Faskes Pertama (Foto:Ko In)
Masuk ke Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas, disambut tatapan dan wajah-wajah yang lesu. Sebagian diantara mereka duduk bersandar dengan malas seolah hilang semangat. Beberapa ada yang menyandarkan kepalanya ke bahu orang di sebelahnya.
Mereka menunggu giliran untuk diperiksa karena sakit. Belum selesai saya melihat sekeliling ruangan, terdengar sapaan ramah "Selamat siang," dari satpam sambil menanyakan dan mengarahkan untuk mengambil nomer antrean.
"Sudah daftar on line belum ?" tanya satpam, sambil mengarahkan untuk mengambil nomer antrean. Karena saya belum tahu jika pendaftaran pasien dapat dilakukan secara on line. Di Puskesmas Ngaglik 2 disebut dengan Antrean Pasien Mandiri atau Anjungan Pendaftaran Mandiri (APM) sebagaimana yang sudah berjalan di beberapa rumah sakit besar.
Mesin antrian pasien mandiri (Foto: Ko In)
Dia selalu manja jika saya berkunjung ke rumahnya. Ke Puskesmas harus dengan saya. Setelah mengambil nomer antrean dan menyerahkan KIS kami menunggu panggilan. Duduk di kursi yang terbuat dari besi yang tertata rapi. Kursi terasa dingin, sebagaimana dinginnya tatapan pasien yang datang ke Puskesmas.
Ada yang tiduran menunggu giliran diperiksa. Bantalnya paha sanak keluarga atau tangannya sendiri. Demikian pula dengan keponakan saya. Bawaannya sudah manja dan menjadi lebih rewel dibanding biasanya.
Suhu badannya tinggi, mengeluh dingin saat duduk di kursi yang terbuat dari besi. Orang sakit memang sulit beradaptasi dengan perbedaan dan perubahan suhu suatu benda atau cuaca.
Kartu Indonesia Sehat (Foto: Ko In)
Kami duduk bersama pasien atau keluarga pasien lainnya, yang lebih dahulu datang. Walau sebagian ruangan dipenuhi orang sakit namun Puskesmas Ngaglik 2, salah satu dari sekian banyak fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama. Nampak terang dan bersih. Jendela pintu tertata sedemikian rupa sehingga memungkinkan udara bersikulasi dengan baik.
Itu membantu menghalau bau atau aroma kurang sedap dari orang sakit. Mungkin mereka tidak mandi beberapa hari atau karena bau badannya bercampur dengan bau dari minyak angin atau minyak gosok yang dibalur ke tubuhnya. Belum lagi bau jaket yang mungkin sudah berminggu-minggu belum dicuci, langsung dipakai saat ke Puskesmas.
Sesekali keponakan menyandarkan kepalanya di bahu saya. Seperti tidak tahan menahan rasa pusing yang membuat kepalanya terasa berat. Sambil memeluknya supaya tidak merasa kedinginan, saya mengarahkan pandangan mata ke seluruh ruangan Puskesmas. Kesannya bersih, dindingnya di dominasi warna hijau muda.
Faskes tingkat pertama di puskesmas (foto: Ko In)
Namun demikian saya melihat pelayanan berjalan cepat. Panggilan nomor antrean pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan seolah tidak pernah berhenti.
Kedua, kemungkinan masyarakat pedesaan khususnya golongan paruh baya dan usia lanjut tidak terbiasa dengan aplikasi kesehatan yang ada di hp android. Tidak dipungkiri penggunaan smartphone baru sebatas chatting, kirim pesan atau gambar.
(Sumber :Bangka Post- tribun news.com)
Ini kurang menguntungkan upaya mengurangi lamanya pelayanan di Faskes tingkat satu diantaranya Puskesmas. Beberapa rumah sakit di kota besar, penggunaan APM (Antrean Pasien Mandiri), terbukti memangkas waktu antrean pasien secara signifikan.
Keempat, sistem APM (Anjungan Pasien Mandiri atau Antrian Pasien Mandiri) belum lama dikenalkan sehingga masih membutuhkan waktu untuk mesosialisasikannya.
Walau menunggu, antrean tidak lama. Mungkin hal ini disikapi beda oleh pasien. Dalam situasi dan suasana sebaik apapun tetap tidak nyaman karena yang ada hanya keinginan istirahat atau tidur.
Satu persatu pasien bergantian keluar masuk dari ruang bagian poli umum. Yang sudah diperiksa selanjutnya menuju ke bagian obat. Menyerahkan secarik kertas seperti resep, kemudian duduk menunggu giliran panggilan mengambil obat.
Kesabaran, Keramahan dan Profesionalisme
Tidak lama berselang, panggilan nomer tertentu di bagian obat dilakukan berulang. Pemilik nomor tidak ada yang mendatangi loket obat. Panggilan selanjutnya menggunakan nama pasien, baru ada seseorang yang mendekat ke bagian obat. Hal itu bisa terjadi karena pasien atau keluarga pasien kadang lupa dengan kartu nomer antriannya.
Entah terjatuh atau lupa meletakkan sehingga tidak ingat nomer antreannya. Kesabaran dan keramahan petugas Puskesmas di Faskes tingkat pertama memang harus ekstra, saat berhadapan dengan orang sakit atau keluarga pasien yang sensifitasnya menjadi lebih tinggi. Maklum mereka cemas dan khawatir terkait kesehatan anggota keluarga yang sedang sakit.
Semakin siang semakin sepi (Foto: Ko In)
Nomer antrean periksa keponakan dipanggil dan tertera di layar teks berjalan atau running text, dengan warna lampu merah. Saya antar dia masuk, di dalam sudah ada dua orang yang menunggu untuk diperiksa dokter.
Petugas medis bertanya keluhan yang dialami keponakan sambil mengukur tekanan darah atau tensinya. Pasien sebelumnya sudah keluar dari ruang periksa dokter, keponakan dipersilahkan masuk. Tapi tangannya tidak lepas dari tangan saya, tanda dia minta ditemani omnya.
KIS keponakan (Foto : Ko In)
Sambil mengembalikan KIS (Kartu Indonesia Sehat)milik keponakan, petugas mengucapkan "Semoga cepat sembuh." Selesai.
Obat dari Faskes, Puskesmas Ngaglik 2 (foto: Ko In)
Kelebihan lain jika terpaksa harus periksa atau berobat di Faskes yang tidak sesui dengan Faskes yang tertera di kartu BPJS Kesehatannya. Atau belum memiliki kartu BPJS kesehatan. Pasien atau masyarakat dapat mengetahui biaya konsultasi dan tindakan medis yang didapat.
Puskesmas Ngaglik 2 masuk wilayah Kabupaten Sleman. Daftar atau rincian biaya pelayanan dan tindakan medis dipigura dan digantung di dinding. Contoh jika warga kabupaten Sleman belum memiliki kartu BPJS Kesehatan atau memiliki tetapi Faskes tingkat satu di kartu berbeda.Maka dikenai biaya poli umum Rp 5000. Untuk yang dari luar kabupaten Sleman Rp 17.000.
Tindakan medis seperti jahit luka, untuk warga Sleman yang belum memiliki kartu BPJS Kesehatan atau sudah memiliki tetapi tujuan Faskesnya berbeda. Biaya, satu sampai empat jahitan sebesar Rp 37.500. Untuk pasien di luar kabupaten Sleman Rp 49.000
Hari sudah siang, jumlah pengunjung tidak banyak. Jangan ditanya jika Senin, pengunjung lebih banyak dari hari biasa. Tidak hanya Puskesmas tetapi juga rumah sakit atau kantor-kantor layanan publik lainnya. Biasa usai liburan.
Kepastian Layanan Rujukan
Menurut petugas pendaftaran, rata-rata terdaftar 75 pasien setiap harinya. Puskesmas Ngaglik 2 telah menerapkan kepastian layanan rujukan secara on line. Jika ada pasien yang harus mendapat rujukan ke rumah sakit. Sebagai Faskes tingkat satu, akan melihat daftar rumah sakit dan dokter yang tersedia sesuai dengan sakit pasien dengan tujuan agar segera tertangani, kemudian pasien langsung dikirim dengan ambulans.
Ambulans siap antar pasien rujukan (foto: Ko In)
- Pertama, rumah sakit di dekat rumah pasien mungkin tidak memiliki fasilitas rawat inap yang dibutuhkan pasien.
- Kedua, rumah sakit di dekat rumah pasien memiliki fasilitas yang dimaksud tetapi ruangannya sudah penuh.
- Ketiga, tenaga medisnya dalam hal ini jumlah dokter di rumh sakit dekat rumah pasien terbatas.
- Keempat, walau ruangan dan tenaga medis tersedia namun klasifikasi layanan akomodasi kesehatan tidak sama dengan pilihan di awal pendaftaran. Jika pilihan klas dua namun yang tersedia di rumah sakit dekat rumah hanya ada klas satu. Maka secara on line akan diarahkan ke rumah sakit lain, sesuai pilihan klas pilihan di data pendaftaran awal.
Walau terdapat perbedaan layanan akomodasi bagi pemegang kartu yang dikeluarkan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sesuai dengan pilihan besaran iuran perbulannya. Termasuk PBI dan non PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Namun semua pemegang kartu jaminan kesehatan diperlakukan sama dalam menerima manfaat pelayanan kesehatan. Sebagaimana tertulis di buku sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Guna mendukung kepastian layanan rujukan, dari faskes tingkat satu atau Puskesmas ke rumah sakit tersedia ambulans. Diperuntukan pasien yang memerlukan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Kecuali dalam keadaan kegawat daruratan medis.
Kursi roda dan tongkat penyangga siap di depan Faskes tingkat pertama (Foto: Ko In)
Tidak sampai satu jam kami berada di Puskesmas. Saya dan keponakan kemudian pulang. Eh, belum. Saya, sebagai om harus memenuhi janji mentraktir keponakan ke warung sop atau soto kesukaannya.
Melayani itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dari menemani berobat, makan soto bareng. Atau memberikan pelayanan medis secara profesional dan sepenuh hati untuk anak-anak negeri karena melayani itu wujud kepedulian, cinta dan kasih.
Kepedulian ini ada juga di www.kompasiana.com/koin1903www.kompasiana.com/koin1903
Tidak ada komentar:
Posting Komentar