Selasa, 28 Agustus 2018

Kikis Sekat Imajiner di Antara Satuan Pendidikan, Keluarga dan Masyarakat

Kikis Sekat Imajiner di Antara Satuan Pendidikan, Keluarga dan Masyarakat
(www.dakwatuna.com)
Pendidikan itu artinya mengajak dan mengajar seseorang untuk menjadi lebih bermartabat dan beradab.  Menjadikan seseorang jujur, berbudi dan rendah hati. Terbuka terhadap kritikan dan koreksi serta bersedia mendidik diri, memberi teladan bagi masyarakat dan orang disekitarnya.
Pendidikan tidak sebatas mewajibkan seseorang menempuh jenjang pendidikan tingkat dasar atau tingkat lanjut dan tingkat tinggi. Memulai pendidikan itu melakukan pengelolaan pendidikan di tiap satuan pendidikan. Artinya, memulai pendidikan dari kelompok layanan pendidikan sesuai  jalur yang berbentuk formal, nonformal atau informal.
Sebagaimana Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan formal dan non formal pelaksanaannya secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal pelaksanaannya dimulai dari keluarga serta lingkungan. 
Paud atau taman kanak-kanak (Foto:Ko In)
Paud atau taman kanak-kanak (Foto:Ko In)
Dengan demikian pengelola pendidikan, baik kepala sekolah dan kepala keluarga mesti memiliki visi pendidikan yang komperehensif dalam proses edukasi di sekolah atau keluarga.
Tiga raksasa
Seorang pemimpin dalam konteks pendidikan menurut Robert J. Starratt , seperti sosok tiga raksasa yang periang. Seorang raksasa yang mengajarkan gelak tawa, raksasa lain mengajarkan pengampunan dan raksasa yang lain lagi mengajarkan imajinasi.
Robert J. Starratt, profesor dari Fordham  University, New York yang berminat dalam bidang kepimpinan, kurikulum dan pengembangan sumberdaya manusia. Memiliki pandangan  terkait pelaksanaan pendidikan yang harus berviri visioner. Tanggap perubahan dan tanggap akan permasalahan lingkungan.
Pemimpin, kepala sekolah, guru, kepala rumah tangga atau orang tua diharapkan memiliki kemampuan membangun kedekatan, suasana riang dan gembira agar setiap didikan mudah dicerna dan diterima oleh peserta didik atau anggota keluarga.
(humanityfirst.id)
(humanityfirst.id)
Setiap anggota keluarga dapat membangun kedekatan dan keakraban dalam mengajar. Mendidik banyak hal tanpa harus menjaga imej atau jaim. Jaga status, karena peran orang tua bukan hanya sebagai pemimpin keluarga tetapi juga pengayom, memberi rasa aman serta menjadi teman atau sahabat bagi anggota keluarga.
Kepala sekolah dan guru memahami kapan berperan menjadi orangtua dan sebagai guru. Kapan berperan menjadi orang tua. Kapan menghidupkan suasana kelas dengan canda dan gelak tawa agar siswa tidak bosan atau jenuh saat menerima materi pelejaran.
Para pendidik di satuan pendidikan formal juga kreatif dalam memberikan hukuman yang berujung pemahaman, bahwa hukuman itu bukan derita fisik atau psikis. Melainkan sifat belas asih karena hukuman dan pengampunan didasari oleh kasih. Agar anak didik memiliki sikap rendah hati dan menghargai.
Pengampunan dalam praktik pendidikan keluarga tidak terbilang banyak jumlahnya. Cinta, rasa sayang dan kasih menjadi dasar utama keterlibatan orang tua dalam pendidikan lewat  komunitas kecil yang disebut keluarga.   
(www.suarapemredkalbar.com)
(www.suarapemredkalbar.com)
Namun demikian tidak mudah menjadi pendidik yang memiliki kemampuan imajinatif seperti digambarkan oleh Robert J. Starratt. Sosok raksasa harus memiliki imajinasinya yang melampaui  batas-batas ruang dan waktu serta ilmu pengetahuan. 
Tidak jarang silabus atau kurikulum pendidikan terlalu banyak menjejalkan teori pendidikan. Minim contoh, aplikasi atau praktek. Kurang inovatif dalam menjawab kebutuhan jaman, serta lemah dalam menanamkan nilai karakter . Sebagai mahluk yang paham etika, santun dan bermartabat dengan sifat kemanusiaannya.
Kepala sekolah, pemimpin, pendidik, keluarga dan masyarakat mesti belajar dari Robert J. Starratt tentang pendidikan yang visioner.  Menurutnya kegiatan pendidikan mesti memiliki makna akan tujuan yang sasarannya berdasar pada identitas diri sebagai manusia.
Pemimpin kegiatan pendidikan dituntut memiliki keinginan tumbuh bersama dengan anggota kelompok dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan di satuan pendidikannya.
Patung Ki Hadjar Dewantara (Foto: Ko In)
Patung Ki Hadjar Dewantara (Foto: Ko In)
Komitmen menjadi kata kunci yang harus menjadi kesadaran bersama. Sekaligus menjadi ruh organisasi agar tujuan pendidikan yang imajinatif, penuh gelak tawa dan pengampunan dapat tercapai jika ada kerjasama antar semua elemen organisasi atau satuan pendidikan.
Pelaku pendidikan mesti  sadar perubahan dan pembaharuan yang  terus menerus. Ini merupakan cara bagaimana menjadikan dirinya sebagai model pendidik yang visioner. Tanggap perubahan dan perkembangan jaman tanpa meninggalkan berkarakter. 
Walau kaya ilmu dan pengetahuan serta luas wawasannya tetap menjadi sosok yang rendah hati.
Tidak sedikit buku berisi tentang bagaimana menjadi kepala sekolah atau guru yang kreatif dan inovatif. Tidak sedikit pula pelatihan telah diikuti guru dan kepala sekolah agar menjadi pendidik dan pengajar yang lebih profesional. Tetapi itu semua tanpa arti jika tidak diaplikasika di satuan pendidikannya dengan memperhatikan situasi kondisi.
Aneka judul buku (Foto: Ko In)
Aneka judul buku (Foto: Ko In)
Kebutuhan mendesak bangsa ini terkait pendidikan adalah keterlibatan dengan cara memberi contoh atau teladan dari pemimpin, kepala sekolah, kepala keluarga dan guru. Terkait dengan berbagai tandakan dan perliaku positif. Khususnya masalah etika, moral, peduli saling membantu dan jauh dari sikap egois.
Tidak tertib (Foto: Ko In)
Tidak tertib (Foto: Ko In)
Pendidikan yang inovatif  itu.....
Pendidikan yang inovatif itu, pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk memahami esensi setiap persoalan yang ada di masyarakat. Menemukan akar permasalahan sehingga mampu meremuskannya sehingga mudah memahami setiap persoalan.
Pendidikan yang inovatif itu, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai alat bantu dalam menangkap persoalan secara utuh dan komperehensif.  
Buku dan sumber referensi terkait pendidikan inovatif cukup banyak. Namun semuanya menjadi tidak ada arti jika tidak ada peran keterlibatan dan mengaplikasikannya dalam upaya mengatasi persoalan-persoalan  pendidikan.
Pendidikan yang inovatif itu, pendidikan yang terlibat secara langsung dalam bentuk teladan. Dalam bentuk praktek atau aksi yang baik, berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Bukan hanya baik bagi diri sendiri.
(www.id.jobsdb.com)
(www.id.jobsdb.com)
Pendidikan yang inovatif itu mengandung arti pembaharuan dan perubahan. Tidak mudah bagi seseorang untuk menerima perubahan dan sesuatu yang baru khususnya bagi mereka yang telah mapan secara ekonomis dan status sosial.
Termasuk mereka yang cukup umur atau orang tua menjadi sedikit lebih sulit untuk  berubah. Berbeda dengan mereka yang masih dalam perkembangan atau pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja.
Pendidikan yang inovatif, tidak lepas dari usaha membentuk karakter. Sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang memiliki hak dan tanggungjawab. Tidak mudah goyah pendirian atau sikapnya, manakala dihadapkan pada persoalan-persoapan kehidupan yang sangat komplek.
Ciri pendidikan inovatif tersirat dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 yang dipertegas dengan Peraturan Menteri Pedidikan Kebudayaan no 30 tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan.
ok-9-5b727a016ddcae460c017242.jpg
ok-9-5b727a016ddcae460c017242.jpg
Untuk melibatkan keluarga  dan masyarakat lebih efektif, inovatif dan terarah.
Pertama, perlu sinergi antara keluarga, masyarakat dan satuan pendidikan. Dalam Permendikbud no 30 tahun 2017 yang dimaksud dengan satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggrakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan kesetaraan.
Sinergi ini dapat tercapai bila ada semangat kerjasama dan saling membantu, serta keterbukaan atau transparansi. Sehingga menghasilkan sebuah lingkungan yang aman, nyaman dan menyenangkan dari  hasil kerja keterlibatan keluarga, masyarakat dan lingkungan di satuan sekolah yang ada.
(www.wikipedia.org)
(www.wikipedia.org)
Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Paulo Freire, filsuf pendidikan asal Brasil yang menyebutkan bahwa praktik pendidikan sejatinya berfokus pada percaya diri, kompetensi profesional. Termasuk kedermawanan, komitmen, kebebasan dan otoritas. Disamping itu pendidikan juga mengajarkan proses dialog dan hubungan yang harmonis.
Kedua, terkait masalah kepedulian. Sudah waktunya keluarga atau masyarakat menanggalkan sikap apriori  terkait keterlibatan keluarga atau masyarakat dalam pendidikan ujungnya hanya soal biaya uang pendidikan.
Tidak sedikit orang tua yang enggan menghadiri undangan dari pihak satuan pendidikan. Sikap apriori tersebut terjadi karena tidak sedikit satuan pendidikan atau sekolah yang hanya mementingkan tarikan sumbangan pendidikan.
(www.idieparokie.com)
(www.idieparokie.com)
Disisi lain, sikap apriori terkadang juga muncul dari pihak satuan pendidikan atau sekolah yang was-was melibatkan orang tua atau masyarakat. Sebab sekolah nyaman dengan kemampanan dan cenderung anti perubahan.
Persoalan pendidikan terus berkembang dan berubah dari waktu ke waktu. Sekolah seolah membentengi diri dari orang tua atau masyarakat yang kritis terhadap proses serta sistem pendidikan yang dinamis.
Tidak heran jika ada sebagian orang tua yang malas bergabung dengan komite sekolah atau malas menghadiri undangan sekolah karena pihak sekolah anti kritik dan koreksi yang sifatnya membangun. Tidak sedikit sekolah yang membentuk komite jauh dari kata demokratis, pemilihan pengurus komitenya sudah ditentukan terlebih dahulu oleh sekolah.
(www.edunews.id)
(www.edunews.id)
Dipilih pengurus dari orangtua atau wali dengan ciri-ciri seperti mapan finansial sehingga saat sekolah mengajukan ide pungutan kepada orang tua mudah diloloskan. Karena ukuran besar pungutan menjadi sangat subyektif sesuai kemampuan pengurus komitenya.
Pengurus atau anggota komite yang dipilih bukan pula orang-orang yang kritis terkait dengan masalah pendidikan. Namun mempunyai pengaruh terkait dengan status sosial. Harapannya saat meminta pertimbangan, akan mudah dalam mengambil keputusan yang sudah direncanakan sekolah.
Pendapat Paulo Freire sangat relevan bahwa tidak ada kegiatan mengajar tanpa belajar. Pendidik mesti belajar untuk menghormati apa yang diketahui oleh murid dan keluarganya karena pengajaran bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan.
Keterlibata masyarakat dalam pendidikan (Foto: Ko In)
Keterlibata masyarakat dalam pendidikan (Foto: Ko In)
Jika telah menemukan kata sepakat  tentang arti sinergi dan kepedulian antara keluarga, masyarakat dan satuan pendidikan terkait penyelenggaraan pendidikan. Maka  kebutuhan akan rasa aman, nyaman serta semangat belajar lebih mudah dicari solusinya.
Termasuk bagaimana cara mengatasi  dan mengantsipasi agar tidak terjadi tindakan yang mengarah pada pelanggaran hukum, dari sebagian peserta didik. Seperti terlibat dalam penyalahgunaan Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) atau tindak anarkis dan perkelahian antar pelajar.
Kikis sekat  imajiner
Kesamaan persepsi akan mengikis sekat imajiner yang selama ini terbangun dari persepsi  serta pola pikir yang kurang tepat atau salah. Karena kurangnya keterbukaan antar satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat. 
Keterlibatan Keluarga dalam pendidikan (Foto:Ko In)
Keterlibatan Keluarga dalam pendidikan (Foto:Ko In)
Pendidikan yang melibatkan keluarga dan masyarakat artinya mendidik sikap jujur, peduli  dan tidak segan terlibat dalam proses pendidikan siswa. Lewat peran sebagai komite sekolah, menjadi narasumber dalam kegiatan di sekolah.
Ikut aktif dan berpartisipasi kegiatan kokurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan pengembangan diri siswa didik. Termasuk berperan aktif dalam upaya pencegahan kekerasan,  pornografi, pornoaksi dan penyalahgunaan napza.
Dengan melibatkan keluarga dan masyarakat secara bersama dengan satuan pendidikan. Akan menemukan langkah teknis pelaksanaan bagaimana menjawab kebutuhan dan kemampuan satuan pendidikan terkait upaya memajukan proses pendidikan.  
(www.kompasiana.com)
(www.kompasiana.com)
Sehingga sekat imajiner antara sekolah, keluarga dan masyarakat pelan-pelan dapat dikikis dari mind set masyarakat dan pengelola di sekolah. Sebab masalah pendidikan bukan semata-mata seputar dana sumbangan pendidikan, uang seragam, uang study tour atau sumbangan dana perpisahan akhir tahun pembelajaran.
Sebab pendidikan itu berbicara tentang seseorang atau masyarakat yang beradab, berbudi, rendah hati dan memiliki kepedulian satu sama lain.
Tulisan ini ada di sekat www.kompasiana.com/koin1903

Sabtu, 18 Agustus 2018

Sate Ratu Jogja, Bumbu Rahasianya Cinta?

Sate Ratu Jogja, Bumbu Rahasianya Cinta?
Bakar sate (Foto: Ko In)
Cinta selalu menghadirkan sesuatu yang baik. Seperti keramahan dan perasaan hangat manakala berinteraksi dengan orang yang dirinya dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang. Wajahnya selalu menebar senyum dan menggambarkan rasa percaya diri.
Sebagaimana Kjogs (penulis Kompasiana Jogja) yang mendapat undangan dari Fabian Budi Saputro pemilik sekaligus pengelola Sate Ratu yang terletak di Jogja Paradise Food Court. Kira-kira enam kilometer dari Titik Nol yang berpusat di ujung Selatan Malioboro.
Tidak secara bersamaan kami tiba di Sate Ratu Yogya, Sabtu sore itu. Kedatangan kami  satu persatu, di sambut  senyum ramah Budi, diantara kepulan asap yang berbau khas sate, dengan aroma daging bakarnya yang menggelitik perut dengan rasa laparnya.
Sate Ratu, terkenal sampai kemana-mana (Foto:Ko In)
Sate Ratu, terkenal sampai kemana-mana (Foto:Ko In)
Berkali-kali kami diminta masuk ke warungnya, namun sayang untuk menyia-nyiakan melihat asap menari-nari di depan warung Satu Ratu, yang berada di dalam komplek Jogja Paradise Food Court. Sayang membiarkan  aroma khas saat daging ayam dibakar di bawa terbang angin yang cukup sedang bertiup sore di bulan Agustus.
Siapa sangka usaha kuliner sate ini merupakan transformasi dari warung angkringan Ratu. Dan siapa sangka warung yang nampak sederhana, dengan atap terbuat dari anyaman bambu. Orang Jawa menyebutnya "pyan", dikenal banyak wisatawan mancanegara.
Pengunjungnya silih berganti, tidak kalah ramai jika dibandingkan dengan kios di sekelilingnya yang bergaya kekinian. Dengan ciri warna menyolok, banyak lampu dan kaca di dindingnya agar nampak dari luar atau dapat dilihat dari luar. Tidak demikian halnya dengan Sate Ratu.
Warung Sate Ratu (Foto;Ko In)
Warung Sate Ratu (Foto;Ko In)
Sekali lagi, siapa sangka warung sederhana Sate Ratu dengan menu unggulan Sate Ayam Merah dan Sate Lilit atau Lilit Basah menjadi  favorit tamu-tamu yang kebanyakan adalah turis mancanegara. Semua itu tidak lain karena keramahan, yang tergambar dari senyum ramah Budi yang ditemani istrinya, Maria Watampone yang cekatan menyiapkan pesanan.
Lebih dari limapuluh bangsa atau negara asal turis manca negara yang sudah mampir dan merasakan menu utama Sate Merah. Sate ayam yang tidak seperti sate pada umumnya dengan bumbu kacang atau bumbu kecap. Bumbunya apa....?
Aih....nampaknya Budi tidak blak-blakan menyebutkan, namun yang jelas ada cabe yang membuat sate ini nampak kemerahan. Apalagi direndam dalam bumbu tersebut kurang lebih tiga jam, tidak heran jika rasanya merasuk dalam daging ayam. 
Sate Ayam Merah (Foto: Ko In)
Sate Ayam Merah (Foto: Ko In)
Maria Watampone (Foto: Ko In)
Maria Watampone (Foto: Ko In)
Sampai-sampai sejumlah turis manca, tercatat sudah lebih dari dua ribu tiga ratus, yang menyempatkan diri mampir ketemu Budi. Ehm, maksudnya mencicipi Sate Merah buatan Budi. 
Sementara sate lilitnya, yang tanpa tusuk karena dipersiapkan dalam bentuk blox atau kotak untuk mengantisipasi jika Sate Merah habis. Budi tidak menginginkan tamunya kecewa maka sate lilit atau Lilit Basah sebagai alternatif pilihan.
Lilit basah atau sate lilit basah adaptasi dari sate lilit Bali karena tidak menggunakan tusuk dari bambu atau dari batang serai. Lilit basah terbuat dari campuran daging cincang dengan bumbu an dibentuk kotak. Kesannya menjadi lebih praktis dan enak dipandang.
Sate Ayam Merah kesukaan wisatawan manca (Foto:Ko In)
Sate Ayam Merah kesukaan wisatawan manca (Foto:Ko In)
Lilit Basah (Foto: Ko In)
Lilit Basah (Foto: Ko In)
Sajian Lilit Basah sebab ada acar timun, sedikit kuah yang rasanya pedas, gurih dan sedikit asin. Serta taburan bawang goreng yang semakin menambah selera karena aromanya.
 Cita rasa makanan yang enak bukan hanya terletak pada bahan apa saja yang diolah. Tetapi bagaimana mengolah semua bahan tersebut dengan rasa. Perasaan gembira merasa dipenuhi dengan cinta, kasih sayang, perhatian dan merasa nyaman adalah salah satu unsur yang membuat sebuah makanan terasa enak dan nikmat.
Apakah Sate Merah dan Lilit Basah merupakan perwujudan dari itu semua? Sesekali kami melihat canda dan saling perhatian pasangan suami istri Fabian Budi Saputro dan Maria Watampone saat berinteraksi dengan tamu-tamunya.
Maria melayani pengunjung (Foto:Ko In)
Maria melayani pengunjung (Foto:Ko In)
Bahkan ketika Kjogs meminta untuk foto bersama,  Maria selintas nampak bingung berjalan cepat ke arah dapur untuk mematut diri. Kemudian ditanggapi suaminya, yang membuat siapa saja yang mendengarnya tersenyum.  
Demikian pula saat foto berdua dengan istrinya, Budi seperti  kehilangan kata-kata hanya bisa senyum-senyum. Padahal  koko Budi sering  menyelipkan bahan candaan saat menjelaskan sejarah Sate Ratu kapada Kjogs.
Cinta suami istri ini, mungkin salah satu resep tidak tertulis dari Sate Ratu Jogja. Jatuh bangun selalu berama. Senang dan sedih dilalui bersama. Ramai atau sepi  pengunjung selalu mereka nikmati dalam kebersamaan. Sesekali terselip ucapan dengan nada yang menggambarkan rasa syukur keluar dari mulut Budi. 
Budi dan Maria (Foto: Ko In)
Budi dan Maria (Foto: Ko In)
"Tidak ada hari tanpa tamu di Sate Ratu," ucapnya dalam seolah mewakili kerja kerasnya selama ini dalam usaha kuliner dari warung Angkringan Ratu menjadi warung Sate Ratu. Apalagi Budi menyadari dirinya tidak memiliki dasar pengetahuan usaha kuliner semacam ini.
Asap bakaran sate ayam seolah mengiyakan kata-kata Budi dengan memenuhi warungnya. Asap sate menjadi teman setia Budi selain istrinya. Selalu menunggu kedatangan tamu dari sekitar pukul 11:00 sampai pukul 21:00 setiap Senin sampai Sabtu. Maaf, Minggu tutup.
Sore bakar sate (Foto: Ko In)
Sore bakar sate (Foto: Ko In)
Malam bakar sate (Foto: Ko In)
Malam bakar sate (Foto: Ko In)
Maaf, asap bakaran sate ayam merah terbang sampai ke warung dan kios tetangga. Entah sampai kemana terbangnya asap tipis putih itu? Asap sate seolah mengabarkan keberadaan Sate Ratu yang berada di Jogja Paradise, Food Court Jl. Magelang Km. 6 Yogya sampai kemana-mana. Buktinya mereka yang tinggal dari berbagai belahan benua yang sama atau beda, menyempatkan diri untuk lunch atau supper di warungnya Budi.
Malam semakin dingin, angin yang bertiup membuat weekendwaktu itu nampak kurang bersahabat. Tidak bosan-bosannya angin membawa hawa dingin, sesekali tangan menyilangkan di dada. Walau jam tangan masih menunjukkan disekitar angka tujuh. Nampak Budi masih sibuk membakar sate untuk memenuhi pesanan Sate Ayam Merah dari sepasang turis mancanegara.
Tiada hari tanpa tamu (Foto: Ko In)
Tiada hari tanpa tamu (Foto: Ko In)
Kapan kamu lunch atau supper disana? Siapa tahu ketemu saya. Eh, bukan. Tapi ketemu turis cantik atau tampan. 
Yang jelas dalam waktu dekat ini saya akan ke Sate Ratu lagi. Masih ngarep ketemu dirimu. Karena disana ada inspirasi cinta Budi Saputro dan Maria Watampone.


Satenya juga ada di www.kompasiana.com/koin1903  


Generasi Millenial, antara Rebranding Koperasi dan Filosofi Metamorfosis



Generasi Millenial, antara Rebranding Koperasi dan Filosofi Metamorfosis
(Foto: www.pinterest.ei)
Panta rhei kai uden menei. Semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu yang tinggal menetap. Seperti sebuah sungai, semuanya terus berubah. Menurut Herakleitos, filsuf kelahiran Yunani melihat alam semesta dengan segala isinya tidak ada yang tetap, selalu berubah dari waktu ke waktu.
Herakleitos, hidup sekitar tahun 500 sebelum Masehi, memaknai  yang ada di dunia ini adalah perubahan. Esensi hidup adalah perubahan itu sendiri. Terus bergerak tidak ada yang tetap. Jika tidak berubah maka makna hidup dan keberadaannya patut dipertanyakan.
Manusia selalu terlibat dalam tiap perubahan termasuk pikiran serta cara pandang terhadap hidup dan kehidupan merupakan bagian dari dinamika hidup itu sendiri. Seperti air sungai yang terus bergerak atau mengalir. Nampak sama namun sejatinya air itu tidak tetap. Berganti dari waktu ke waktu.
(Foto: www.jurnaltoddopuli.wordpress.com)
(Foto: www.jurnaltoddopuli.wordpress.com)
Koperasi mesti tangguh, berkaca dari koperasi Restauran Indonesia
Hidup manusia itu dinamis tidak lepas dari kegiatan ekonomis, ingin hidup makmur dan sejahtera. Untuk mencapainya, bangsa ini telah mengaturnya dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan".
Pada bagian penjelasan menyebutkan bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat itu yang utama bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
(Foto:www.suara.com)
(Foto:www.suara.com)
Koperasi sangat strategis karena menjadi soko guru perekonomian nasional. Posisinya dipertegas dengan kehadiran UU no 25 tahun 1992 tentang  Perkoperasiaan. Dalam perjalanannya, dinamika keberadaan koperasi belum begitu terasa bahkan seolah mengalami stagnasi atau kemandegan dalam kurun waktu tertentu. Jika bergerak terkesan hanya jalan di tempat .
Walau jumlahnya ribuan, kontribusi koperasi di Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto Nasional (PDB) tahun 2014 hanya 1,71 persen. Padahal jumlahnya mencapai 209.488 unit koperasi.  
Tahun 2016 jumlah koperasi naik menjadi  212.135 unit, kontribusi terhadap PDB juga naik sebesar 3,99 persen. Setahun kemudian kontribusi itu kembali naik jadi 4,48 persen walau jumlah koperasi turun menjadi 153.171 unit. Penurunan jumlah ini karena sebagian koperasi ditutup sebab tidak aktif dan melanggar ketentuan.
(Foto:www.tangselpos.co.id)
(Foto:www.tangselpos.co.id)
(Foto:www.kapuas.info)
(Foto:www.kapuas.info)
Walau mengalami pertumbuhan dalam kontribusi PDB, penutupan sejumlah koperasi merupakan salah satu upaya mengembalikan citra koperasi. Bukan lagi sebagai alat kepentingan politik dan bukan lembaga sekedar ada dan minim makna serta manfaat.
Nampaknya kualitas menjadi pilihan. Kuantitas atau jumlah bukannya tidak penting tetapi keberadaan koperasi yang sekedar papan nama akan memperburuk citra koperasi. Koperasi mesti tangguh terhadap setiap perubahan dan tantangan jaman yang begitu cepat dan dinamis.
(Foto:Ko In)
(Foto:Ko In)
Koperasi menurut, Mohammad Hatta, menentang segala paham yang berbau individualis dan kapitalis. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu atau golongan sendiri. Selain itu koperasi mendidik sikap untuk menolong diri sendiri.
Hatta peletak dasar ekonomi kerakyatan Indonesia menyebutkan bahwa koperasi itu anasir pendidikan ekonomi dan moral yang kuat karena berdasar pada solidaritas atau setia kawan dan keinsyafan akan harga diri.
(Foto:Ko In)
(Foto:Ko In)
Mereka yang pernah menjadi korban panasnya politik di tanah air membuktikan bahwa lewat koperasi, solidaritas dan harga diri terhadap martabat bangsa dapat mereka jaga. Walau mereka berada bermil-mil jauhnya dari tanah air.
Bertolak dari kesadaran agar mampu bertahan hidup di Paris, Prancis sebagian anak-anak negeri yang teralienasi secara politis, mendirikan SCOP Fraternite Restaurant Indonesia. SCOP singkatan dari Societe Cooperative d'Ouvries Pour la Production atau Badan Koperasi Kaum Buruh Untuk Usaha Produktif.
Mengapa koperasi menjadi pilihan? Menurut JJ. Kusni salah  satu pendiri Restauran Indonesia, hal itu bertolak  dari ide kebersamaan menolak individualisme dan koperasi  merupakan alat yang mampu menggugah solidaritas kemanusiaan dan keadilan.
(Foto:www.catatanbaskoro.wordpress.com)
(Foto:www.catatanbaskoro.wordpress.com)
Dalam bukunya  "Membela Martabat Diri dan Indonesia, Koperasi Restoran  Indonesia di Paris", JJ. Kusni menjelaskan bentuk koperasi menunjukkan semangat dan usaha bersama secara kolektif untuk bersama-sama mengatasi persoalan mereka demi kehidupan manusiawi bersama.

Membandingkan bentuk usaha koperasi dengan bentuk ekonomi yang saat ini dominan, yang kapitalistik seperti menentang arus. Namun dalam kenyataan, sistem kooperatif dengan menerapkan hukum-hukum umum ekonomi tetap bisa bertahan dan berkembang dalam berbagai bidang usaha sebagai sistem paralel dengan sistem kapitalis. (JJ. Kusni, Membela Martabat Diri dan Indonesia)


Koperasi Restoran Indonesia yang lebih dikenal dengan sebutan Restauran Indonesia, hadir di era millenial, kelahirannya dibidani oleh para intelektual yang usianya tidak lagi muda karena  alasan utama mencoba untuk bertahan hidup di negeri perantauan Prancis. Kini koperasi itu tetap eksis walau usianya sudah mencapai kepala tiga, 35 tahun.
Keberadaanya mestinya mampu membuka mata bagi siapa saja bahwa sistem usaha berbentuk koperasi tidak dapat dipandang remeh.
Berbeda dengan kenyataan di negeri sendiri bagaimana tidak mudah melepas bayang-bayang sebagian koperasi di Indonesia yang nampak kusam, kotor dan tidak menarik. Kegiatan usahanya seolah-olah sebatas simpan pinjam, menjual alat tulis kantor (ATK) dan foto copy. Belum lagi imej yang kurang dinamis, hanya untuk  generasi old, kurang ramah, terkesan ketinggalan jaman dan tidak visionable bagi generasi millenial.
(Foto:www.dayanaikap.blogspot.com
(Foto:www.dayanaikap.blogspot.com
(Foto:www.ksukencanamakmurcabangbrondong.blogspot.com)
(Foto:www.ksukencanamakmurcabangbrondong.blogspot.com)
Generasi millenial, koperasi dan rebranding
Generasi millenial lahir antara tahun 1980 sampai 2000an. Usianya berkisar antara 18 sampai 38 tahun. Lahir dalam masa dimana teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang cukup pesat. Mereka lahir hampir bersamaan dengan lahirnya televisi berwarna, handphone dan internet. Maka tidak heran jika generasi ini lebih trampil dalam memanfaatkan teknologi komunikasi.
(Foto:www.udgtv.com)
(Foto:www.udgtv.com)
Sebagian orang mengganggap generasi millenial spesial. Berbeda dengan generasi sebelumnya, khususnya  yang berkaitan dengan teknologi. Namun akan menjadi lebih spesial jika generasi ini dapat mengaplikasikan kemajuan  teknologi komunikasi dengan dunia nyata bukan hanya sebatas di dunia maya.
Beberapa ciri generasi millenial memiliki beberapa kekurangan dan keunggulan yang dapat dimanfaatkan demi kebaikan koperasi. Seperti:
Pertamagenerasi millenial generasi yang akrab dengan teknologi komunikasi, tindakan dan pola pikirnya cenderung mengarah ke hal yang instant atau langsung jadi dan serba cepat jadi atau tersaji. Ditandai dengan kehadiran SMS atau short massage serviceemail, chatting, medsos serta game online dan akrab dengan internet.
(Foto:www.limbarup.wordpress.com)
(Foto:www.limbarup.wordpress.com)
Ditangan generasi millenial, keberadaan koperasi mestinya lebih eksis dengan menjadikan koperasi sebagai warga netizen yang mampu di akses oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Sehingga koperasi semakin mudah dikenal, menarik dan dipahami dengan bantuan kemampuan generasi millenial yang akrab teknologi komunikasi.
Kedua, generasi millenial memiliki sikap terbuka terhadap gagasan atau ide baru. Gagasan yang segar, yang akrab dengan situasi kondisi kekinian merupakan kelebihan generasi millenial. Tidak ada salahnya generasi ini ikut dilibatkan dalam merebornkoperasi lewat perubahan tampilan logo, merek atau cap koperasi supaya lebih kelihatan menarik dan eyecatching.
Generasi millenial perlu mendapat peran. Diminta mengeluarkan idenya untuk menata bagaimana tampilan atau lay out toko atau kantor koperasi supaya menarik, lebih akrab dan bersahabat bagi siapa saja. Ide-ide futuristik untuk kopersi dari genersi millenial sangat ditunggu .
(Foto:www.edupaint.com
(Foto:www.edupaint.com
(Foto:www.acnu.org.cu)
(Foto:www.acnu.org.cu)
Ketiga, generasi millenial generasi yang dinamis. Melibatkan generasi ini dalam memikirkan bagaimana koperasi kedepannya merupakan langkah bijak. Dinamika sosial serta kultur generasi ini begitu cepat, melibatkan mereka artinya menjadi  generasi millenial sebagai bagian dari dinamika atau perubahan koperasi.
Jangan sampai koperasi tertinggal jauh dibelakang mereka bukan karena koperasi tidak mampu mengimbangi pola pikir  generasi millenial tetapi hanya karena tidak melibatkan semangat yang dimiliki generasi millenial. Koperasi mesti memiliki sifat generasi millenial yang dinamis.
Keempat sifat generasi millenial cenderung individualis. Mereka  kerap sibuk sendiri dengan perangkat gadgetnya, seolah menjadi  sosok yang asosial. Lepas dan tercabut dari lingkungan.  Menjadi kurang peduli dengan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Tidak sedikit yang menyebut generasi ini adalah generasi tunduk, karena tahan menunduk berjam-jam melihat layar gadget atau telpon pintar.
(Foto:Ko In)
(Foto:Ko In)
Generasi ini seolah olah hidup dalam dunianya sendiri , dunia yang maya, dunia yang bukan sesungguhnya. Untuk itu mereka perlu disadarkan kembali bahwa hidup itu adalah nyata. Lingkungan sekitarnya adalah kehidupan nyata yang memerlukan peran dan keterlibatan generasi millenial agar lingkungan sosialnya menjadi lebih baik.
Caranya dengan melibatkan mereka dalam aktivitas nyata. Koperasi memiliki peran dalam pembentukan karakter generasi millenial agar mereka menjadi generasi yang tangguh serta memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah disekitarnya .
Koperasi membutuhkan generasi millenial. Demikian sebaliknya generasi millenial perlu diajari bagaimana hidup bersosialisasi, berinteraksi secara nyata dengan sesama manusia. Terlibat secara nyata dalam berbagai bentuk aktivitas yang dapat dirasakan secara fisik. Ada komunikasi verbal. Ada sapaan yang bersahabat dan ada kelembutan dan ada saling tatapan satu dengan lainnya sebagai bentuk penghargaan akan kehadiran.
(Foto:www.angelsfarum.wordpress.com)
(Foto:www.angelsfarum.wordpress.com)
Koperasi dapat mengisi kekurangan tersebut karena salah satu sifat koperasi adalah demokrasi. Kebersamaan merupakan suatu hal yang utama, tetap menghargai pendapat orang lain dan menjunjung kebebasan berekspresi tanpa harus mengganggu kepentingan orang lain.
Terlibat dalam koperasi artinya terlibat secara sosial mengembalikan hakekat diri manusia sebagai mahluk sosial, mahluk yang tidak dapat lepas dari kelompoknya. Sekaligus mengembalikan kesadaran generasi millenial bahwa dirinya tidak mungkin mencabut dirinya dari lingkungannya dengan asyik menyendiri bersama perangkat komunikasi modernnya.
Kelima, generasi millenial cenderung tidak sabar mengikuti proses. Semuanya ingin serba cepat dan instant. Kerap melupakan tahapan, gemar mencari jalan pintas. Padahal tidak selamanya jalan pintas dan sesuatu yang serba cepat itu baik. Tidak jarang segala sesuatu yang dikerjakan secara instant lemah dalam kualitas walau unggul dalam kuantitas.
(Foto:www.awesomebabes.webcam)
(Foto:www.awesomebabes.webcam)
Koperasi sudah lama tertinggal jauh, sedikit lambat mengikuti perkembangan budaya ilmu pengetahuan serta teknologi. Namun bukan berarti koperasi tidak ada atau mati suri. Koperasi masih eksis walau tidak sepopuler dengan aktivitas ekonomi lainnya. Koperasi tetap bertahan karena dalam dirinya ada kualitas, meletakkan dasar asas kebersamaan  dan kekeluargaan sebagai pondasi.  
Generasi millenial perlu belajar  dan terlibat dalam proses rebranding koperasi. Koperasi memang tidak populer tetapi dengan keterlibatan mereka koperasi dapat populer dan menjadi lebih berkualitas. Sebab generasi millenial memiliki beberapa kelebihan yang diperlukan koperasi. Sementara koperasi  mampu menutupi kelemahan yang ada pada generasi millenial.
Koperasi dan generasi millenial perlu bekerjasama. Tidak cukup menjadikan koperasi populer tetapi perlu membuatnya sebagai pilihan kegiatan ekonomi  nasional yang mampu mensejahterakan setiap anggotanya. Pesan itu jelas disebutkan dalam UU Koperasi no. 25 tahun 1992.
(Foto:www.kompas.com)
(Foto:www.kompas.com)
Tujuan koperasi menjadikan anggotanya atau masyarakat sejahtera. Tidak hanya secara finansial tetapi sejahtera mengarah pada meningkatnya kualitas hidup. Menjadikan anggota koperasi lebih terdidik dan berpengetahuan, memiliki sikap jujur dan mampu mandiri dalam menghadapi berbagai kesulitan jaman.
Keterlibatan generasi millenial dalam rebranding, reposisi, rebornterhadap koperasi akan menumbuhkan rasa kedekatan antara satu dengan yang lainnya. Tidak kenal maka tidak sayang kata pepatah.
Rebranding dan filososifi metamorfosis
Dari yang tidak dekat menjadi dekat. Dari yang kurang peduli menjadi peduli. Dari yang kurang sejahtera menjadi lebih sejahtera. Hal itu merupakan bentuk perubahan. Menjadi lebih baik itu artinya berubah. Kedekatan dan saling mengenal adalah kata kuncinya.
(Foto:www.iamwire.com)
(Foto:www.iamwire.com)
Sebagaimana dalam melakukan rebranding terhadap koperasi. Rebranding bukan sekedar merubah merek, logo, cap perusahaaan atau institusi. Dalam rebranding mesti ada kedekatan, merasakan adanya ruh, semangat  atau spirit dari perusahaan atau institusi yang dimaksud.
 Menurut dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Dr. Sumbo Tinarbuko, brandsesungguhnya bagian dari kehidupan. Brand harus hidup dan ia harus menjadi kata kerja bukan kata benda.
Dalam pengamatan Sumbo Tinarbuko, tidak sedikit orang yang memahami brand itu sama dengan merek. Padahal merek itu sekedar nama dan nama itu memberi jarak dengan obyek yang diberi nama.
(Foto:www.bukukita.com)
(Foto:www.bukukita.com)
Manakala ada jarak dari situ tidak ada kedekatan. Branding produk memerlukan kedekatan sebagaiamana koperasi dan generasi millenial perlu membangun kedekatan agar tercipta saling keterlibatan. Sehingga memunculkan ruh, semangat  atau spirit baru dari koperasi .
Oleh karena itu konsep rebranding koperasi yang mendekatkan pada generasi millenial adalah konsep yang:
  • Melibatkan, artinya saling bertukar ide dan gagasan. Menjadikan koperasi bukan sekedar obyek kajian atau benda yang sekedar obyek garapan. Koperasi sejatinya bagian dari generasi millenial itu sendiri yang harus dikembangkan agar memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Bukan untuk generasi old atau generasi nowsaja. Tetapi semua generasi termasuk generasi new atau generasi future harus ikut merasakan manfaatnya.
  • Saling mengisi, setiap generasi memiliki kekurangan serta kelebihan. Manakal  terjadi transisi jaman atau alih generasi, terdapat pergeseran  nilai. Tidak sedikit  nilai lama tergantikan dengan nilai yang baru. Koperasi dan generasi millenial mesti saling mengisi guna mendapatkan ketangguhan.
  • Bernilai, rebranding dapat bertahan lama. Bukan berati tidak lekang dimakan jaman. Rebranding mesti memperhatikan maksud dan tujuan. Untuk itu koperasi mesti memperhatikan kondisi jamannya. Jaman milik generasi millenial berciri dinamis, cepat dan populis tanpa harus meninggalkan ciri nilai yang universal.
  • Sadar proses, siapapun yang terlibat dalam rebrandingmesti menyadari perlunya proses. Apakah itu generasi millenial atau koperasi itu sendiri. Mengembalikan atau menaikkan citra serta imej koperasi membutuhkan waktu serta proses, sebagaimana ulat membutuhkan waktu dan proses saat akan berubah menjadi kupu-kupu.
Bertapa, puasa dengan menjadi kepompong bagi ulat bukan akhir dari hidupnya tetapi awal sebuah proses untuk menjalani hidup baru. Metamorfosa atau perubahan adalah esensi hidup. Ada proses yang harus dijalani. Mau tidak mau, harus.
Keluar dari cangkang kepompong dengan cara menggigit atau memakan sedikit demi sedikit sebagian cangkang. Bagian dari proses lain yang harus dijalani ulat untuk menjadi kupu-kupu agar memiliki sayap yang indah.
(Foto:www.hipwee.com)
(Foto:www.hipwee.com)
Namun bagi manusia yang melihat hal itu mungkin terlalu lama dan muncul rasa iba. Ingin membantu ulat agar segera cepat keluar dari kepompong dan menjadi kupu-kupu agar dapat segera terbang bebas dengan sayapnya yang indah
Manusia memiliki keinginan serba cepat, mencari mudahnya,  mendapat hasil dengan menempuh jalan pintas. Termasuk dengan "menolong" proses kelahiran kupu-kupu dari cangkang kepompongnya.
Namun setelah "menolong" kupu-kupu tidak dapat terbang karena  badannya masih terlalu gendut dan sayapnya belum terbentuk sempurna. Kecil, rapuh, tidak warna-warni. Hingga akhirnya mati.
Perubahan atau rebranding terhadap simbol atau logo perusahaan dan lembaga sarat dengan nilai filosofi tentang metamorfosis. Ada waktu, ada proses bagi ulat menjadi kupu-kupu. Dalam setiap waktu, ada perubahan.
Koperasi mesti menjalani dinamika yang mengarah pada kematangan brand supaya proses rebranding menjadikan koperasi lebih berwarna-warni dengan aneka kegiatan usahanya. Koperasi bukan semata-mata brand tetapi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
(Foto:www.ilmupengetahuan.org)
(Foto:www.ilmupengetahuan.org)
(Foto:Ko In)
(Foto:Ko In)
Rebranding koperasi di era millenial bukan akhir perubahan namun awal dari perubahan, semuanya terus mengalir, mengarah dan menjadi  koperasi yang lebih baik. Agar dapat memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat dari waktu ke waktu. Serta membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.
Diolah dari berbagai sumber. 
Ttg koperasi bisa di baca di www.kompasiana.com/koin1903

Itsmy blog

 It's my mine