Hutan Jati (Foto:Ko In) |
Jalannya tidak lebar, tidak juga
lurus. Tidak juga halus karena dikeraskan dengan semen dan batu, bukan aspal.
Berkelok dan naik turun. Sejauh mata memandang hanya pohon jati dan kayu putih yang
mulai meranggas.
Satu persatu daunnya jatuh dengan perlahan, ke kanan dan ke kiri.
Seperti gadis yang malu-malu ingin mengajak berkenalan, mendekat namun saat
didekati malah menjauh. Membuat saya semakin penasaran yang baru pertamakali
berkunjung ke dusun Kemuning, desa Bunder, Kecamatan Patuk, Gunung Kidul, Yogya.
Letaknya di tengah hutan jati. Jauh dari jalan utama Yogya Wonosari. Walau waktu tempuh tidak sampai satu jam dari
kota Yogya, jaraknya kurang lebih sekitar
35 kilometer.
Tanah tandus dan kering ciri khas dari daerah Gunung Kidul. Kemarau
belum juga berlalu. Walau mendung sudah menggantung di langit tetapi masih butuh
waktu untuk menurunkan butiran-butiran air ke atas hamparan tanah yang sudah
dipenuhi dengan lembaran daun jati kering.
Sesekali terdengar suara deru
mesin sepeda motor di kejauhan. Dari suaranya seolah bisa menebak jika
kendaraan tersebut sedang di jalan landai, naik atau turun. Suasana sekeliling
hutan sepi, bahkan suara burung pun jarang terdengar. Mungkin karena kemarau,
pohon meranggas dan panas sehingga burung enggan bermain di pohon-pohon jati.
“Petok.....petok.....petok.....,” tiba-tiba terdengar suara ayam, lari
keluar diantara pepohonan jati dan rimbunnya tumpukan daun jati di tanah. Cukup
mengejutkan siapa pun yang ada di dekatnya sebab nampak tidak ada apa pun. Kecuali pohon
jati, pohon kayu putih dengan daunnya yang berguguran serta angin yang
menerbangkan daun jatuh menjauhi pohonnya.
Ayam itu terkejut juga bukan karena ada orang tetapi karena ada daun
jati yang jatuh meliak-liuk seperti hewan pemangsa dari atas langit.
Ayam itu terus berlari menjauh bersama suaranya yang mulai menghilang
diantara pohon dan tumpukan daun-daun jati yang menyamarkan keberadaannya lagi.
Rasa terkejut itu, menyadarkan tujuan kedatangan ke dusun Kemuning.
Melihat telaga Kemuning, walau airnya nampak keruh tapi tidak pernah kering disaat
musim kemarau yang panjang di Gunung
Kidul .
Tantangan
atau kendala itu peluang dan aset
Telaga Kemuning tengah berproses menjadi daerah tujuan wisata dan siap
bersaing dengan daerah tujuan wisata lainnya di Gunung Kidul. Optimisme itu
nampak dari sorot mata Suhardi, Kepala Dusun Kemuning yang melihat setiap tantangan atau kendala
sejatinya adalah peluang.
Demikian pula saat disinggung jauhnya lokasi telaga atau pemancingan
dengan jalan raya atau jalan masuk.
“Kekurangan menjadi tantangan bahkan dapat menjadi aset,” ucapnya
mantap.
Untuk mengatasi sulitnya akses ke Telaga Kemuning, sebab bus pariwisata
ukuran besar belum dapat menjangkau ke dalam hutan. Terpikir oleh Suhardi, untuk
menjemput wisatawan dengan kendaraan pick
up bak terbuka . Sehingga wisatawan dapat melihat langsung hutan jati di
kanan-kirinya.
Sampai di telaga Kemuning, wisatawan dapat menikmati berbagai
pemandangan dan menikmati berbagai macam sajian kuliner dari ikan. Oktober, Suhardi dan warga sedang mempersiapkan
membangun warung sederhana di pinggir telaga. Sekaligus mulai mempromosikan
nasi kembul bujono atau nasi ingkung, yang terdiri dari nasi, sayuran dan ayam
jawa atau ayam kampung.
Walau akses jalan masih menjadi kendala namun mereka yang memiliki hoby
mancing sudah memanfaatkan telaga Kemuning sebagai sarana rekreasi. Deru suara
motor yang terdengar tadi salah satunya adalah pengunjung telaga, yang datang
dari jauh untuk mancing.
Beberapa pemancing nampak menarik alat pancingnya, namun tanpa hasil.
Kembali memasang umpan di kail dan melempar jauh ke tengah telaga. Kemudian
menunggu lagi umpan dimakan ikan. Soal
ketersediaan ikan, mancing mania tidak perlu khawatir sebab Dinas Kelautan dan Perikanan
Gunung Kidul rutin memasok ikan ke telaga.
“Bibit ikan nila dan tawes dibantu dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Gunung Kidul,” jelas Anisa Herdanigtyas,
warga dusun Kemuning yang selalu mendampingi Suhardi dalam upaya mengembangkan
dusunnya. Menjadi daerah tujuan wisata alternatif lainnya di kabupaten Gunung
Kidul.
“Akses jalan yang sulit menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi
memancing di tengah hutan jarang ditemui di daerah lainnya” tambah Nisa,
panggilan akrab sehari-harinya . Seolah mengamini apa yang disampaikan Suhardi,
yang menyebutkan kekurangan adalah tantangan sekaligus aset.
Sementara itu Eli Martono dari Dinas Pariwisata Gunung Kidul
membenarkan masalah akses menuju telaga menjadi kendala tersendiri. “Namun
dengan berkembangnya beberapa desa wisata yang basisnya juga kuliner dan restoran
baru yang tidak jauh dari Kemuning. Desa Kemuning dapat menawarkan hal baru
lainnya dengan mengangkat kelebihan yang dimiliki. Seperti kuliner di tengah
hutan,” contoh Kabid Industrial Kelembagaan Dinas Pariwaisata Gunung Kidul.
Suhardi yang memiliki postur tubuh cukup tinggi menyadari jika hanya
mengembangkan wisata berbasis ikan harus bersaing dengan tempat atau daerah
lain. Untuk itu, Kepala Dukuh ini tengah menyiapkan nasi ingkung ayam jawa atau
nasi kembul bujono menjadi daya tarik alternatif lainnya untuk dusun Kemuning.
Nasi
ingkung daya tarik Kemuning
Menawarkan nasi ingkung ayam sama artinya melestarikan budaya serta
tradisi yang sudah berkembang dan berjalan cukup lama. Tradisi kembul bujono
dengan makan nasi ingkung ayam jawa lengkap dengan sayur-sayuran sudah rutin
dilaksanakan setiap tahunnya.
“Diselenggarakan minimal setiap satu tahun sekali saat upacara adat
rasulan atau saat acara bersih desa,” jelas Suhardi.
Kepala Dusun yang selalu bersikap optimis dalam mengembangkan dusunnya.
Tak segan menjelaskan makna filosofi dari nasi ingkung yang menjadi sajian adat
di desanya yang dapat ditawarkan menjadi daya tarik wisatawan.
Ayam ingkung, dari ayam jawa atau ayam jago. Ayam laki-laki. Disajikan sedemikian
rupa sehingga terlihat manengkung
atau nampak seperti bersujud. Artinya sebagai manusia, orang harus selalu
menyembah kepada Yang Maha Kuasa. Demikian pula dengan nasinya yang gurih
diharapkan menjadi warna bagi kehidupan.
Sementara bentuk nasi dibuat mengkerucut dan lurus ke atas untuk mengingatkan mereka yang
menyantap nasi ingkung untuk melihat ke atas. Dilengkapi dengan berbagai
sayuran seperti kacang panjang, daun pepaya, kangkung dan bayam.
“Kacang panjang, sebagai manusia kita harus memiliki pikiran atau
penjangkauan yang jauh kedepan atau panjang. Daun pepaya yang rasanya pahit. Menyadarkan
manusia untukmemahami bahwa kehidupan itu tidak selalu pahit,” jelasnya dengan
sangat lancar.
Kangkung, memiliki makna simbolis sebagai manusia harus winangkung atau lebih dari orang yang
lain. Lebih dalam arti positif. Sedangkan daun bayam atau bayem diharapkan
manusia dalam menjalani hidupnya itu ayem
tentrem, penuh kedamaian dan rasa aman serta nyaman.
Cara makannya juga seru. Dimakan secara bersama-sama langsung dengan
tangan tanpa sendok dan garpu. Dari hal sederhana tersebut sebenarnya terbangun
kebersamaan, keakraban dan kedekatan yang dapat mengikis sikap canggung.
Makannya beralaskan daun. Bukan daun pisang tetapi daun jati, yang
banyak tersedia di dekat rumah warga. Minumannya wedang secang hangat yang
berwarna merah, merah alami berasal dari kulit kayu pohon secang.
Mengembangkan nasi ingkung menurut penilaian Kepala Bidang Industrian Kelembagaan
Pariwisata Gunung Kidul, Eli Martono kuliner yang sudah berkembang di
masyarakat yang dicari wisatawan bukan menu modern.
Menu menarik wistawan menu yang ada di desa dimana semua orang desa
dapat membuatnya sehingga tidak perlu belajar dari tempat lain, tambah Eli .
“Seperti sayur lombok ijo, nasi merah, nasi ingkung. Bahkan bahan
bakunya tersedia di kampung atau desa.” Eli mencontohkan.
Bahan baku menurt Nisa sangat banyak di kampung hampir setiap rumah
memilki ayam kampung. “Dengan mengembangkan kuliner nasi kembul bujono atau
nasi ayam ingkung jawa. Nilai jual ayam menjadi dua kali lebih mahal. Dan hal
itu cukup menguntungkan,” jelas gadis bertubuh mungil dan gesit .
Suhardi yang sudah enam tahun menjabat sebagai kepala dusun menambahkan,
kesehatan ternak di desanya selalu dalam pantauan kesehatan Dinas Peternakan
Gunung Kidul. Di Kemuning setiap tiga bulan sekali terdapat kunjungan dari
petugas kantor Dinas Peternakan untuk memeriksa hewan peliharaan warga. Seperti
sapi, kambing dan ayam. Ada tiga titik posyandu hewan masing-masing ada di Rt
1, 2 dan 3.
Khusus untuk ayam, petugas kesehatan hewan biasanya datang du sore atau
malam hari. Ini dilakukan karena siang hari ayam-ayam bebas berkeliaran di
hutan. Sehingga sulit untuk memberikan vaksin atau pengobatan.
Demikian pula untuk mendapatkan ingkung ayam yang enak, tidak mungkin
memesan secara mendadak perlu pesan jaun sebelumnya. Sebab, merebus ayam dalam
air yang sudah diberi berbagai bumbu akan membuat bumbu meresap ke dalam daging
ayang dan membuat cita rasa nikmat tersendiri.
Sinergi
KBA Kemuning dengan desa atau kampung tetangga
Tidak mudah untuk mengembangkan sebuah wilayah atau desa menjadi desa
yang mandiri serta produktif. Dusun Kemuning di desa Bunder Pathuk Gunung Kidul
menghadapi berbagai kendala seperti akses jalan yang harus pintar-pintar disikapi.
Solusi manis datang dari Karnanda dari Astra. Menurutnya masalah di
Kemuning harus dipecahkan bersama dengan desa-desa di dekatnya . Dengan harapan,
desa-desa sekitar kampung atau desa yang menjadi binaan Astra dapat ikut
berkembang dan merasakan perubahan.
“Untuk itu perlu dicari orang sebagai motor, yang mampu menggerakkan
warga seperti Kepala Dukuh Kemuning,
Suhardi. Desa tetangga harus memiliki people
champion atau motor,” jelas Karnanda Kurniardhi dari Astra.
Masalah akses jalan menurut Karnanda yang akrab dipanggil Nanda sebagai
Manager Head of Internal Relations Departemen Corporate Comunications Division
di Astra. Tidak sebatas pada lebar sempit jalan tetapi bagaimana merangkul dan
melibatkan desa tetangga dalam kegiatan pembangunan.
“Bagaimana menjadikan telaga
Kemuning, sebagai milik sekaligus aset bersama tidak hanya milik dusun
Kemuning. Perlu people champion, penggerak atau motor yang dapat memotivas
serta menggerakkan masyaraka di desa atau kampung tersebut,” tambah Nanda.
Sehingga kampung di dekatnya dapat dibina oleh Astra namun titik berat
pembinannya tidak sama seperti Kampung Berseri Astra (KBA) yang sudah dibina
terlebih dahulu. Tetapi memperhatikan
kebutuhan serta keberlangsung kelanjutan dari desa yang ada supaya dapat
bersinergi dengan KBA.
Nanda mencontohkan, Kemuning tidak eksklusif untuk desa mereka saja
tetapi harus merangkul kampung atau desa lain ikut andil memaksimalkan dan meningkatkan
produktivitas di kampung atau desanya sendiri.
Memperhatikan potensi yang dimiliki kampung atau desa tetangga serta people champion atau penggerak di
kampung atau desa tersebut. Supaya kegiatan di KBA dan kampung atau desa di
dekatnya dapat saling bersinergi, jelas Nanda,
Tak terasa, percobaan saya memancing di telaga Kemuning dari tadi
dengan melempar umpan berkali-kali ke tengah telaga tidak membuahkan hasil. Diam-diam
hal itu diperhatikan Kepala Dusun Suhardi, yang kemudian menawari saya makan
siang nasi kembul bojono di balai dusun Kemuning.
Tawaran yang sayang jika disia-siakan. Kapan lagi memancing ikan, dapat ingkung
ayam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar