Sebagian karya warga Bantul (Foto:Ko In) |
Bantul gudangnya orang-orang kreatif, dari tangan mereka barang-barang yang awalnya nampak biasa saja dengan kemampuan, kelebihan serta keuletan yang dimiliki. Berubah menjadi barang bernilai seni tinggi, yang menarik minat orang dari berbagai belahan dunia.
Nama lengkapnya Sumilah tapi
biasa dipanggil Mila, tinggal di Sendangsari, Pajangan Bantul. Perempuan ini
gigih memasarkan produk batik kayu dari satu tempat pameran ke pameran lainnya.
Bahkan media sosial akrab digeluti untuk mengenalkan karya hasil dari sanggar
Rama Shinta yang dikelolanya.
Ada kotak kayu bermotif batik
yang fungsinya untuk menyimpan teh, gula dan teman-temannya. Bahkan dapat difungsikan
sebagai tempat perhiasan. Saat ditemui di acara Gelar Produk Craft dan Fashion
di Piramid Jl. Parangtritis, Bantul Yogya (22/3/2019) yang diselenggarakan Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta bersama PLUT-KUMKM DI Yogyakarta .
Mila antusias
menceritakan tentang item-item produknya dari yang berukuran kecil sampai
ukuran sedang. Seperti gantungan kunci, tempat perhiasan dan nampan.
Perlengkapan rumahtangga dari kayu (Foto: Ko In) |
Usaha kerajinan berbahan dasar
kayu sudah digeluti cukup lama. Kayu-kayunya pun khusus. Kayu yang harus
berwarna putih dan tidak bergetah seperti kayu kepil, sengon, babelina, akasia
dan kayu jati.
Di Bantul untuk mencari
kayu-kayu jenis itu mulai sulit sehingga
dengan karyawannya tidak jarang dirinya berburu kayu ke tetangga
kabupaten yang ada di Yogyakarta, Kuloprogo. Bahkan tidak jarang harus ke
Wonosobo, Muntilan dan Klaten yang berada di Jawa Tengah.
Dari desa Krebet, Sendangsari,
Pajangan, Bantul produk kerajinan kayunya memiliki minat tersendiri. Walaupun
produk kerajinan kayu ini tergolong kerajinan yang peminatnya khusus. Tidak
semua orang gemar dengan kerajinan berbahan kayu.
Mila, main-main dengan kayu
sampai Malaysia
Namun
demikian Mila mengaku memiliki langganan yang rutin memberinya order untuk
membuat aneka kerajinan tangan yang terbuat dari kayu. Cukup lama dirinya
bekerja sama dengan pengusaha dari Malaysia dan Singapur yang siap memasarka
produk kerajinannya. Ada piring, tempat tissu, nampan dan yang lainnya. Tidak
tanggung-tanggung sudah lebih dari lima tahun kerjasama dijalaninya.
Mila
memang marketing yang gigih. Kayu seolah jadi mainan kesehariannya. Nampak dari
kesigapannya menjelaskan setiap produk yang dipamerkan. Dari bibirnya lancar
menjelaskan aneka macam produk kerajinannya. Tidak pandang bulu siapa yang
datang ke stand pamerannya. Mila dengan antusias menceritakan fungsi, manfaat
serta keunikannya. Semuanya terbuat dari kayu, selalu diucapkan dengan tegas
dan mantap.
(Foto: Pemkab Bantul) |
Bantul
memang wilayah yang unik. Warganya pandai membuat sesuatu barang dengan kreasi
yang unik dan menarik. Salah satunya Akhyani. Tinggal di Juron, Pendowoharjo,
Sewon Bantul, Alhyani memanfaatkan tempurung atau bathok kelapa yang menurut
orang lain dianggap tidak ada manfaatnya.
Namun di
mata Akhyani yang memiliki brand Yanti Bathok Craft, sisa bathok kelapa
merupakan bahan baku yang sangat bermanfaat untuk dijadikan barang lain yang
memiliki nilai seni tinggi dan menarik bagi banyak orang.
Tidak
heran jika beberapa warga Malaysia dan Belanda tertarik dengan hasil karyanya.
Bahkan saat pameran di Belanda Akhyani menceritakan bagaimana orang Belanda
sangat menghargai hasil kerajinan tangannya. Karena dari sisa-sisa bathok
kelapa yang dianggap tidak berguna dapat
di buat sebuah karya yang memiliki nilai keindahan tersendiri.
Ahyani dengan karyanya (Foto:Ko In) |
“Mereka
sangat menghargai karya seni khususnya yang dibuat dengan tangan. Maka tidak
heran saat saya jual dengan harga delapan kali lipat dari harga biasanya.
Mereka langsung membayar tanpa menawar,” cerita Akhyani di sela-sela
kesibukanya melayani pengunjung yang antusias mengamat-amati karyanya.
Bathok
bekas “dibuang” ke Jamaica
Beberapa
produk seperti tas yang berbentuk persegi empat dan bulat dipajang dengan manis
sehingga menyedot pengunjung untuk mampir ke standnya yang berlangsung di
Piramid Jl. Paris. Bersama dengan barang lain seperti teko, cangkir dan sabuk.
Pemilik
sanggar atau galeri Yanti Bathok Craft ini menjelaskan jika sampai sekarang ada
buyer yang sangat berminat dengan produknya sehingga rutin dikirim ke Jamaica.
Siapa sangka dari barang yang sering dianggap sudah tidak berguna, dibuang ke
tempat sampah. Di tangan Akhyani ternyata “dibuang” sampai Jamaica dalam rupa
dan bentuk yang berestetika.
Alat minum dari bathok (Foto: Ko In) |
Kelebihan
tempurung atau batok yang tidak berpori menjadi jaminan kualitas produk
kerajinan yang menggunakan nama istrinya, Yanti. Pasangan suami istri yang
berbagi tugas dalam usaha memajukan hasil kerajinan dari pohon kelapa.
Istrinya,
Yanti bertugas sebagai marketing atau pemasaran sementara dirinya, Akhyani
memikirkan inovasi produk dan membuat produk yang unik. Karena keunikan
merupakan salah satu daya tarik tersendiri jelasnya.
Hasil
kerajinan tempurung kelapa Akhyani
terkenal awet karena bahan dasar tempurung yang tidak memiliki pori-pori
sehingga aman dari ancaman ngengat atau rayap yang dapat merusak produknya.
Akhyani dan istrinya (Foto:Ko In) |
Dalam
kesempatan tersebut Akhyani bercerita bagaimana dirinya kaget dengan salah satu
buyernya asli Palembang yang khusus datang ke Jogja hanya untuk memotong cangklongan tas yang terbuat dari bathok
karena terlalu panjang.
Akhyani,
manakala melihat salah satu produknya yang masih bertahan lebih dari delapan
tahun dan masih digunakan untuk acara-acara resmi. Bedanya hanya nampak kusam.
Setelah dibersihkan dan dipotong cangklongannya
tas tersebut nampak kelihatan baru lagi.
Yani
demikian orang biasa memanggilnya, menyarankan untuk membersihkan dengan kain
yang sudah dibasahi dengan sedikit minyak goreng. Sebagai cara praktis untuk membersihkan
dari kotoran dan biar nampak cerah kembali.
Ketika di
singgung bagaimana dengan pemasaran produknya ke Jepang, Yani menjawab sulit
karena orang Jepang suka akan sesuatu yang nampak rapi dan praktis. Sementara
bathok kelapa ukurannya besar dan tidak praktis karena tidak dapat dibuat
lurus.
Tas karya Akhyani (Foto:Ko In) |
Untuk
produk seperti tas, dompet, sabuk dapat lurus karena dibuat dalam ukuran kecil
seukuran benik atau mata baju. Untuk membuatnya perlu dilakukan dua kali dengan
alat khusus yang berbeda pula. Dan alat atau mesin tersebut tidak dibuat pabrik
sehingga Yani harus merekayasa sendiri.
Walau
membuat mesin pembuat benik-benik dari
tempurung kelapa merupakan rancangan dan buatannya sendiri. Yani
ternyata tidak pelit dalam berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Dari
kiprahnya bersentuhan dengan bathok, Yani kerap diundang menjadi nara sumber
atau menjadi mentor dalam berbagai acara pelatihan kerajinan tangan seperti
yang diselenggarakan di Papua dan Makasar. Tempat yang melimpah akan tempurung
kelapa.
Jika Akhyani
merasa kesulitan menembus pasar Jepang. Maka berbeda dengan Sugeng Prayogo
pengrajin wayang dari bahan kulit hewan yang melihat potensi pasar khususnya
orang Jepang sangat menggemari kerajinan
motif wayang dari bahan kulit hewan.
Produk
Sugeng yang didominasi tokoh wayang sudah ekspor ke Jepang. “Mereka suka
wayang, mungkin karena motif atau mungkin mereka mengerti filosofinya,” jelas
Sugeng yang menamai sanggarnya dengan nama Wahyu Art. Diambil dari nama anak
sulungnya. Yang konon membawa keberuntungan atau hoki, katanya sambil bercanda.
Wayangnya
sudah tinggal di Jepang
Dalam
perbicangan saya dengan Sugeng di standnya, Sugeng nampak memiliki optimisme
jika produk kerajinannya masih diminati walau generasi milenial kurang tertarik
dengan wayang yang ditampilkan dalam aneka bentuk media. Tidak hanya kulit.
Wayang kulit (Foto: Ko In) |
“Namun
saya optimis wayang akan tetap menarik apalagi Unesco sudah menjadikan wayang
sebagai warisan budaya asli Indonesia dan menjadi mahakarya dunia.” Jelasnya
mantap sambil sesekali menunjuk dan memperlihatkan beberapa tokoh wayang ke
saya.
Kalau
bukan kita siapa lagi yang melestarikan dan menjaganya, tambahnya singkat.
Namun benar-benar “Jleb...” istilah milenial.
Dari
sanggar kerajinan tatah kulit Wahyu Art, yang berada di desa Kowen, Timbulharjo
Sewon, Bantul. Sebagian karya wayang kulit Sugeng sudah menetap atau tinggal di
Jepang. Wayang-wayang karyanya mempunyai rumah baru di Jepang menikmati
dinginnya udara Jepang .
Sekat buku (Foto:Ko In) |
Dengan
kecintaanya pada budaya asli Indonesia, Sugeng mendedikasikan dirinya untuk
tetap bertahan dengan kerajinan kulit atau tatah kulit khsus wayang. Kecintaannya pada wayang tidak lepas dari
keluarga besarnya yang memang pada dasarnya adalah pencinta wayang tinggi.
Dengan
kreatiftas dan ketelatenannya, Sugeng berusaha terus mempopulerkan wayang ke
generasi muda. Salah satu cara dengan membuat penyekat buku yang terbuat dari
kulit dengan tokoh-tokoh wayang.
Satu hal
yang perlu mendapat apresiasi, agar generasi
milenial tidak lupa jika bangsa ini memiliki mahakarya. Maka tidak heran
jika dari Bantul karya-karyanya mendunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar