bangunan.

(Foto:wkyt)
Jujur, itulah untuk pertama kali saya merasakan dan mengalami sendiri bagaimana tanah yang biasa diam tiba-tiba bergerak. Reaksi saya kala itu, bengong. Tidak sigap bereaksi. Merasa heran dan aneh tanah bisa bergerak. 
Ini menunjukkan bahwa diri ini mungkin termasuk dari bagian orang yang tidak siap siaga bencana. Atau budaya sadar bencana sebagaimana disurvei oleh Litbang Kompas. Dimana hampir separuh dari 806 responden yang tinggal di zona bahaya tidak menyadari ancaman bahaya bencana di daerah yang ditinggali.
Pengalaman pertama itu menjadi sesuatu yang berharga bagi saya. Ternyata untuk menjadi warga Yogya mesti selalu siaga bencana. Apalagi setelah peristiwa pertama kali merasakan gempa. Menyadarkan saya untuk harus berbuat apa, saat merasakan tanah bergerak. 
Indonesia merupakan wilayah rawan bencana geologi seperti gempa  bumi dan tsunami. Tempat pertemuan empat lempeng. Lempeng Benua Eurasia, lempeng Samudera Indo-Australia, lempeng Samudera Pasifik dan lempeng Filipina. Yogyakarta merupakan daerah terdekat tumbukan lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Untuk itu perlu kenali bahayanya, kurangi risikonya.
(Foto:news act)
Yogyakarta bukan hanya kota pelajar tempat mahasiswa belajar tentang segala macam ilmu dan pengetahuan. Tetapi juga laboratorium besar bagi mereka yang pernah tinggal di Yogya. Untuk selalu sadar dan siaga bencana. Gempa lebih sering terjadi di bagian selatan pulau Jawa dibandingkan asal kota kelahiran saya di bagian utara Jawa.
Pengalaman pertamaku alami gempa di Yogyakarta, walau reaksinya bengong saat itu. Menjadi pengalaman berharga. Setiap ada goyangan yang diperkirakan dari bumi, bukan dari truk besar lewat. Sebab fenomenanya hampir sama. Langsung waspada untuk angkat kaki menjauhi gedung atau bangunan tinggi.
Hingga suatu hari saat duduk di kursi di kamar kost, kebetulan ada beberapa teman yang main ke kos.  Saya merasakan kursi, yang saya duduki terasa seperti bergoyang sendiri, dengan sigap saya berdiri untuk lari ke luar kamar. Siap untuk selamat.
Tetapi yang terjadi kursi itu malah terjatuh karena kehilangan beban berat badan saya sebagai penyangga saat teman menaruh kakinya di kursi sambil rebahan di lantai. "Glodakkk.....," keras bunyinya. Membuat kami kaget tetapi setelah sadar, kami tertawa semua.
(Foto: kumparan)
Hal-hal lucu dan menggelikkan tidak lepas dari kepanikan saat menghadapi suasana genting dan menakutkan, seperti saat tidur lelap tiba-tiba terjadi gempa. Saya terbiasa tidur di lantai beralaskan kasur busa di kos. Sehingga jika terjadi goyangan tanah sedikit saja mudah terasa. Seperti saat kendaraan berat lewat.
Suatu hari beberapa tetangga kamar kos main ke kamar dan ngobrol atau main game sampai larut. Tanpa terasa kami semua merasa capek dan tertidur. Tiba-tiba saya merasakan goyangan yang membuat terbangun disertai bunyi kaca jendela seperti di ketuk-ketuk orang beberapa kali. 
Spontan saya teriak "Gempa, gempa, gempa.....", sambil membangunkan tamu-tamu di kamar kos saya. Satu tetangga kamar kos sudah bangun dan langsung lari keluar kos - kosan. Tapi masih ada satu tamu kos saya yang belum bangun. 
Sementara goyangan tanah semakin keras dan menimbulkan bunyi berderik di atas kamar. Saya paksa dia untuk bangun sambil berteriak gempa, gempa, gempa dan menarik kedua tangannya.
(Foto:Tirto)
Beruntung gempa berhenti dan saya lepaskan kedua tangan saya yang memegang tangannya. Begitu susahnya dia dibangunin saat gempa terjadi pikir saya, sambil berjalan ke luar dari kamar kos. Guna mengantisipasi siapa tahu terjadi gempa susulan. 
Biasanya sambil menunggu suasana aman. Muncul cerita-cerita ketakutan, kecemasan dan tidak sedikit hal-hal lucu, sekaligus menjengkelkan sebagaimana yang saya alami saat gempa baru saja terjadi.  Saya bercerita ke sesama penghuni kos-kosan bagaimana saya gemas dengan tetangga kamar kos yang satu itu, yang sulit dibangunkan saat terjadi gempa. Sehingga saya harus menyeretnya dengan menarik kedua tangannya agar bangun dan keluar kamar.
Tapi sungguh mengejutkan, dia menjawab dengan enteng seperti merasa tidak bersalah, "Gimana mau lari, tangan dan kakiku di tarik bareng,". Mendengar jawaban itu, meledaklah tawa di suatu malam yang memberi pelajaran tentang penting artinya untuk selalu siaga bencana.
(Foto:blogtiket)

Tidak panik, saat terjadi gempa itulah pelajaran berharga, yang saya dapat selama tinggal di Yogya manakala terjadi bencana. Yogya seperti kampus, yang memberi pelajaran bagaimana harus bersikap dan bertindak manakala terjadi bencana.
Tidak ada salahnya masa-masa penerimaan mahasiswa baru, kegiatan ospeknya diisi dengan simulasi mitigasi bencana alam. Mahasiswa senior yang aktif di himpunan mahasiswa pencinta alam dapat menjadi mentor untuk mahasiswa yunior.
Jika kegiatan mahasiswa pencinta alam beku di tingkat fakultas atau universitas, kampus dengan usulan mahasiswa dapat minta pihak rektorat atau dekanat mengundang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memberikan pelatihan atau simulasi siaga bencana.
(Foto:anakuntad)
Tujuannya guna mengasah ketrampilan dan pengetahuan siaga bencana setiap mahasiswa. Tidak ada salahnya saat kuliah kerja nyata (KKN) memberi tips atau pengetahuan ringan ke masyarakat yang menjadi lokasi atau tempat KKN tentang berbagai hal terkait bencana. Dari penyebab, tanda-tanda, cara menyelamatkan diri dan apa yang harus dilakukan saat dan setelah peristiwa bencana terjadi.
Sebagai agent of change, tidak ada salahnya mahasiswa memiliki inisiatif melakukan kerja sama dengan sekolah asalnya, untuk mendorong almamaternya rutin melakukan simulasi siaga bencana. Sekaligus sebagai ajang promosi untuk menarik adik-adik kelas supaya kuliah di kampusnya.
Atau sebagai kegiatan dalam rangka memotivasi belajar adik-adik kelasnya, agar mereka lolos test dan di terima di perguruan tinggi terkemuka seperti dirinya. Lewat aksi edukatif, simulasi siaga bencana. Sekaligus sebagai aksi tebar pesona. Tujuannya, supaya tidak jomblo. Ehm.
(Foto:BNPB)
Pengalaman setiap mahasiswa di kampus Yogya pasti berlainan sesuai masa studi dan lokasinya. Ada yang ikut panik mendengar isu tsunami saat terjadi gempa 2006. Ada yang ikut mengungsi dari tempat kos saat erupsi gunung Merapi 2010, atau ikut membantu warga yang terkena bencana angin puting beliung. 

Yogyakarta selalu terbuka sebagai tempat untuk belajar. Termasuk belajar bersahabat dengan alam. Kita jaga alam, alam jaga kita.  Supaya kita tetap bisa menjaga kerendahan hati. 


Tulisan ini siaga juga di www.kompasiana.com/koin1903

Jumat, 16 Agustus 2019

VivoBook Ultra A412DA, Tentengan yang Gak Bikin Mati Gaya

(Foto:repro Asus Product Guide)
Hidup itu mesti gembira. Masa muda tidak dapat ditukar dengan apapun. Walau terkadang tersita oleh tugas-tugas yang diberikan dosen. Sehingga jadi nampak tua dan kumel karena sering mengerutkan dahi saat mencari jawab dari pertanyaan dosen.

Bagaimana pun dosen membantu mahasiswa mampu berpikir komperehensif, kritis dan mendalam. Usai kuliah, bergegas melangkahkan kaki ke kantin kampus dengan menenteng laptop di tangan kanan. Tas di punggung berisi berbagai literatur atau buku-buku bacaan kuliah. Sesekali tangan kiri melambaikan tangan ke beberapa teman atau menepuk bahu salah seorang teman. Sambil mengingatkan rencana nanti malam.

Sebenarnya laptop VivoBook Ultra A412DA yang ditentemg masih, muat jika dimasukkan dalam tas bersama buku-buku lain karena ukurannya kecil, tipis dan ringan. Rasanya malas jika harus sering buka tutup resleting tas. Belum lagi kalau lupa nutupnya. Bisa jadi barang-barang penting lainnya dalam tas, jatuh atau ketahuan apa saja isi tas. Malu......
Malu...(foto: ko in)
Sesampai di kantin apa daya penuh. Sambil menunggu tidak begitu ramai, mencari tempat yang tidak dilalui banyak orang, dekat kantin. Tangga paling ujung dari gedung kuliah jadi pilihan buat duduk dengan nyaman untuk buka laptop. Sambil ngemil makanan ringan sebagai ransum jika menghadapi kondisi darurat. Seperti kantin penuh dan ramai. Hehehe......
Manfaatkan tangga (foto:ko in)
Enteng dan menarik
Jika masih kebagian tempat duduk di kantin, bukan jadi masalah meletakkan laptop VivoBook Ultra A412DA di atas meja berbagi tempat dengan piring dan gelas. Sebab ukurannya hanya selebar majalah. Jika tiba-tiba teman satu meja menumpahkan minuman di meja. Tinggal buktikan sejauh mana daya reflek masih bekerja normal, gerak cepat mengangkat laptop produk Asus yang ringan. Hanya 1,5 kilogram termasuk dengan baterai.

Duduk lama di kantin sambil buka laptop, kerjakan tugas dosen, mengisi mulut dengan menu makan siang. Apalagi jika teman ikut nimbrung satu meja, jadi seru. Antara ngobrol dan kerjakan tugas, pasti pada tahu porsinya banyakan mana.
(Foto:anakui)
Belum lagi jika ada yang lewat, selalu ada yang menoleh atau mengarahkan mata ke laptop. Warna VivoBook Ultra A412DA memang menarik perhatian. Eh, mata atau perhatian. Terserah ingin menyebut menarik perhatian atau menarik mata orang karena temen satu meja jadi kegeeran dikira ada yang memperhatikannya. Padahal VivoBook Ultra A412DA itulah yang diperhatikan.

Apalagi yang berwarna peacook blue. Warna casingnya dapat berubah sesuai dengan ketajaman cahaya yang diterima. Kadang terlihat biru atau bergradasi warna birunya sehingga terlihat keungu-unguan.
(Foto: repro Product Guide)
Laptop kecil, ikut nampang di meja makan. Ingat, lebar layarnya tetap 14 inch. Warnanya colorful. Jika ingin melampiaskan ngobrol, laptop saya tutup. Tidak saya masukkan kedalam tas karena masih akan dipakai. Saat asyik ngobrol, ada panggilan alam sehingga harus  ninggalin VivoBook Ultra A412DA dengan teman-teman. Saat berdiri, salah satu teman ingin melihat sebagian hasil laporan saya.

Jari sakti
Sambil berjalan, saya persilahkan buka laptop sekalian menyebutkan folder dan nama file. Usai dari kamar kecil dan kembali ke meja. Saya dengar gerutu teman yang gak bisa membuka menu di laptop.

Saya baru sadar kalau laptop VivoBook Ultra A412DA telah dilengkapi dengan fitur keamanan. "Maaf, guys....", sambil menempelkan jari saya ke laptop. Mereka bingung dengan wajah penuh keheranan melihat saya dengan sentuhan jari dapat membuka menu. "Jari sakti untuk laptop sakti, " canda saya. Sontak mereka pada kesel.
(Foto:AMD-id)
Asus VivoBook Ultra A412DA memiliki sensor finger print serta pemindai wajah pemilik atau pengguna utama lewat Windows Hello. Salah satunya untuk menjaga keamanan data dalam laptop andai tertinggal disuatu tempat atau hilang. Sehingga data-data yang ada aman dan tidak memungkinkan bagi orang lain melakukan akses ke laptop kesayangan.

Tidak terasa ngobrol di kantin bersama teman berjalan hampir dua jam tetapi halaman laporan tugas kuliah belum beranjak dari halaman satu. Ketika satu persatu dari mereka pergi untuk melanjutkan kuliah atau pulang ke kos. Baru terasa, VivoBook Ultra A412DA adalah teman setia yang bersedia menunggu dan menemani ketukan jari-jemari. Waktu sudah terbuang sia-sia. Tetapi tidak kehilangan power atau energi karena umur baterainya, tiga kali lebih lama sebagaimana dilansir majalah Asus Product Guide.

Menunggu, pekerjaan membosankan. Apalagi saat menunggu teman untuk mengerjakan tugas bersama. Untuk membuang kejenuhan, laptop VivoBook Ultra A412DA dapat menjadi alat yang memberikam solusi bagaimana membuang rasa bosan atau jenuh.
(Foto: AMD-id)
(Foto:AMD-id)
Main game di laptop VivoBook Ultra A412DA, cara mudah mengisi waktu karena dapat memainkan game berat seperti Fallout76, FIFA 19, F1 2019, League of Legenda dan games lainnya. Karena dukungan prosesor AMD Ryzen 3 3200 U dan AMD Ryzen 5 3500U yang membuat laptop ini 48 persen lebih kencang dibanding laptop yang berumur tiga tahun.

Gabungan kedua prosesor tersebut bersandi Picasso, menjadikan laptop ini 10 persen lebih kencang dari laptop pendahulunya yang mengonsumsi daya sama sebab menggunakan teknologi fabrikasi 12nm. Sehingga mendukung untuk selesaikan pekerjaan komputasi grafis seperti desain 2D atau 3D.

Laptop untuk yang kreatif dan dinamis 
Soal baterai jangan khawatir. Hasil penelitian internal Asus menurut Head of PR Asus Indonesia, Muhammad Firman saat ditemui di Yogyakarta menjelaskan, baterai VivoBook paling besar. Ini sangat mendukung aktivitas kaum muda yang tidak hanya sibuk di kampus atau sekolah mengerjakan tugas atau ngegame. Tetapi aktif juga kembangin kreativitas, sport dan traveling.
(Foto:repro Product Guide)
(Foto:repro Product Guide)
"Generasi milenial walau masih mudah banyak melakukan kegiatan. Tidak hanya di kampus tetapi juga di luar kampus. Dengan ikut berbagai komunitas bahkan tidak sedikit yang berbisnis. VivoBook Ultra jawaban untuk mereka yang aktif dan dinamis," tambah Firman.

Menggunakan laptop VivoBook Ultra A412DA semakin nyaman berkat sistem Windows 10 asli dan berlisensi. Bukan KW dan gak bakalan mati gaya jika pakai yang asli. Apalah artinya laptop mahal dan keren tapi windowsnya KW. Malu mak...!


Soal harga, menurut Firman yang berkulit agak gelap disesuaikan dengan budget mahasiswa. Namun soal teknologi tetap baru dan tidak kalah dengan laptop klas premium. Perbedaan terletak ditampilan VivoBook Ultra lebih warna warni atau colorful.

Asus VivoBook Ultra A412D tipis dan mudah ditenteng. Tampilannya trendy dan fashionable cocok dengan gambaran tentang dirimu yang dinamis, aktif dan gak pernah kering ide-ide kreatifnya.

Spesifikasi lengkap dari Asus VivoBook Ultra A412DA:

Layar           14.0″ (16:9) LED backlit FHD (1920×1080) 60Hz Anti-Glare Panel
Prosesor     AMD Ryzen™ 5 3500U 4 Core 8 Thread Clockspeed hingga 3.7 Ghz
Grafis          Radeon Vega 8 Graphics
RAM             4 GB DDR4 2400MHz, Tersedia 1x Slot Upgrade Kapasitas Total 12GB
Storage        SSD M.2 256 GB.
Konektivitas  Combo BT 4.2 + Wi-Fi AC (2×2)
Webcam      HD 720p
I/O                 1 x COMBO audio jack
                       1 x Type-A USB2.0
                       1 x Type-A USB 3.1 (Gen 1)
                       1 x Type-C USB 3.0 (USB 3.1 Gen 1 / Gen 2)
                       1 x HDMI
Baterai         2 Cell 37 Whr
OS                  Windows 10
Dimensi       322 x 212 x 19.9 mm
Berat             1,5 kg termasuk baterai
Fitur unggulan Illuminated chiclet keyboard (optional), Fingerprint, Windows Hello, Fast Charging, Asus SonicMaster.

Selasa, 02 Juli 2019

Ada "Thek, Thok, Thek, Thok, Dug" di Mandiri Jogja Marathon

Ada "Thek, Thok, Thek, Thok, Dug" di Mandiri Jogja Marathon
Lari (foto: kr)
Lari marathon sejatinya adalah lari untuk mengabarkan kemenangan. Mengabarkan berita baik. Mengabarkan keberhasilan akan sebuah perjuangan. Tinggal bagaimana orang mampu menangkap kabar tersebut sebagai semangat perubahan yang bermanfaat bagi orang lain dan kehidupan.
Mandiri Jogja Marathon  (MJM) kegiatan olahraga tahunan lebih dari sekadar lomba karena event ini mendorong semangat pertumbuhan ekonomi kerakyatan berbasis sport tourism, dengan mempromosikan kekayaan seni budaya. Sekaligus cara kreatif dalam mengenalkan keindahan alam Jogja, khususnya candi Prambanan dan sekitarnya. 
Melakukan hal yang baik, seperti olahraga rutin setiap hari selama tiga puluh menit bagi sebagaian orang merupakan sesuatu yang tidak mudah. Ada saja alasan yang membuat pola hidup sehat itu kandas oleh berbagai macam kendala. Baik besifat natural, kultural, nalar atau hambatan internal eksternal. 
Lari marathon (foto:kompas)
Lari marathon (foto:kompas)
Sebuah tantangan sendiri mengikuti kegiatan Mandiri Marathon Jogja 2019. Paling tidak persiapan dilakukan sejak pukul 03.00 dini hari, apalagi jika rumah jauh dari candi Prambanan. Pukul 04:00 semua peserta lomba harus sudah kumpul di sekitar komplek candi Prambanan. 
Bukan perkara mudah bangun dini hari, apalagi terbiasa dengan rutinitas pekerjaan yang sampai malam. Untuk Mandiri Jogja Marathon, perlu istirahat cukup dan tidur lebih awal dari biasanya. Tidak lupa menyiapkan alarm  di handphone sebagai alat bantu bangun dini hari. 
Tentu Bukan hal mudah bagi bank Mandiri, rutin menyelenggarakan kegiatan olahraga dan tourism secara yang berkesinambungan dari tahun ke tahun. Apalagi melibatkan ribuan orang dari berbagai daerah dan negara. Seperti Amerika, Irlandia, Kenya, Prancis, Filiphina, China, India, Singapura dan Malaysia. 
Candi prambanan (foto: Ko In)
Candi prambanan (foto: Ko In)
Belum lagi mengkoordinir masyarakat sekitar candi Prambanan yang rumah atau jalan kampungnya  dilalui peserta lari marathon dengan jarak tempuh dan rute yang berbeda. Dari 42 km, 21 km, 10 km dan 5 km. 
Melibatkan masyarakat nampaknya sebagai upaya bank Mandiri untuk mengenalkan seni dan budaya lokal kepada publik. Sehingga peserta lomba dan wisatawan tertarik untuk selalu datang ke Jogja. Menikmati kekayaan alam dan seni budaya. Tidak hanya sekitar candi tetapi juga desa lain yang letaknya agak jauh dari Prambanan.
Kontur tanah sekitar Prambanan landai, memudahkan mata menikmati panorama alam yang masih didominasi persawahan. Jika terlihat bangunan tinggi, biasanya  rumah penduduk atau candi. Sehingga mata leluasa melihat pemandangan  tanpa halangan berarti. 
Prambanan siang hari (foto: Ko In)
Prambanan siang hari (foto: Ko In)
Gunung Merapi nampak indah saat disapa sinar mentari apalagi awan sudah malas untuk menyelimuti Merapi. Matahari terus beranjak tinggi dengan sinarnya yang semakin terang. Seolah mengingatkan Merapi untuk menyapa peserta Mandiri Jogja Marathon dengan keramahan yang berwibawa, jauh dari sebelah utara Jogja.   
Di kecamatan Prambanan sedikitnya terdapat 23 destinasi wisata, umumnya jenis wisata edukasi atau budaya dan sebagian wisata alam.  Bank Mandiri jeli dalam melihat potensi yang dimiliki desa dengan "seribu candi"nya. Menjadikan candi Prambanan sebagai pusat kegiatan tahunan Mandiri Jogja Marathon, yang diawali pada tahun 2017.
Jeli dalam menarik minat peserta serta dengan memanfaatkan potensi budaya lokal sebagai salah satu destinasi  wisata. Melibatkan masyarakat sekitar menjadi suporter, pemberi semangat bagi peserta lari dengan kegiatan hiburan bernuansa budaya di sepanjang jalan yang dilalui para pelari. Menjadikan event ini bukan sekadar lomba dan bukan sekadar berbeda tetapi jadi unik dan menarik.
Jeglug lesung (foto: tribun)
Jeglug lesung (foto: tribun)
"Thok, Thek, Thok, Thek, Thok, Dug"
Gejog lesung salah satu seni tradisional yang ikut meramaikan kegiatan lari pagi berbentuk marathon. Simbok-simbok, cekatan membenturkan alu, alat penumbuk padi ke lesung di bagian atas, tengah dan samping.  Sehingga menimbulkan bunyi "thok, thek, thok, thek, thok", bak instrumen musik perkusi.
Benturan yang berirama dan bergantian ke lesung, memunculkan suara unik. Demikian pula saat berbenturan dengan bagian tengah yang dalam  dari lesung, yang terbuat dari kayu utuh besar dilobangi tengahnya sedemikian rupa, sehingga berbentuk cekungan. Maka akan menghasilkan bunyi atau suara "dug". 
"Thok, thek, thok, thek, thok dug. Thok, thek, thok, thek, thok, dug, dug. Thok, thek, thok, thek, thok, dug. Thok, thek, thok, thek, thok, dug, dug".
Tidak salah jika ada yang menyebut musik kothekan, istilah yang muncul karena suara yang ditimbulkannya. Tidak heran pula sesekali melihat senyum peserta Mandiri Marathon Jogja. Entah geli mendengarnya atau karena melihat keunikan musik tradisional. 
Abadikan moment (foto: kompas)
Abadikan moment (foto: kompas)
Bergodho dan pelari (foto:kontan)
Bergodho dan pelari (foto:kontan)
Jangan heran jika melihat satu dua peserta lomba marathon, yang merubah ritme lari. Dari ayunan kaki yang lebar mejadi pelan dan telapak tangan mengepal jadi terbuka. Kemudian digerakan seperti orang menari.  "Wuuiii......"
Saat pelari melewati prajurit Keraton atau bregodho dengan baju khasnya, memainkan peralatan musik yang dibawa. "Dhek, deredhek, dhek, pong. Dhek, deredhek, dhek, pong." Sesekali diselingi suara seruling. Terpancar kekaguman peserta sehingga menambah semangat peserta untuk berlomba. 
Mandiri Jogja Marathon bukan sekadar lomba karena ikut mengedukasi banyak orang tentang pentingnya olahraga. Cukup olahraga 150 menit atau sekitar dua setengah jam sekali dalam seminggu. Atau rutin 30 menit sehari  berolahraga akan membuat tubuh sehat. 
Bonusnya jika mampu mengukir prestasi, bukannya tidak mungkin membawanya mengunjungi tempat favorit dan mendapat hadiah berharga atau sejumlah uang.  Dalam tiap perlombaan atau pertandingan.
Lebih dari sekedar lomba (foto:goopps)
Lebih dari sekedar lomba (foto:goopps)
Tubuh yang sehat artinya mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Melakukan kegiatan produktif, bermanfaat secara ekonomis dan orang lain. Sehingga berkorelasi  positif dengan pertumbuhan atau pembangunan.  
Membangun artinya merawat dan terlibat dalam sebuah perkembangan. Sekaligus menjaga supaya tetap baik, rapi, indah dan sehat. Dalam arti sehat jiwa raga, kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.
Lebih dari sekadar lomba
Mandiri Jogja Marathon lebih dari sekadar lomba karena :
  • Menciptakan wisata baru bagi Jogja. Tidak harus selalu tempat yang baru. Tetapi  menciptakan daya tarik baru. Membuat orang rindu untuk selalu ingin kembali ke Jogja dengan keragaman  sebagai magnetnya. 
  • Menggerakkan perekonomian warga Jogja. Perputaran uang menjadi lebih cepat dengan kedatangan wisatawan dari berbagai daerah di seluruh tanah air atau belahan dunia. Membawa rupiah atau dolar yang siap dibelanjakan. Menikmati olahan berbagai produk hasil bumi dalam sajian kuliner yang memiliki citarasa khas. Atau membayar jasa layanan pariwisata. Dari penginapan, tour guide, sewa mobil, pembelian cindera mata kerajinan dan yang lainnya.  
  • Melestarikan seni budaya. Bukan sebatas kegiatan yang eksibisionis semata. Tetapi sekaligus menunjukkan bahwa budaya itu sarat akan nilai-nilai kehidupan. Menyadarkan setiap orang untuk mengajarkan sifat rendah hati, suka menolong, memiliki kepedulian terhadap orang yang kekurangan. Menghargai orang yang lebih tua. Walau status sosialnya lebih tinggi, secara ekonomi atau pendidikan.
  • Membiasakan gaya hidup sehat.  Lewat olahraga atau kegiatan fisik yang terukur, guna tercipta lingkungan dan gaya hidup yang sehat. Salah satunya menata, membersihkan, merapikan rute jalan yang akan dilalui para peserta marathon dengan cara gotong royong. Dengan harapan setelah acara selesai kondisi jalan tersebut tetap rapi dan bersih. 
  • Membuat efek domino terhadap pertumbuhan destinasi wisata baru. Dari dan lewat candi Prambanan diharapkan tempat lain mampu mengembangkan diri menjadi daerah tujuan wisata baru dengan ciri khasnya masing-masing.  
Mandiri Jogja Marathon lebih dari sekedar lomba karena menawarkan harapan. Menawarkan efek berantai atau domino bagi desa lain. Salah satunya kecamatan Kalasan, letaknya sebelah barat kecamatan Prambanan. Memiliki potensi wisata yang tidak kalah menarik. Bukan candi yang menjulang tinggi tapi candi yang mblesek atau ambles dalam tanah.
Sore di candi Sambisari (foto:Ko In)
Sore di candi Sambisari (foto:Ko In)
Candi pendem atau candi blesek?
Candi pendem Sambisari, candi  yang terletak di bawah tanah. Entah terpendam atau ambles tidak ada saksi mata yang bercerita tapi menurut penelitian sih terpendam. Puncak tertinggi candi mungkin hampir sama dengan jalan dan halaman rumah penduduk yang ada di dekatnya.
Pertama kali ditemukan, secara tidak sengaja oleh petani yang sedang mencangkul di sawah. Sebelum tahun 1966 candi ini masih terpendam dalam tanah. Kini orang lebih banyak menyebutnya dengan nama candi Sambisari. 
Dari jalan raya Solo Jogja, jarak tempuh sekitar dua kilometer ke arah utara. Mudah untuk mencapainya karena banyak papan penunjuk yang membantu sampai lokasi. Untuk menikmati keindahan candi dan pemandangan, disarankan saat pagi atau sore. Di pagi hari tidak sedikit warga yang memamanfaatkan lokasi sekitar candi untuk jogging.
Asri lingkungan candi (foto: Ko In)
Asri lingkungan candi (foto: Ko In)
Jika Mandiri Jogja Marathon tahun depan digelar kembali, tidak ada salahnya mencari penginapan dekat candi Sambisari. Sebab di sebelah timur candi Sambisari terdapat home stay. Untuk menuju Prambanan tidak butuh waktu lama. Sekitar 15 menit  karena jaraknya kurang lebih hanya empat kilometer. 
Candi Sambisari nampak indah selepas pukul 16.00. Tetapi mesti diingat, candi tutup pukul 18.00, pukul 17.30 petugas jaga candi biasanya meminta pengunjung untuk naik ke atas dan mengosongkan area candi.
Candi ini berada di bawah tanah. Kedalamannya sekitar 6,5 meter dari permukaan tanah. sebagian halaman ditumbuhi rumput yang tertata rapi. Sehingga banyak dimanfaatkan pengunjung sebagai tempat duduk, menjalin keakraban antar anggota keluarga atau kekasih. 
Tempat bercengkerama bersama keluarga (foto: Ko In)
Tempat bercengkerama bersama keluarga (foto: Ko In)
Candi sambisari masuk wilayah Kalasan. Nama Kalasan biasanya mengikuiti nama kuliner ayam goreng. Booming wisata kuliner ikut menambah daya tarik sekitar candi. Ada sop Djadoel  terletak di sebelah timur. Khas sop ini kuahnya terbuat dari susu murni bukan dari santan perasan parutan kelapa. Dilengkapi dengan daging iga sapi. 
Sip Djadoel (foto: deskgram)
Sip Djadoel (foto: deskgram)
Makanan khas lainnya pisang goreng yang manis. Tidak sedikit wisatawan sebelum atau usai menikmati sop Djadoel  mampir ke candi Sambisari.  Dan tidak jauh dari sop Djadoel ada saoto Bathok mbah Katro, letaknya sekitar 100 meter ke utara dari pagar terluar candi.
Saoto tidak jauh dari candi Sambisari (foto: Ko In)
Saoto tidak jauh dari candi Sambisari (foto: Ko In)
Saoto Bathok dan sawah (foto: Ko In)
Saoto Bathok dan sawah (foto: Ko In)
Daya tarik warung ini terletak pada tempat yang dikeliling sawah. Pengunjung dapat menikmati saoto dengan mangkok dari tempurung kelapa atau bathok, yang berisi daging ayam atau sapi. Tauge dan daun sledri. Lauk khasnya tempe goreng. Sebagai pelengkap ada cabe, potongan jeruk nipis dan kecap.
Agenda mengikuti event Mandiri Jogja Marathon terasa semakin mudah karena ada homestay yang tidak jauh dari candi Prambanan, lokasinya dekat dengan candi pendem, Sambisari. Tempat kulinernya pun dapat ditempuh dengan jalan kaki sebab berdekatan dengan homestay
Maka usai mengikuti Mandiri Jogja Marathon tidak ada salahnya memanjakan diri dengan jalan-jalan keliling desa Kalasan. Siapa tahu mendengar, "thek, thok, thek, thok, dug."
Tulisan ini sudah lari-lari di www.kompasiana.com/koin1903 

Itsmy blog

 It's my mine