Senin, 04 Desember 2017

Jogja dan The Power of Ngobrol

Jogja dan The Power of Ngobrol
foto:mayakhowordpress.com
Manusia modern mengalami kerinduan akan hakekat dirinya sebagai manusia yang membutuhka ndialog secara faktual lewat sapaan dalam percapakan atau obrolanNgobrol tentang sesuatu yang remeh sampai yang membuat kening berkerut. Semua dapat ditemukan di Jogja
Duduk dicafe-cafe bersama kawan dalam suatu komunitas atau kelompok sekedar ngobrol tidak tentu arah untuk melepas kepenatan kerja sehari. Atau melepas kangen dengan sahabat yang lama sudah tidak bertemu sambil menikmati minuman hangat jahe, secang yang airnya merah, wedang uwuh atau kopi.
Ngobrol bisa dimana saja tidak harus di ruangan khusus, lengkap dengan alat-alat penunjang untuk sebuah diskusi. Tetapi bisa terjadi di pinggir jalan saat bertanya alamat atau arah tempat yang mendapat jawaban ramah dan niat tulus membantu dari warga Jogja.
Ngoborol dan diskusi di pendopo (Dok Pribadi)
Ngoborol dan diskusi di pendopo (Dok Pribadi)
 Warung angkringan adalah surga bagi sebagian orang di Jogja.
Karena di angkringan kebutuhan dasar manusia yang ingin selalu membangun relasi antar sesamanya lewat dialog atau obrolan dengan langsung bertatap muka. Dapat ditemukan di angkringan.
Perjumpaan dengan sesama menjadikan diri berarti dalam hidup yang penuh dengan masalah. Di angkringan, cafe, dan tempat ngobrol lainnya pengalaman hidup yang getir sampai yang lucu dan membahagiakan akan keluar dengan sendirinya dalam suasana penuh ke akraban.
angkringan malam hari di Jogja (dok pribadi)
angkringan malam hari di Jogja (dok pribadi)
Pelaku industri wisata di Jogja patut merasa gembira ditengah perubahan perilaku sebagian masyarakat dalam berkomunikasi lewat gadget atau smatphone yang membuat komunikasi antar manusia tidak harus dituntut bertatap muka secara fisik.Yang menjadikan mereka merasa terasing dan teralienasi dalam menyikapi teknologi 
Pelaku industri wisata di Jogja patut merasa gembira ditengah perubahan perilaku sebagian masyarakat dalam berkomunikasi lewat gadget atau smatphone yang membuat komunikasi antar manusia tidak harus dituntut bertatap muka secara fisik.Yang menjadikan mereka merasa terasing dan teralienasi dalam menyikapi teknologi 
Hahaket diri manusia membutuhkan keberadaan orang lain secara fisik saat berkomunikasi. Tidak cukup dengan bahasa teks dan menajamkan telinga untuk mendengar kata-kata dari lawan bicara di smartphonenya.
Wisatawan manca negara menyadari kebutuhan untuk berdialog secara humanis. Menggambarkan citra manusia yang beradab, santun dan bersahaja. Itu ditemukannya di Jogja.
Jogja mengakomodasi kebutuhan itu. Tidak hanya di warung angkringan, cafe-cafe atau di Malioboro. Tetapi di dalam bus kota, di pasar tradisional, di terminal atau stasiun saat menunggu kereta api atau bus. Dimana pun anda berada di Jogja, orang Jogja enak untuk diajak ngobrol.
Diskusi digitalisasi wisata ditemani ingkung ayam. (Dok pribadi)
Diskusi digitalisasi wisata ditemani ingkung ayam. (Dok pribadi 
Sebagaimana disampaikan Imam Pratanadi Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata Jogja. Dari hasil kajian terkait pariwisata Joglosemar (Jogja, Solo dan Semarang). Wisatawan mancanegara usai mengunjungi Borobudur selalu ingin ke Jogja.
“Di Jogja mereka mengalami hidup bernuansa Jawa. Selain karena keramahan. Orang Jogja saat ditanya akan selalu berusaha membalas,” jelas Imam Pratanadi dalam sebuah diskusi pariwisata dengan tema Digitalisasi Wisata Jogja (21/4).
Keinginan berkomunikasi menjadi unique selling pointnya Jogja. Sebab local people mempunyai keinginan dan usaha untuk berkomunikasi walau bahasa terkadang menjadi kendala. Namun hal itu yangmenciptakan suasana hangat dalam obrolan di Jogja.
Ang Tek Khun dari Masyarakat Digital Jogja menuturkan, salah seorang rekannya dari Jakarta melihat  orang Jogja tidak habis kretivitasnya.
Awalnya merasa bingung melihat  cafe yang buka malam hari, membuka show room sepeda motor di depannya. Dibariskan rapi sampai panjang. Dari malam sampai subuh.
“Pagi ngobrol, siang ngobrol. Apa saja sih yang diobrolkan ?”, tanyanya kepada Ang Tek Khun .
 Ngobrol bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai kegiatan yang buang-buang waktu. Tetapi di Jogja ngobrol bersama teman di cafe atau di warung angkringan dapat menjadi jalan munculnya gagasan atau ide terkait dengan kegiatan produktif.
Tidak sedikit kegiatan ngobrol yang terkadang tanpa arah tetapi menghasilkan sesuatu gagasan besar yang jika direalisasikan berdampak luas ke masyarakat. Bahkan tidak jarang membuahkan aksi atau kegiatan yang memiliki nilai ekonomis.
Ngobrol, salah satunya di angkringan secara tidak langsung membuat sehat secara mental atau psikologis. Tidak jarang pengunjung angkringan tiba-tiba lancar mengeluarkan uneg-unegnya terkait pekerjaan atau masalah keluarga kepada pengunjung lainnya.
Padahal mereka tidak saling kenal dan saat meninggalkan angkringan pun mereka tidak pernah mengetahui namanya masing-masing.
Obrolan dapat terbangun antara lebih dari dua tiga orang. Saling tidak mengenal namun tercipta obrolan serius tapi penuh canda. Terselip satire, kegalauan atau kegundahan sebagain rakyat kecil yang melihat berbagai persoalan bangsa.
Dari masalah toleransi, korupsi sampai masalah bau menyengat dari depo pengisian tabung LPG yang tercium dari pagi sampai pagi lagi. Atau obrolan penuh rasa bangga manakala tentara Indonesia berkali-kali menjadi juara tembak tingkat dunia walau peralatannya kalah modern dibanding negara lainnya.
Dan isi obrolan angkringan terkadang sangat dalam. Seperti mengapa tentara kita menjadi juara menembak tingkat dunia. Dalam obrolan itu semua hampir sependapat jika dalam mengerjakan tugasnya tentara kita menggunakan hati. Sehingga bidikannya tepat sasaran.
Tentunya obrolan tersebut berputar-putar kesana kemari. Membandingkan tentara Indonesia dengan negara yang memiliki senjata modern sampai kehebatan Majapahit, Singosari dengan Ken Arok dan keris bertuah buatan Mpu Gandring.
Kekuatan ngobrol atau The Power of  Ngobrol di Jogja tidak jarang membuat aneh wisatawan nusantara yang melihat pengemudi becak duduk dengan santai di atas becaknya sementara wisatawan manca negara yang mengayuh becak .
Kekuatan ngobrol antara pengemudi becak dengan penumpangnya baik itu wisatawan manca negara atau wisatawan nusantara merupakan salah satu kekuatan tersendiri yang mampu menghangatkan Jogja.

Demikian pula para duta wisata seperti Cici Koko Jogja, Putera Puteri Pendidikan, Duta Mahasiswa atau Dimas Diajeng Jogja tidak cukup pasang senyum ramah kepada setiap tamu yang datang dalam sebuah acara.Tetapi ikut ngobrol bersama tamu atau peserta diskusi saat acara belum dimulai atau saat rehat snack atau makan.
Semoga the power of ngobrol mampu membangun suasana hangat bagi siapa saja yang datang dan tinggal di Jogja.
Kegiatan ngobrol walau mendapat saingan dengan ngobrol di dunia maya yang dikenal dengan chatting. Sejatinya bukan ngobrol yang sesungguhnya . 
Chating menjadikan manusia  kehilangan jati dirinya.Terasing dalam keramaian yang semu. Yang diciptakan oleh dunia maya. Obrolan di dunia maya rasanya hambar karena emosi atau ruh seseorang saat berbicara tidak dapat terwakili oleh susunan kata atau kalimat.
Oleh karena itu datanglah ke Jogja dan ke www.kompasiana.com/koin1903 Kita ngobrol....












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Itsmy blog

 It's my mine