Sabtu, 18 Agustus 2018

Sate Ratu Jogja, Bumbu Rahasianya Cinta?

Sate Ratu Jogja, Bumbu Rahasianya Cinta?
Bakar sate (Foto: Ko In)
Cinta selalu menghadirkan sesuatu yang baik. Seperti keramahan dan perasaan hangat manakala berinteraksi dengan orang yang dirinya dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang. Wajahnya selalu menebar senyum dan menggambarkan rasa percaya diri.
Sebagaimana Kjogs (penulis Kompasiana Jogja) yang mendapat undangan dari Fabian Budi Saputro pemilik sekaligus pengelola Sate Ratu yang terletak di Jogja Paradise Food Court. Kira-kira enam kilometer dari Titik Nol yang berpusat di ujung Selatan Malioboro.
Tidak secara bersamaan kami tiba di Sate Ratu Yogya, Sabtu sore itu. Kedatangan kami  satu persatu, di sambut  senyum ramah Budi, diantara kepulan asap yang berbau khas sate, dengan aroma daging bakarnya yang menggelitik perut dengan rasa laparnya.
Sate Ratu, terkenal sampai kemana-mana (Foto:Ko In)
Sate Ratu, terkenal sampai kemana-mana (Foto:Ko In)
Berkali-kali kami diminta masuk ke warungnya, namun sayang untuk menyia-nyiakan melihat asap menari-nari di depan warung Satu Ratu, yang berada di dalam komplek Jogja Paradise Food Court. Sayang membiarkan  aroma khas saat daging ayam dibakar di bawa terbang angin yang cukup sedang bertiup sore di bulan Agustus.
Siapa sangka usaha kuliner sate ini merupakan transformasi dari warung angkringan Ratu. Dan siapa sangka warung yang nampak sederhana, dengan atap terbuat dari anyaman bambu. Orang Jawa menyebutnya "pyan", dikenal banyak wisatawan mancanegara.
Pengunjungnya silih berganti, tidak kalah ramai jika dibandingkan dengan kios di sekelilingnya yang bergaya kekinian. Dengan ciri warna menyolok, banyak lampu dan kaca di dindingnya agar nampak dari luar atau dapat dilihat dari luar. Tidak demikian halnya dengan Sate Ratu.
Warung Sate Ratu (Foto;Ko In)
Warung Sate Ratu (Foto;Ko In)
Sekali lagi, siapa sangka warung sederhana Sate Ratu dengan menu unggulan Sate Ayam Merah dan Sate Lilit atau Lilit Basah menjadi  favorit tamu-tamu yang kebanyakan adalah turis mancanegara. Semua itu tidak lain karena keramahan, yang tergambar dari senyum ramah Budi yang ditemani istrinya, Maria Watampone yang cekatan menyiapkan pesanan.
Lebih dari limapuluh bangsa atau negara asal turis manca negara yang sudah mampir dan merasakan menu utama Sate Merah. Sate ayam yang tidak seperti sate pada umumnya dengan bumbu kacang atau bumbu kecap. Bumbunya apa....?
Aih....nampaknya Budi tidak blak-blakan menyebutkan, namun yang jelas ada cabe yang membuat sate ini nampak kemerahan. Apalagi direndam dalam bumbu tersebut kurang lebih tiga jam, tidak heran jika rasanya merasuk dalam daging ayam. 
Sate Ayam Merah (Foto: Ko In)
Sate Ayam Merah (Foto: Ko In)
Maria Watampone (Foto: Ko In)
Maria Watampone (Foto: Ko In)
Sampai-sampai sejumlah turis manca, tercatat sudah lebih dari dua ribu tiga ratus, yang menyempatkan diri mampir ketemu Budi. Ehm, maksudnya mencicipi Sate Merah buatan Budi. 
Sementara sate lilitnya, yang tanpa tusuk karena dipersiapkan dalam bentuk blox atau kotak untuk mengantisipasi jika Sate Merah habis. Budi tidak menginginkan tamunya kecewa maka sate lilit atau Lilit Basah sebagai alternatif pilihan.
Lilit basah atau sate lilit basah adaptasi dari sate lilit Bali karena tidak menggunakan tusuk dari bambu atau dari batang serai. Lilit basah terbuat dari campuran daging cincang dengan bumbu an dibentuk kotak. Kesannya menjadi lebih praktis dan enak dipandang.
Sate Ayam Merah kesukaan wisatawan manca (Foto:Ko In)
Sate Ayam Merah kesukaan wisatawan manca (Foto:Ko In)
Lilit Basah (Foto: Ko In)
Lilit Basah (Foto: Ko In)
Sajian Lilit Basah sebab ada acar timun, sedikit kuah yang rasanya pedas, gurih dan sedikit asin. Serta taburan bawang goreng yang semakin menambah selera karena aromanya.
 Cita rasa makanan yang enak bukan hanya terletak pada bahan apa saja yang diolah. Tetapi bagaimana mengolah semua bahan tersebut dengan rasa. Perasaan gembira merasa dipenuhi dengan cinta, kasih sayang, perhatian dan merasa nyaman adalah salah satu unsur yang membuat sebuah makanan terasa enak dan nikmat.
Apakah Sate Merah dan Lilit Basah merupakan perwujudan dari itu semua? Sesekali kami melihat canda dan saling perhatian pasangan suami istri Fabian Budi Saputro dan Maria Watampone saat berinteraksi dengan tamu-tamunya.
Maria melayani pengunjung (Foto:Ko In)
Maria melayani pengunjung (Foto:Ko In)
Bahkan ketika Kjogs meminta untuk foto bersama,  Maria selintas nampak bingung berjalan cepat ke arah dapur untuk mematut diri. Kemudian ditanggapi suaminya, yang membuat siapa saja yang mendengarnya tersenyum.  
Demikian pula saat foto berdua dengan istrinya, Budi seperti  kehilangan kata-kata hanya bisa senyum-senyum. Padahal  koko Budi sering  menyelipkan bahan candaan saat menjelaskan sejarah Sate Ratu kapada Kjogs.
Cinta suami istri ini, mungkin salah satu resep tidak tertulis dari Sate Ratu Jogja. Jatuh bangun selalu berama. Senang dan sedih dilalui bersama. Ramai atau sepi  pengunjung selalu mereka nikmati dalam kebersamaan. Sesekali terselip ucapan dengan nada yang menggambarkan rasa syukur keluar dari mulut Budi. 
Budi dan Maria (Foto: Ko In)
Budi dan Maria (Foto: Ko In)
"Tidak ada hari tanpa tamu di Sate Ratu," ucapnya dalam seolah mewakili kerja kerasnya selama ini dalam usaha kuliner dari warung Angkringan Ratu menjadi warung Sate Ratu. Apalagi Budi menyadari dirinya tidak memiliki dasar pengetahuan usaha kuliner semacam ini.
Asap bakaran sate ayam seolah mengiyakan kata-kata Budi dengan memenuhi warungnya. Asap sate menjadi teman setia Budi selain istrinya. Selalu menunggu kedatangan tamu dari sekitar pukul 11:00 sampai pukul 21:00 setiap Senin sampai Sabtu. Maaf, Minggu tutup.
Sore bakar sate (Foto: Ko In)
Sore bakar sate (Foto: Ko In)
Malam bakar sate (Foto: Ko In)
Malam bakar sate (Foto: Ko In)
Maaf, asap bakaran sate ayam merah terbang sampai ke warung dan kios tetangga. Entah sampai kemana terbangnya asap tipis putih itu? Asap sate seolah mengabarkan keberadaan Sate Ratu yang berada di Jogja Paradise, Food Court Jl. Magelang Km. 6 Yogya sampai kemana-mana. Buktinya mereka yang tinggal dari berbagai belahan benua yang sama atau beda, menyempatkan diri untuk lunch atau supper di warungnya Budi.
Malam semakin dingin, angin yang bertiup membuat weekendwaktu itu nampak kurang bersahabat. Tidak bosan-bosannya angin membawa hawa dingin, sesekali tangan menyilangkan di dada. Walau jam tangan masih menunjukkan disekitar angka tujuh. Nampak Budi masih sibuk membakar sate untuk memenuhi pesanan Sate Ayam Merah dari sepasang turis mancanegara.
Tiada hari tanpa tamu (Foto: Ko In)
Tiada hari tanpa tamu (Foto: Ko In)
Kapan kamu lunch atau supper disana? Siapa tahu ketemu saya. Eh, bukan. Tapi ketemu turis cantik atau tampan. 
Yang jelas dalam waktu dekat ini saya akan ke Sate Ratu lagi. Masih ngarep ketemu dirimu. Karena disana ada inspirasi cinta Budi Saputro dan Maria Watampone.


Satenya juga ada di www.kompasiana.com/koin1903  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Itsmy blog

 It's my mine