Bakar sate (Foto: Ko In)
Cinta selalu menghadirkan sesuatu yang baik. Seperti keramahan dan perasaan hangat manakala berinteraksi dengan orang yang dirinya dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang. Wajahnya selalu menebar senyum dan menggambarkan rasa percaya diri.
Sebagaimana Kjogs (penulis Kompasiana Jogja) yang mendapat undangan dari Fabian Budi Saputro pemilik sekaligus pengelola Sate Ratu yang terletak di Jogja Paradise Food Court. Kira-kira enam kilometer dari Titik Nol yang berpusat di ujung Selatan Malioboro.
Tidak secara bersamaan kami tiba di Sate Ratu Yogya, Sabtu sore itu. Kedatangan kami satu persatu, di sambut senyum ramah Budi, diantara kepulan asap yang berbau khas sate, dengan aroma daging bakarnya yang menggelitik perut dengan rasa laparnya.
Sate Ratu, terkenal sampai kemana-mana (Foto:Ko In)
Siapa sangka usaha kuliner sate ini merupakan transformasi dari warung angkringan Ratu. Dan siapa sangka warung yang nampak sederhana, dengan atap terbuat dari anyaman bambu. Orang Jawa menyebutnya "pyan", dikenal banyak wisatawan mancanegara.
Pengunjungnya silih berganti, tidak kalah ramai jika dibandingkan dengan kios di sekelilingnya yang bergaya kekinian. Dengan ciri warna menyolok, banyak lampu dan kaca di dindingnya agar nampak dari luar atau dapat dilihat dari luar. Tidak demikian halnya dengan Sate Ratu.
Warung Sate Ratu (Foto;Ko In)
Lebih dari limapuluh bangsa atau negara asal turis manca negara yang sudah mampir dan merasakan menu utama Sate Merah. Sate ayam yang tidak seperti sate pada umumnya dengan bumbu kacang atau bumbu kecap. Bumbunya apa....?
Aih....nampaknya Budi tidak blak-blakan menyebutkan, namun yang jelas ada cabe yang membuat sate ini nampak kemerahan. Apalagi direndam dalam bumbu tersebut kurang lebih tiga jam, tidak heran jika rasanya merasuk dalam daging ayam.
Sate Ayam Merah (Foto: Ko In)
Maria Watampone (Foto: Ko In)
Sementara sate lilitnya, yang tanpa tusuk karena dipersiapkan dalam bentuk blox atau kotak untuk mengantisipasi jika Sate Merah habis. Budi tidak menginginkan tamunya kecewa maka sate lilit atau Lilit Basah sebagai alternatif pilihan.
Lilit basah atau sate lilit basah adaptasi dari sate lilit Bali karena tidak menggunakan tusuk dari bambu atau dari batang serai. Lilit basah terbuat dari campuran daging cincang dengan bumbu an dibentuk kotak. Kesannya menjadi lebih praktis dan enak dipandang.
Sate Ayam Merah kesukaan wisatawan manca (Foto:Ko In)
Lilit Basah (Foto: Ko In)
Cita rasa makanan yang enak bukan hanya terletak pada bahan apa saja yang diolah. Tetapi bagaimana mengolah semua bahan tersebut dengan rasa. Perasaan gembira merasa dipenuhi dengan cinta, kasih sayang, perhatian dan merasa nyaman adalah salah satu unsur yang membuat sebuah makanan terasa enak dan nikmat.
Apakah Sate Merah dan Lilit Basah merupakan perwujudan dari itu semua? Sesekali kami melihat canda dan saling perhatian pasangan suami istri Fabian Budi Saputro dan Maria Watampone saat berinteraksi dengan tamu-tamunya.
Maria melayani pengunjung (Foto:Ko In)
Demikian pula saat foto berdua dengan istrinya, Budi seperti kehilangan kata-kata hanya bisa senyum-senyum. Padahal koko Budi sering menyelipkan bahan candaan saat menjelaskan sejarah Sate Ratu kapada Kjogs.
Cinta suami istri ini, mungkin salah satu resep tidak tertulis dari Sate Ratu Jogja. Jatuh bangun selalu berama. Senang dan sedih dilalui bersama. Ramai atau sepi pengunjung selalu mereka nikmati dalam kebersamaan. Sesekali terselip ucapan dengan nada yang menggambarkan rasa syukur keluar dari mulut Budi.
Budi dan Maria (Foto: Ko In)
Asap bakaran sate ayam seolah mengiyakan kata-kata Budi dengan memenuhi warungnya. Asap sate menjadi teman setia Budi selain istrinya. Selalu menunggu kedatangan tamu dari sekitar pukul 11:00 sampai pukul 21:00 setiap Senin sampai Sabtu. Maaf, Minggu tutup.
Sore bakar sate (Foto: Ko In)
Malam bakar sate (Foto: Ko In)
Malam semakin dingin, angin yang bertiup membuat weekendwaktu itu nampak kurang bersahabat. Tidak bosan-bosannya angin membawa hawa dingin, sesekali tangan menyilangkan di dada. Walau jam tangan masih menunjukkan disekitar angka tujuh. Nampak Budi masih sibuk membakar sate untuk memenuhi pesanan Sate Ayam Merah dari sepasang turis mancanegara.
Tiada hari tanpa tamu (Foto: Ko In)
Yang jelas dalam waktu dekat ini saya akan ke Sate Ratu lagi. Masih ngarep ketemu dirimu. Karena disana ada inspirasi cinta Budi Saputro dan Maria Watampone.
Satenya juga ada di www.kompasiana.com/koin1903
Satenya juga ada di www.kompasiana.com/koin1903
Tidak ada komentar:
Posting Komentar